PM Inggris Theresa May belum menawarkan proposal konkret kepada Uni Eropa. Dia hanya menyebut kemungkinan perpanjangan masa transisi beberapa bulan. Kubu pro-Brexit menentang peluang perpanjangan ini.
BRUSSELS, KAMISDi tengah proses kesepakatan final dengan Uni Eropa, Perdana Menteri Inggris Theresa May memberi sinyal untuk mempertimbangkan perpanjangan masa transisi Brexit. Di dalam negeri, May menghadapi kritik karena penundaan dianggap merupakan pengkhianatan terhadap keputusan rakyat untuk keluar dari UE.
Dalam keterangan tentang kemungkinan perpanjangan periode transisi Brexit, PM May menyebutnya ”dalam beberapa bulan” (setelah Inggris resmi keluar dari kelompok UE). ”Namun, poinnya adalah hal ini diperkirakan tidak dipakai karena kita bekerja untuk memastikan hubungan kita berakhir sebelum pengujung tahun 2020,” tutur May di sela pertemuan puncak di Brussels, Beligia, Kamis (18/10/2018).
May tampak memanfaatkan forum ini guna menawarkan hal yang lebih lunak kepada mitra di UE setelah pertemuan bulan lalu berakhir dengan ketegangan.
Sebelum acara makan malam, PM May mendesak mitranya di UE untuk bekerja sama. ”Kita telah menunjukkan bahwa kita bisa mencapai kesepakatan yang sulit dengan konstruktif. Saya tetap yakin dengan hasil yang baik,” kata May kepada para pemimpin UE, sebagaimana dituturkan seorang pejabat Inggris. ”Tahap akhir memerlukan keberanian, kepercayaan, serta kepemimpinan di kedua pihak.”
Menurut ketentuan, Inggris akan keluar pada 29 Maret tahun depan, yang setelah itu dilanjutkan dengan masa transisi hingga 2020. Selama masa transisi, hubungan Inggris dan UE tidak sepenuhnya putus. Namun, menjelang Maret 2018, sejumlah hal krusial belum disepakati. Padahal, menurut tahapan yang telah disusun, kesepakatan final harus dicapai pada Oktober ini.
UE telah menyarankan perpanjangan transisi guna memberi waktu lebih lama dalam mencapai kesepakatan dagang serta menyelesaikan masalah perbatasan Irlandia Utara, yang merupakan bagian dari Inggris, dengan Irlandia. Bahkan, sejumlah anggota UE menyatakan, perpanjangan bisa lebih dari 21 bulan dengan mempertimbangkan Inggris yang sudah banyak mengalah dalam negosiasi.
Sejumlah anggota lain khawatir Inggris keluar dari kelompok tanpa kesepakatan. Dalam pertemuan di Brussels, May kembali gagal menawarkan proposal konkret sebagaimana yang diminta Presiden Dewan Eropa Donald Tusk.
Surat terbuka
Menyikapi pernyataan PM Inggris, pembela Brexit di Partai Konservatif melayangkan surat terbuka mengingatkan konsekuensi yang akan terjadi jika Inggris ”menyerah”. May tidak akan pernah dimaafkan, demikian isi surat yang ditandatangani antara lain oleh mantan Menlu Boris Johnson dan mantan Menteri Urusan Brexit David Davis.
Kritik terhadap May tak terbatas dari partainya atau kubu keras pro-Brexit. Partai Liberal Demokrat yang anti-Brexit juga berpendapat perpanjangan transisi adalah ”kemunduran yang memalukan”. ”Kesalahan atas kekacauan ini akan ditimpakan kepada perdana menteri,” ujar juru bicara partai, Tom Brake.
Harapan kecil
Sumber di UE mengatakan, para pemimpin sepakat melanjutkan perundingan pada November, tetapi bukan pertemuan khusus. Menurut sumber dari UE, draf perjanjian Brexit kemungkinan dibicarakan dalam pertemuan puncak pada Desember. Jika hal ini terjadi, waktunya terlalu pendek buat parlemen Inggris ataupun parlemen negara-negara UE untuk melakukan ratifikasi.
Sebelum pertemuan puncak, sejumlah pemimpin mempunyai harapan adanya hal baru. ”Saya tidak memperkirakan akan ada terobosan dan memang akhirnya tidak ada terobosan,” ucap Kanselir Austria Sebastian Kurz setelah acara makan malam, Rabu.
Pemimpin parlemen UE, Antonio Tajani, menyampaikan hal senada. Satu-satunya kemajuan ialah May ”tak menentang” perpanjangan masa transisi sebagaimana yang pernah ditawarkan UE. (AFP/AP/REUTERS/RET)