Orangtua Berperan Penting Mengenali Tanda Kanker Anak
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Orangtua berperan sentral mengenali gejala kanker pada anak sejak dini. Itu disebabkan anak yang menderita penyakit tersebut kerap tak bisa mengungkapkan apa yang dirasakan.
JAKARTA, KOMPAS—Orangtua berperan penting mengenali tanda-tanda kanker pada anak. Dengan mengenali tanda kanker lebih awal, terapi lebih cepat dan tingkat kesintasan pasien bagus.
Konsultan hematologi onkologi anak dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Mururul Aisyi, mengatakan hal itu pada diskusi di Kementerian Kesehatan, Selasa (16/10/2018). Acara itu dihadiri Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie serta penyintas leukemia Natarini Setianingsih.
Cut menjelaskan, orangtua harus mengenali tanda-tanda kanker pada anak. Sebab, tak seperti orang dewasa, anak, terutama bayi atau berusia di bawah lima tahun (balita), tak bisa mengungkapkan apa yang dirasakannya. ”Pada fase awal, kanker mudah diobati, tetapi sulit dikenali. Jika fasenya sudah lanjut, kanker mudah dikenali, tetapi susah diobati,” ujarnya.
Pada fase awal, kanker mudah diobati, tetapi sulit dikenali. Jika fasenya sudah lanjut, kanker mudah dikenali, tetapi susah diobati.
Kanker anak ialah kanker yang menyerang anak berusia di bawah 18 tahun. Menurut Sistem Registrasi Kanker di Indonesia (SriKanDi) 2005-2007, angka kejadian kanker anak (0-17 tahun) diperkirakan 9 per 100.000 anak. Pada anak usia 0-5 tahun, angka kejadiannya lebih tinggi, yakni 18 per 100.000 anak, dan pada usia 5-14 tahun 10 per 100.000 anak.
Ada enam jenis kanker yang kerap menyerang anak-anak. Jenis kanker itu meliputi kanker darah (leukemia), kanker mata (retinoblastoma), kanker tulang (osteosarkoma), kanker sistem saraf (neuroblastoma), kanker kelenjar getah bening (limfoma maligna), dan kanker nasofaring (karsinoma nasofaring). Leukemia merupakan kanker dengan angka tertinggi pada anak (2,8 per 100.000 anak).
Terlambat ditangani
Aisyi mengatakan, pasien kanker di Indonesia umumnya terlambat ditangani. Mereka baru berobat ke rumah sakit saat penyakitnya parah. Lebih dari separuh kasus kanker anak yang masuk ke RS Kanker Dharmais sudah tahap lanjut.
Hal itu terjadi karena orangtua tak mengenali tanda kanker. Sebagian warga pun memercayai metode terapi kanker yang jadi sains semu (pseudoscience), tak berbasis bukti ilmiah kuat. Akibatnya, tingkat kesintasan pasien kanker anak rendah.
Aisyi mengingatkan, anak bukan orang dewasa berbentuk mini. Anak belum bisa mengekspresikan apa yang dirasakan tubuhnya. ”Itu pentingnya orangtua memahami informasi benar tentang kanker anak,” ujarnya.
Leukemia, misalnya, termasuk penyakit keganasan sel darah dari sumsum tulang. Gejala yang biasa muncul ialah pucat, panas, dan perdarahan. Anak pun jadi rewel, nafsu makan turun, kejang, dan kesadaran menurun.
Sementara retinoblastoma ialah tumor ganas pada mata, terutama pada anak balita. Gejala muncul berupa mata kucing, juling, kemerahan, pembesaran bola mata, radang jaringan bola mata, dan penglihatan buram.
Adapun osteosarkoma timbul di lengan dan tungkai. Kanker itu ditandai nyeri tulang saat malam atau setelah beraktivitas, pembengkakan, kemerahan, dan hangat di area nyeri tulang, gerakan tulang terbatas, nyeri menetap di punggung, demam, dan cepat lelah.
Menurut Natarini, orangtua berperan penting mengenali tanda awal kanker pada anak. Saat ia didiagnosis leukemia di usia 12 tahun, orangtuanya mengenali, membawanya ke dokter spesialis yang tepat, dan menemaninya berobat selama tiga tahun.
Orangtua juga sebaiknya tak mudah percaya terhadap iklan atau kesaksian orang lain seputar pengobatan alternatif kanker. Pengobatan kanker paling tepat ialah dengan tindakan medis oleh ahli onkologi.