Insiden peluru menyasar di Kompleks Parlemen, Senin (15/10/2018), dituntaskan polisi dalam waktu cepat. Kasus ini agak sensitif karena dapat menimbulkan dugaan macam-macam, misalnya serangan teroris ataupun serangan bermotif politik.
Sehari setelah penembakan, atau Selasa (16/10/2018), penyidik Polda Metro Jaya menangkap dua tersangka berinisial I dan A. Kedua PNS itu pada Senin siang asyik berlatih menembak di lapangan tembak Senayan.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Nico Afinta, tersangka I kaget karena pistol Glock 17 kaliber 9 mm yang digunakannya sudah dimodifikasi.
Modifikasi itu mengubah pistol Glock 17 yang berjenis semiotomatis (satu tarikan pelatuk hanya satu tembakan) menjadi pistol otomatis (satu tarikan pelatuk dapat menembak berentetan).
”Tersangka gugup saat menarik pelatuk sehingga tembakan mengarah ke atas mengenai ruang anggota DPR di lantai 16 dan 13. Dua tembakan mengarah lurus (ke sasaran), tetapi dua tembakan lainnya ke atas,” kata Nico.
Polisi yang mendapat laporan adanya penembakan di Kompleks Parlemen melakukan olah tempat kejadian untuk mencari perkiraan arah datangnya tembakan.
Meskipun Kompleks Parlemen dekat dengan lapangan tembak Senayan, polisi tidak langsung menyimpulkan tembakan berasal dari lapangan tembak.
Kepala Bidang Metalurgi Balistik Pusat Laboratorium Forensik Polri Komisaris Besar Ulung Kanjaya mengatakan, polisi membuat perkiraan arah datangnya peluru dengan membentangkan tali di dalam ruang kerja anggota DPR.
Perkiraan itu diperkuat dengan metode tertentu hingga polisi yakin tembakan berasal dari lapangan tembak Senayan yang berjarak sekitar 300 meter dari gedung parlemen.
Uji tembak
Tugas polisi berikutnya adalah menemukan orang yang menembak dengan sembrono itu. Kebetulan pada saat kejadian hanya dua tersangka yang berlatih di lapangan tembak.
Polisi harus bisa membuktikan pistol Glock 17 yang digunakan tersangka I memang senjata yang menghamburkan peluru ke gedung parlemen.
Untuk membuktikan hal itu, polisi melakukan uji tembak memakai shooting box dengan pistol Glock 17 yang dipakai tersangka I. Anak peluru hasil uji tembak dibandingkan dengan anak peluru di tempat kejadian dengan cara dilihat di bawah mikroskop.
Menurut Ulung, pada anak peluru hasil uji tembak terdapat garis-garis yang identik dengan garis-garis pada anak peluru di tempat kejadian. Artinya, dua anak peluru itu ditembakkan dari senjata yang sama, yaitu Glock 17.
Ulung menambahkan, pistol Glock 17 kaliber 9 mm dapat menempuh jarak dari lapangan tembak ke gedung parlemen yang berjarak sekitar 300 meter. Lintasan peluru setelah menempuh jarak tertentu tidak lurus lagi, tetapi berbentuk parabola. Peluru kaliber 9 mm dapat menempuh jarak 300 meter meskipun kekuatannya sudah melemah.
Penelusuran Kompas di internet, dalam buku NRA Firearms Fact Book (1983) disebutkan, peluru kaliber 9 mm yang ditembakkan dari pistol dengan sudut 45 derajat ke atas dapat menempuh jarak sekitar 2.300 meter sebelum jatuh.
Nico mengemukakan, semua senjata ibarat memiliki sidik jari. Sidik jari pada senjata adalah alur yang membekas pada anak peluru setelah peluru ditembakkan dari senjata. Alur pada anak peluru bersifat unik sehingga disamakan seperti sidik jari pada manusia karena tidak ada sidik jari manusia yang sama.
Pembuktian lagi
Rabu (17/10/2018) siang, suasana gedung parlemen kembali heboh dengan ditemukannya anak peluru di lantai 9, 10, dan 20.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Rabu malam, menuturkan, polisi belum bisa memastikan anak peluru yang ditemukan Rabu berasal dari senjata ataupun lokasi yang sama dengan insiden pada Senin.
”Labfor yang akan melakukan uji balistik apakah (anak peluru) identik dengan senjata (Glock 17 yang dipakai tersangka I). Labfor yang menentukan arah peluru dan berapa derajat kemiringannya,” kata Argo.
Dengan pembuktian ilmiah di Labfor, tersangka tidak bisa mengelak. Selain itu, pembuktian ilmiah dapat menggugurkan dugaan adanya senjata lain yang digunakan untuk menembak.