JAKARTA, KOMPAS — Industri perbankan mampu mengatasi dinamika ekonomi akibat berbagai ketidakpastian eksternal dan internal sepanjang tahun. PT Bank Negara Indonesia Tbk optimistis mampu meraih pencapaian laba bersih akhir tahun sesuai target awal, yakni di kisaran 13 persen hingga 15 persen.
Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo yakin kinerja positif perusahaan bisa tercapai di tengah pengetatan likuiditas yang bersumber dari ketidakpastian makroekonomi global. Perolehan laba bersih tersebut didorong pertumbuhan pendapatan bunga bersih disertai perbaikan kualitas aset.
”BNI tetap mampu menjaga likuiditas yang baik dengan ruang yang cukup untuk terus melanjutkan ekspansi kredit hingga akhir tahun 2018,” ujarnya berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Kompas, Kamis (18/10/2018).
BNI mampu mencatat pertumbuhan laba bersih yang mencapai 12,6 persen dari triwulan III-2017 sebesar Rp 10,16 triliun menjadi Rp 11,44 triliun pada triwulan III-2018. Faktor utama pendorong capaian ini adalah pertumbuhan kredit yang naik hingga 15,6 persen, atau yang dari periode sama tahun 2017 hanya Rp 421,41 triliun menjadi Rp 487,04 triliun.
Anggoro mengatakan, angka ini masih akan terus terjaga hingga akhir tahun mengingat PT BNI Tbk sendiri yang masih mengutamakan kualitas layanan perbankan. Pendukung pertumbuhan laba bersih BNI lainnya adalah pendapatan nonbunga yang tumbuh 6 persen, dari Rp 7,18 triliun pada triwulan III-2017 menjadi Rp 7,61 triliun pada triwulan III-2018.
”Ruang bagi BNI untuk menyalurkan kredit pun masih terbuka lebar, ditandai dengan likuiditas yang sehat, terlihat dari posisi loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 89 persen pada triwulan III-2018. Kondisi tersebut menegaskan bahwa BNI tetap mampu menjaga likuiditas yang baik,” ujar Anggoro.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) Tbk mencetak pertumbuhan kinerja positif dengan pertumbuhan laba pada triwulan III-2018 mencapai 19 persen secara tahunan menjadi Rp 1,62 triliun. Pertumbuhan laba dipicu kenaikan penyaluran kredit, penurunan biaya dana, dan pengetatan biaya operasional.
Total penyaluran kredit BTPN akhir September 2018 mencapai Rp 67,8 triliun. Nilai ini tumbuh 3 persen secara tahunan dari Rp 65,8 triliun. Adapun posisi rasio kredit bermasalah (NPL) per September 1,22 persen.
Direktur Utama BTPN Jerry Ng mengatakan, ketidakpastian global yang merembet pada ketidakpastian ekonomi dalam negeri turut berdampak pada industri perbankan. ”Tahun ini merupakan periode yang menantang. Dinamika ekonomi akibat berbagai faktor eksternal dan internal ikut memengaruhi bisnis bank,” ujarnya.
Namun, keberhasilan BTPN dalam memperketat biaya operasional membuat pihak bank tetap mampu mencatatkan kinerja positif. Jerry mengatakan, biaya operasional tercatat lebih rendah berkat optimalisasi platform digital.
”Transformasi dan inovasi teknologi digital yang dikembangkan sejak 2015 ini menjadikan BTPN lebih efisien dan kompetitif,” ujarnya.
Transformasi dan inovasi digital berhasil menekan biaya operasional rutin perusahaan sebesar 16 persen yoy dari Rp 3,03 triliun selama 9 bulan pertama 2017 menjadi Rp 2,55 triliun selama periode yang sama pada 2018.
Dari sisi likuiditas, BTPN tetap terjaga. Rasio pinjaman terhadap pendanaan atau loan to funding ratio (LFR) berada di posisi 87 persen, dengan rasio kecukupan modal sebesar 25 persen. ”Berbagai indikator keuangan ini menunjukkan kami bukan sekadar sehat dan kuat, juga ke depan mampu bertumbuh dengan sangat baik,” ujar Jerry.
Pergantian komisaris
PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) kemarin untuk membahas pergantian jajaran komisaris dan direksi. Dalam rapat ini, pemegang saham mengangkat Datuk Lim Hong Tat sebagai komisaris setelah menerima pengunduran diri Spencer Lee Tien Chye sebagai komisaris.
Dalam RUPLSB ini, pemegang saham menyetujui mengangkat dua direksi, yakni Widya Permana sebagai direktur serta Muhamadian sebagai direktur kepatuhan dan sebagai direktur independen.
Widya Permana sebelumnya menjabat sebagai Direktur Operasi dan Teknologi di Bank Sumitomo Mitsui Indonesia. Adapun Muhammadian sebelumnya berkarier di Bank ANZ Indonesia sebagai Executive Director, Compliance and Financial Crime.