Teknologi rantai blok (blockchain) dinilai menjanjikan untuk diimplementasikan dalam konsep kota pintar (smart city). Keamanan, kemudahan, dan integrasi seluruh pemangku kepentingan yang diikat dalam konsensus bersama dalam sebuah blok jejaring tertentu dinilai akan membuat layanan publik relatif menjadi semakin baik.
Inisiator konsep smart city di Indonesia, Prof. Dr. Suhono Harso Supangkat, Selasa (16/10/2018) menyebutkan konsensus akan membuat integrasi menjadi relatif lebih mudah. Selama ini, integrasi cenderung menjadi salah satu kekurangan besar dalam pemerintahan, termasuk dimana konsep smart city mulai diimplementasikan.
Suhono mengatakan, konsensus antarpihak membuat aspek kepatuhan terjadi berdasarkan kesepakatan dengan basis kepercayaan alih-alih sebagai sesuatu yang mesti dipaksa. “Peran pemerintah (memang) bisa berkurang,” sebut Suhono yang juga guru besar Sekolah Teknik Elekro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.
Penerapan rantai blok dalam kota pintar, terutama sekumpulan data yang diproses sedemikian rupa dalam kaitannya dengan mekanisme transaksional di antara para pihak. Data tersebut misalnya terkait dengan manusia dan berbagai benda serta kejadian seperti banjir, angin kencang dan sebagainya yang terhubung dengan kepentingan warga.
“Bukan (kemampuan) analitikal, bukan kayak AI (Artificial Intelligence/kecerdasan buatan). Kalau AI (kan) analisis. (Ini) Bagian yang sifatnya transaksional (dan) manfaatnya banyak (terutama) aspek keamanan dan (pelayanan) lebih cepat. Kerumitannya (berada pada sisi) konsensus,” sebut Suhono.
Adapun rantai blok merupakan pengembangan teknologi digital yang sebelumnya dipergunakan untuk mendesentralisasikan aktvitas transaksi keuangan. Fungsi pengawasan dan validasi, yang sebelumnya dijalankan pihak bank dan bank sentral, dilakukan seluruh pihak dengan keterhubungan antakomputer dalam satu rantai blok jejaring tertentu.
Para pihak atau pemangku kepentingan yang hendak turut dalam rantai blok tertentu, dapat bergabung berdasarkan rekomendasi ataupun undangan. Basisnya adalah kepercayaan.
Suhono mencontohkan, konsep sederhana penerapan teknologi rantai blok dalam realitas non virtual adalah Grameen Bank yang diinisiasi Muhammad Yunus, peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006. Pada praktik tersebut, imbuh Suhono, kepercayaan saling dikontrol oleh anggota kelompok yang membuat mekanisme kredit dan pembayaran hutang menjadi jauh lebih efektif.
Adapun untuk penerapan teknologi rantai blok dalam konsep kota pintar, Suhono menerangkan bahwa saat ini sebagian kota di Jepang sudah memulainya. Terutama yang terkait dengan aplikasi kontrak pintar dan urusan logistik.
Sementara di Indonesia, imbuh Suhono, dirinya belum melakukan pengecekan lebih jauh apakah rantai blok telah diterapkan dalam konsep kota pintar. Dalam ranah kajian, Suhono dan Dr. Baskara Nugraha telah mempresentasikan teknologi rantai blok untuk kota pintar dalam pertemuan ke-58 APEC Telecommunication and Information Working Group di Taipei, 30 September hingga 5 Oktober lalu.
Pada kesempatan itu, Suhono memaparkan bahwa rantai blok dalam penerapannya pada konsep kota pintar dapat menyederhanakan verifikasi dan validasi dokumen berdasarkan mekanisme konsensus. Sementara tanpa penerapan rantai blok, terdapat kemungkinan kesalahan, penundaan, penurunan kualitas layanan, dan biaya yang tidak perlu menyusul diperlukannya validasi dan proses administrative lainnya. Hal ini menyusul pertukaran data aset, rekam jejak warga negara, transaksi, dan urusan dokumen lain yang melibatkan berbagai lembaga pemerintahan dan pemangku kepentingan dalam urusan pelayanan publik.
Sementara keamanan dan transparansi sebagai sifat dasar rantai blok, dapat menguntungkan warga negara dan pihak regulator. Rantai blok menyediakan cara yang aman dan memungkinkan munculnya rasa saling percaya di antara pemangku kepentingan serta menyederhanakan pergerakan informasi,
Selain itu, dalam presentasi tersebut, Suhono juga menyebutkan konsep kota pintar melibatkan pemerintah kota, pihak swasta, organisasi non pemerintah, yayasan, organisasi keagamaan, dan individu-individu dalam memberikan kontribusi untuk pembangunan dan pengembangan kota. Hal ini tidak bisa diatur dengan organisasi formal. Akan tetapi rantai blok memungkinkan adanya organisasi yang beroperasi dengan model informal lewat transparansi dan pertukaran data terpercaya.
Penggunaan rantai blok, tulis Suhono dalam prentasi tersebut, memungkinkan para pemangku kepentingan untuk mengontrol identitas dan kepemilikan. Komunikasi dilakukan mandiri, catatan pribadi dan aset kota dicatat secara permanen. Hal ini memungkinkan setiap individu dan aset untuk dilayani dan dirawat dengan baik.
Pada bagian lain presentasi tersebut, Suhono menunjukkan sejumlah hal yang bisa dipraktikkan dalam konsep kota pintar dengan implementasi rantai blok. Misalnya untuk penerbitan akta kelahiran, layanan jasa kesehatan, dan identitas digital.
Suhono menambahkan, saat ini yang penting dilakukan adalah melakukan kajian secara menyeluruh terkait kemungkinan menerapkan rantai blok dalam konsep kota pintar. Hal ini termasuk apakah misalnya, basis kepercayaan dan konsensus dalam teknologi rantai blok dapat menjadi suatu hal yang berkelanjutan ataukah ada faktor-faktor tertentu dimana kemungkinan dapat menjadi sebaliknya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Jakarta Smart City Setiaji hingga berita ini disusun belum memberikan tanggapan mengenai kemungkinan penggunaan teknologi rantai blok dalam konsep kota pintar di Jakarta. Akan tetapi pada 28 September lalu, ia menyebutkan bahwa pihaknya akan mengimplementasikan teknologi AI atau kecerdasan buatan dalam memberikan layanan publik pada warga Jakarta. Hal itu direncanakan bakal mulai dilakukan pada 2019. Sementara penggunaan teknologi rantai blok, hingga sejauh ini relatif belum disinggung.