Kampanye Program Ekonomi Belum Sentuh Persoalan Nyata
JAKARTA, KOMPAS — Program-program pembangunan ekonomi yang dikampanyekan oleh kedua kubu pasangan calon presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno belum menyentuh persoalan nyata saat ini.
Program ekonomi yang ditawarkan cenderung rentan terhadap intervensi politik populis—hanya terbatas pada jargon-jargon untuk menarik simpati rakyat dan tidak memiliki nilai praktis dalam menjawab permasalahan ekonomi yang dihadapi Indonesia.
Dalam diskusi publik bertajuk “Arah Pembangunan Ekonomi Indonesia 2019-2024: Menimbang Ide dan Gagasan Pasangan Capres-Cawapres” yang diselenggarakan oleh lembaga penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Kamis (18/10/2018) di Jakarta, perwakilan dari kedua paslon hadir untuk menyampaikan program masing-masing kubu dalam bidang ekonomi.
Paslon Jokowi-Ma’ruf diwakili oleh Direktur Eksekutif Megawati Institute Arif Budimanta, sedangkan Prabowo-Sandi oleh Sudirman Said, Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi. Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana, dan Ketua Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri hadir sebagai panelis.
Dalam presentasinya, masing-masing juru bicara paslon cenderung menyampaikan gagasan-gagasan besar. Arif menyampaikan, paslon Jokowi-Ma’ruf akan berfokus pada pembangunan sumber daya manusia dalam rangka menyejahterakan masyarakat pada periode 2019-2024.
“Pembangunan ekonomi tidak akan sustainable apabila pendidikan dan inovasi tidak dikelola dengan baik. Ini adalah fokus pembangunan ekonomi kami selanjutnya,” kata Arif yang juga Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional.
Desentralisasi pertumbuhan ekonomi ke daerah-daerah terluar pun juga menjadi program Jokowi-Ma’ruf, kata Arif. Pihaknya akan menyiapkan strategi yang disebut “regional growth strategy” untuk mengatasi ketimpangan pertumbuhan ekonomi antara pusat-pusat perekonomian dengan daerah-daerah lain.
“(Strategi) ini adalah yang disiapkan pertama. Supaya produk domestik bruto di daerah timur Indonesia juga lebih meningkat,” kata dia.
Arif mengatakan, Jokowi-Ma’ruf akan melanjutkan pencapaian-pencapaian positif yang sudah dicapai selama ini seperti membaiknya indeks performa logistik dan kemudahan usaha.
Di kubu Prabowo-Sandi, Sudirman mengatakan, pihaknya menilai ketergantungan Indonesia kepada pihak di luar negeri terlalu besar. Sudirman mengatakan, apabila Prabowo-Sandi terpilih, impor akan dikurangi. “Indonesia punya ketergantungan tinggi pada faktor eksternal,” kata Sudirman.
Sudirman juga mengatakan, berbagai permasalahan ekonomi Indonesia tersebut dapat diselesaikan melalui penunjukan teknokrat sebagai pejabat-pejabat di berbagai kementerian dan lembaga negara di bidang ekonomi.
“Sejarah mencatat, dalam keadaan sulit, kita memerlukan ahli-ahli,” kata mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut.
Sudirman mengatkan, apabila terpilih, Prabowo dan Sandiaga akan melakukan pembangunan ekonomi yang disebut dengan “broad-based economy” atau berbasis luas. Dengan program ini diharapkan pemerataan ekonomi dapat dilakukan. Namun rencana ini tidak dijelaskan secara mendetil.
Belum menyentuh persoalan
Ketua Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan bahwa dalam masa kampanye, program-program yang disampaikan oleh tim sukses cenderung idealistis. Seharusnya, program yang dipromosikan tersebut dapat diterjemahkan sesuai dengan kondisi yang ada.
Yose pun menilai, program-progam yang ditawarkan oleh kedua belah pihak masih rentan terhadap pengaruh politik praktis demi dukungan politik atau simpati rakyat. Sehingga, program-program ini belum dapat menjawab langsung persoalan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia.
“Yang utama, bagaimana visi-misi ini diterjemahkan sesuai dengan kondisi yang ada dan kesulitan-kesulitan yang sudah dihadapi. Tetapi tadi kita lihat, ternyata banyak program-program yang direncanakan ini belum menyentuh persoalan yang ada,” kata Yose.
“Sering kebijakan tidak dirancang dari sudut pandang perekonomian yang lebih luas, tetapi lebih dari masalah politik atau menyangkut dukungan politik,” tambahnya.
Yose pun menyayangkan paradigma pembangunan ekonomi para paslon yang cenderung inward-looking atau terlalu melihat ke dalam. Kedua belah pihak dinilai menekankan kemandirian ekonomi sebagai salah poin utama program masing-masing.
Yose mengatakan, penelitiannya menunjukkan bahwa dalam dokumen visi-misi dan program, paslon Jokowi-Maruf menyebut kata ‘kemandirian’ sebanyak 15 kali, kata ‘internasional’ hanya sekali, dan kata ‘global’ sebanyak dua kali. Sedangkan Prabowo-Sandi menggunakan kata ‘kemandirian’ sebanyak lima kali, dan ‘internasional’ satu kali, dan tidak ada kata ‘global’.
Padahal situasi ekonomi dunia saat ini, menurut Yose, adalah saling ketergantungan antarnegara dan dapat memberikan hasil positif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kerja sama antarnegara malah memberikan peluang untuk pertumbuhan ekonomi.
“Paradigma pandangan yang lebih luas ini adalah yang dilakukan oleh negara-negara seperti China dan Vietnam. Ini yang membawa perekonomian mereka lebih terintegrasi ke dalam perekonomian dunia dan mendapatkan hasil dari sana,” kata Yose.
Anton Gunawan juga menilai, kemandirian ekonomi tidak diraih dengan cara mengusir investor asing. Akan tetapi dengan meningkatkan investasi domestik. “Investor domestik juga harus lebih tinggi, lebih banyak. Bukan kita mengusir investor asing. Tetapi lebih meningkatkan investor domestik untuk menjaga ketahanan dan kemandirian,” kata Anton.
Danang Girindrawardana berharap para paslon tidak mempolitisasi serikat pekerja. Sebab, politisasi serikat pekerja yang dapat berujung pada pemogokan kerja akan merugikan dunia usaha.