Di bawah tekanan, pemerintahan Perdana Menteri Australia Scott Morrison minggu ini secara diam-diam memindahkan beberapa keluarga pengungsi dari rumah tahanan di Nauru ke Australia. Keputusan itu diambil setelah Pengadilan Federal memerintahkan agar para pengungsi yang sakit parah dibawa ke Australia. Hal itu dilaporkan oleh Fairfax Media, Rabu (17/10/2018) silam.
Pemerintah tak bersedia mengungkapkan berapa keluarga yang telah dipindahkan dari tempat mereka ditahan dalam lima tahun terakhir ini. Namun, aktivis pengungsi Ian Rintoul mengatakan, 15 orang meninggalkan Nauru pada Senin (15/10/2018), tiga keluarga pada Selasa, dan beberapa orang lagi pada Rabu.
”Keputusan (pemindahan) dilakukan kasus per kasus, berdasarkan petunjuk petugas medis Commonwealth,” ujar seorang juru bicara untuk Menteri Imigrasi David Coleman kepada Fairfax Media. ”Pemindahan untuk pengobatan bukanlah jalan untuk menjadi penduduk Australia. Mereka akan dikembalikan ke Nauru atau Papua Niugini seusai pengobatan,” katanya menambahkan.
Sebanyak 15 orang meninggalkan Nauru pada Senin (15/10/2018), tiga keluarga pada Selasa, dan beberapa orang lagi pada Rabu.
Sebelumnya, Morrison mengatakan di parlemen, ”Kami akan terus melihat kasus demi kasus sesudah laporan kesehatan kami terima. Pemindahan dilakukan berdasarkan saran tersebut.”
Australia yang kerap diserbu pengungsi yang datang dengan perahu, termasuk dari Indonesia, telah memberlakukan kebijakan ketat sejak 2013 dengan mencegat mereka di tengah laut, dibantu personel militer.
Pemindahan dari Nauru dilakukan setelah beberapa anggota parlemen dari Partai Liberal secara terbuka meminta penahanan keluarga di Nauru diakhiri. Mereka telah melobi Morrison untuk melakukan intervensi.
Selain itu, warga yang akan mengikuti pemilihan sela di Wentworth, Sabtu (20/10/2018), juga menyampaikan keprihatinan mereka atas nasib pengungsi kanak-kanak di Nauru. Pemilihan di daerah pemilihan kecil di New South Wales ini sangat berarti bagi koalisi pendukung Morrison yang hanya unggul satu kursi di parlemen.
Menurut organisasi Dokter Lintas Batas (MSF), banyak anak menderita dan berada dalam kondisi ”setengah hidup”. Mereka tak bisa makan, minum, dan bahkan bicara.
Namun, Australia tampaknya belum mau menerima tawaran Selandia Baru yang bersedia menampung 150 pengungsi dari Nauru. Sebelumnya, Morrison mengatakan mau menerima tawaran itu jika Majelis Tinggi (Senat) mengesahkan undang-undang yang tidak memungkinkan ke-150 pengungsi itu memperoleh visa ke Australia jika mereka sudah tinggal di Selandia Baru.
Sampai Rabu kemarin Senat tak membahas undang-undang ini.
Pihak oposisi Partai Buru berpendapat larangan visa seumur hidup merupakan ide yang ”konyol” jika pemerintah menerima tawaran Selandia Baru.
Sentimen serupa disampaikan Winston Peters, Menteri Luar Negeri Selandia Baru, yang mengatakan pada Rabu bahwa hal itu akan menimbulkan ”warga negara kelas dua” yang tidak diperkenankan bepergian ke Australia.
Sampai akhir Juli masih 189 pengungsi ditahan di pusat pemrosesan pengungsi di Nauru. Ratusan keluarga pengungsi lainnya sudah terserap ke dalam lingkungan masyarakat Nauru dan Papua Niugini.
Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton melaporkan kepada parlemen bahwa sampai Rabu (17/10/2018) sebanyak 435 orang sudah dihunikan kembali di Amerika.