NEW YORK, SELASA — Sembilan negara anggota Dewan Keamanan PBB, yakni Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Peru, Swedia, Belanda, Polandia, Kuwait, dan Pantai Gading, Selasa (16/10/2018), mengajukan agenda pertemuan pada bulan ini untuk mendengarkan laporan hasil temuan tim pencari fakta PBB mengenai kekerasan militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya. Permintaan kesembilan negara itu kemungkinan akan ditentang China dan Rusia yang dekat dengan militer Myanmar. Kedua negara itu selama ini selalu melindungi Myanmar dari tindakan tegas Dewan Keamanan PBB.
Dalam surat pernyataan bersama, kesembilan negara itu meminta tim pencari fakta Myanmar menyampaikan hasil temuannya ke DK PBB agar mereka mengetahui kondisi Myanmar dan implikasinya pada keamanan dan perdamaian internasional.
Tim pencari fakta PBB mengeluarkan laporan, Agustus lalu, yang meminta DK PBB mengadukan situasi Myanmar ke Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, atau membentuk pengadilan kriminal internasional ad hoc seperti yang dilakukan pada saat menangani isu mantan Yugoslavia. Selain itu, laporan itu juga merekomendasikan kepada DK PBB agar memberlakukan embargo senjata dan sanksi terhadap Myanmar.
Tim pencari fakta PBB juga menyebutkan, jajaran petinggi militer Myanmar, termasuk Panglima Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan dihukum karena telah melakukan genosida di Negara Bagian Rakhine. Militer Myanmar membantah tuduhan militernya melakukan kekerasan tahun lalu yang membuat lebih dari 700.000 warga Rohingya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh.
Dalam surat terpisah kepada DK PBB, Duta Besar Myanmar Hau Do Suan mengatakan, pemerintahannya ”menolak keras” permintaan untuk mendengarkan paparan temuan tim pencari fakta. Myanmar menyatakan, laporan itu dibuat hanya berdasarkan pandangan dari satu sisi dan hanya berdasarkan karangan cerita belaka yang berdasarkan bukti fakta.
”Laporan itu malah akan memperburuk ketidakpercayaan dan polarisasi terhadap komunitas yang berbeda di Rakhine,” kata Hau Do Suan.
Dengan dukungan dari sembilan negara itu, China akan kesulitan menolak apalagi dengan adanya ketentuan voting. Untuk menyetujui usulan agenda pertemuan, dibutuhkan sembilan suara dan dalam proses ini tidak diperbolehkan ada veto.
China dan Rusia berpandangan laporan itu seharusnya disampaikan terlebih dahulu ke Komite Ketiga Sidang Umum PBB yang menangani isu hak asasi manusia.
Junta militer Myanmar masih bersikeras menyatakan, kekerasan di Rakhine itu dipicu kelompok ekstremis yang menyerang pos-pos penjagaan perbatasan pada Agustus 2017. Namun, tim pencari fakta menemukan fakta mendasar bahwa kekerasan itu sengaja dilakukan untuk menghancurkan Rohingya melalui pembunuhan massal dan pemerkosaan berkelompok.
Laporan itu juga menemukan fakta taktik militer Myanmar justru menjadi ancaman keamanan yang sebenarnya. Laporan itu juga menyebutkan, sedikitnya 10.000 orang yang tewas dalam kekerasan militer itu kemungkinan merupakan tokoh-tokoh konservatif.
Uni Eropa sedang mempertimbangkan akan memberikan sanksi perdagangan terhadap Myanmar karena krisis Rohingya ini. Bentuk sanksinya kemungkinan mencabut akses bebas tarif ke UE.
Sebelumnya, UE sudah memberlakukan larangan bepergian dan pembekuan aset kepada sejumlah petinggi militer Myanmar. Langkah itu juga sudah dilakukan AS dengan memberikan sanksi kepada empat pejabat militer dan polisi serta dua unit tentara Myanmar, Agustus lalu. (Reuters/AFP)