JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan pengiriman sampah melalui jalan tol di Bekasi Barat membuat Pemerintah Provinsi DKI harus mengatur strategi. DKI mengatur ulang pengiriman sampah ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang. Langkah ini diambil untuk menghindari penumpukan sampah di sejumlah tempat sehingga memunculkan dampak yang merugikan warga.
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja keras agar tidak terjadi penumpukan sampah terlalu banyak di Jakarta. ”Kami harus menata ulang pengiriman 1.300 truk sampah per hari karena ada jalur-jalur yang ditutup. Kami akan melakukan optimalisasi di titik-titik tertentu,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji, Kamis (18/10/2018).
Isnawa mengatakan, pembatasan jalur tol Bekasi Barat untuk truk sampah DKI Jakarta membuat jalur yang awalnya ada tiga berkurang menjadi dua jalur saja, yaitu Jalur Cipendawa dan Cibubur. Otomatis alur pembuangan sampah di DKI Jakarta terganggu. Ia menjanjikan akan berusaha agar hal itu tak sampai menimbulkan penumpukan sampah di dalam kota.
Menurut Isnawa, pihaknya terus berkoordinasi dengan pimpinan Dinas Perhubungan Kota Bekasi sejak adanya penghentian truk-truk sampah DKI Jakarta. Ia juga langsung menginstruksikan agar para pengemudi truk sampah mengikuti aturan yang diterapkan Pemerintah Kota Bekasi.
”Oke, kami akan patuhi yang lewat Bekasi Barat juga hanya yang truk compactor atau dari pukul 21.00 hingga 05.00 saja,” katanya.
Uang bau
Sekretaris Komisi A DPRD Kota Bekasi Solihin mengatakan, salah satu permasalahan utama yang membuat Pemerintah Kota Bekasi menghentikan truk sampah dari DKI adalah tak dipenuhinya janji bantuan keuangan.
”Tahun ini Bekasi ajukan dana hibah untuk beberapa pembangunan infrastruktur jalan Rp 500 miliar kepada DKI, tetapi tidak dipenuhi. Realisasi hanya Rp 202 miliar yang dianggarkan,” katanya.
Menurut Solihin, komunikasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu juga dinilai sulit terkait dana hibah tersebut. Atas masalah itu, Komisi A DPRD Kota Bekasi menggelar rapat evaluasi dan meminta adanya perubahan surat perjanjian kerja sama. Sebab, ia menilai perjanjian itu hanya merugikan warga Bekasi yang harus terganggu truk-truk sampah yang menyebarkan bau, air lindi, dan merusak jalan.
Solihin mengatakan, selain soal bantuan hibah, ada juga pelanggaran soal tonase sampah. ”Dari perjanjian, tonase sampah dari Jakarta itu hanya 3.000 ton per hari, tapi sekarang buktinya 7.000 ton sehari,” katanya.
Isnawa mengakui, tonase 3.000 ton sehari itu awalnya dengan perkiraan bahwa fasilitas pembakaran sampah (ITF) Sunter sudah beroperasi. Namun, saat ini, ITF masih dalam pembangunan. ”Ini sulit ya. Tonase ini perjanjian business to business, sedangkan perjanjian antarpemerintah berbeda,” katanya.