JAKARTA, KOMPAS — Meski penurunan laba tidak bisa dihindari, PT Pertamina (Persero) optimistis tetap untung tahun ini. Keputusan tidak menaikkan harga premium membuat Pertamina menanggung beban selisih harga keekonomian dan harga jual ke konsumen.
Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury menyatakan, laba 2018 akan turun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini karena harga solar bersubsidi dan premium tidak dinaikkan ketika harga minyak dunia terus naik melampaui harga patokan.
”Tentu laba akan berkurang. Angka proyeksinya tidak bisa kami publikasikan saat ini. Namun, yang pasti kami masih akan membukukan laba sampai akhir tahun,” ujarnya seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Laba bersih Pertamina 2017 mencapai 2,4 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Adapun tahun ini target laba bersih Pertamina masih sama dengan realisasi 2017.
Saat ini, harga minyak mentah jenis Brent telah menembus 84,98 dollar AS per barel. Harga ini jauh dibandingkan patokan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar 48 dollar AS per barel. Namun, Pahala enggan merinci beban keuangan yang ditanggung Pertamina di tengah kenaikan harga minyak dunia.
Sebelumnya, di Nusa Dua, Bali, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan, laba bersih Pertamina pada semester I-2018 tidak sampai Rp 5 triliun.
Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai keuangan Pertamina tidak akan tergerus signifikan. Pertamina tetap akan memperoleh keuntungan dari pemasukan industri hulu dan hilir.
”Walaupun pertamina tidak menaikkan harga BBM, pemerintah tetap menjaga keuangan perusahaan dari kerugian lewat pemberian subsidi,” ujarnya.
Dengan tidak menaikkan harga premium, Fahmy menilai Pertamina turut berperan menahan gejolak ekonomi nasional. ”Kalau harga premium naik, sudah dipastikan akan terjadi inflasi yang mengurangi daya beli masyarakat,” katanya.
Demi memperkuat industri hulu, Pertamina berminat mengelola blok minyak minyak dan gas bumi (migas) South East Mahakam dan Andika Bumi Kita.
Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan Pertamina terkait dua blok itu. Hasilnya, Pertamina akan melihat datanya. Pertamina dinilai berminat karena South East Mahakam dekat dengan blok Mahakam.