\'Hantu\' yang Tak Pernah Beranjak dari Raqqa
Meskipun telah setahun kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) kalah dan berhasil didepak keluar dari kota Raqqa, Suriah utara, warga sipil tetap trauma dan hidup dalam ketakutan. Mereka trauma akan pemboman yang terjadi hampir setiap hari.
"Setiap hari kami bangun dengan suara ledakan. Kami takut mengirim anak-anak kami ke sekolah karena tidak ada keamanan," kata Khaled al-Darwish, warga Kota Raqqa.
Pemerintahan brutal NIIS di Raqqa diakhiri pada Oktober 2017 setelah serangan darat selama sebulan oleh Pasukan Demokrat Suriah (SDF) pimpinan Kurdi yang didukung oleh serangan udara dari koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS). Meski ada banyak penghadang jalan di setiap sudut jalan, SDF dan Pasukan Keamanan Internal yang baru dibentuk terus berjuang membendung infiltrasi sel-sel NIIS.
Untuk mengurangi ancaman bahaya, di pintu masuk Kota Raqqa, tentara Suriah memeriksa siapa saja yang akan masuk kota itu. Mereka verifikasi dokumen, identitas pengemudi, dan dengan hati-hati mengecek isi muatan truk. Di dalam kota, ada patroli reguler dan kendaraan lapis baja yang ditempatkan di titik-titik strategis. Perempuan yang mengenakan cadar diminta untuk menunjukkan wajah mereka kepada anggota keamanan perempuan sebelum memasuki gedung-gedung publik.
"Jika tidak ada kekhawatiran NIIS akan kembali, maka tidak akan ada kehadiran militer yang meningkat seperti ini," kata Darwish, ayah dua anak, yang berbicara di dekat Paradise Square yang terkenal di Raqqa. Di Paradise Square inilah NIIS melakukan pemenggalan kepala dan hukuman brutal lainnya. Lokasi di persimpangan itu kini punya nama baru : "bundaran neraka".
Serangan masih ada
Meskipun mimpi buruk kekuasaan NIIS di Raqqa telah hilang, di sebagian besar wilayah kota masih terdapat banyak reruntuhan akibat dahsyatnya perang. Tak hanya itu, masih ada serangan bom yang terjadi hampir setiap hari atas pos-pos pemeriksaan dan kendaraan militer.
Meskipun mengalami serangkaian kekalahan besar dan NIIS terdepak kembali ke lokasi persembunyian mereka di gurun pasir, para anggota NIIS ini kadang-kadang menyerang wilayah yang dulu pernah mereka kuasai. Beberapa warga Raqqa mengatakan, pasukan keamanan baru yang ada di kota Raqqa kurang memiliki keahlian untuk mengatasi serangan NIIS ini.
"Kami lelah. Setiap hari kami tidak tahu apakah kami akan mati dalam ledakan bom atau kami bisa pulang ke rumah dengan selamat dan sehat," kata Abu Younes, yang duduk di supermarketnya tidak jauh dari Paradise Square.
"Tidak ada keamanan. Pasukan keamanan baru yang memblokade jalan tidak memenuhi kualifikasi dan ada banyak kelalaian. Ada kesalahan yang memungkinkan NIIS bisa menyusup ke kota dengan mudah dan melakukan serangan," keluh Younes.
Meskipun serangan berlanjut, kehidupan normal telah kembali ke kota Raqqa. Toko-toko telah dibuka kembali dan lalu lintas kembali normal di jalan-jalan utama meskipun terhambat oleh pos-pos pemeriksaan.
Di taman umum, anak-anak memanjat prosotan berwarna-warni dan berayun-ayun di ayunan, sementara ibu mereka duduk di bangku terdekat dan tetap waspada mengawasi situasi. Mereka berada di tengah sisa-sisa bangunan yang hancur karena serangan udara koalisi pimpinan AS.
Di dekat sana, Ahmed al-Mohammed (28) terdiam ketika mendengarkan teleponnya berdering. Seperti yang lain, dia tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya. "Kami takut anggota NIIS datang kembali ke kota," kata al-Mohammed. "Pasukan keamanan perlu memperketat cengkeraman mereka," katanya.
Mengklaim keberhasilan
Ahmed Khalaf yang memimpin Pasukan Keamanan Internal Raqqa, membela anak buahnya dan mengklaim keberhasilan melawan NIIS. Dia mengatakan bahwa patroli sangat terorganisir dan "sel operasi bersama" telah dibentuk baru-baru ini dengan pasukan koalisi untuk memantau keamanan kota.
"Baru-baru ini kami menangkap empat anggota NIIS. Itu adalah sel-sel NIIS yang mengambil bagian dalam serangan yang meneror kota. Kami terus melanjutkan penyelidikan untuk mengungkap sel-sel lain," kata Ahmed Khalaf. "Tujuan NIIS adalah untuk menghancurkan negara dan tidak membiarkan siapa pun hidup dengan aman," katanya.
Bagi Najla al-Ahmed (36), dia hanya menginginkan keamanan dan stabilitas untuk anak-anaknya."Mimpi buruk NIIS mengikuti kami ke mana saja. Kapan pun kami mencoba untuk beristirahat, ledakan mulai lagi," kata Najla al-Ahmed, seorang ibu yang sedang berbelanja dengan anak-anaknya. "Perang telah membuat kami lelah. Kami dan anak-anak kami. Ini telah menghancurkan masa depan kami," katanya. (AFP)