PALU, KOMPAS - Aktivitas pendidikan di tiga daerah yang dilanda gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah hingga Jumat (19/10/2018) masih sangat terbatas. Sebagian besar siswa belajar di ruang terbuka yang panas.
Fasilitas lain, seperti buku pelajaran dan peralatan tulis, juga amat minim. Kondisi ini dikhawatirkan menurunkan semangat belajar siswa. Apalagi trauma terhadap kemungkinan adanya gempa susulan masih kuat.
Kepala SD Islam Al Akbar, Petobo, Kota Palu, Murnawati mengatakan, bencana alam menurunkan semangat belajar siswa. Mereka enggan belajar karena banyak ruang kelas tak layak lagi digunakan.
”Sejak seminggu terakhir, kami belajar di tenda darurat bersama siswa dari empat SD di Petobo lainnya. Panas dan berdesakan. Dari total siswa 200 anak, hanya sekitar 20 anak yang datang setiap hari,” kata Murnawati di sekolah posko pengungsian Petobo, Jumat.
Anwar (11), siswa SD Islam Al Akbar, mengatakan, sangat tidak nyaman belajar di pengungsian. Alasannya, tenda pengungsian panas dan pengap serta tak punya buku dan alat tulis. Banyak anak bingung harus belajar seperti apa karena tidak memiliki buku panduan.
”Jangankan mereka, kami saja bingung harus mengajar apa. Sekarang lebih banyak permainan dan belum masuk ke materi pendidikan formal. Jam pelajaran dimulai pukul 08.00 Wita dan selesai pukul 11.00,” kata Marlina, Kepala SD Negeri 1 Petobo.
Wakil Kepala SMP Negeri 21, Palu, Sawinah menilai, aktivitas belajar-mengajar ditentukan kecepatan pembangunan hunian sementara. Jika hunian sementara belum dibangun, dorongan orangtua agar anaknya kembali sekolah tak tumbuh. ”Perhatian orangtua masih fokus memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Apalagi, banyak sekolah rusak. Mereka cemas anaknya jadi korban jika ruang kelas runtuh,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Sulteng Irwan Lahace mengakui hal itu. Dia berharap pemulihan trauma mulai berjalan. ”Guru-guru diminta mengutamakan perbaikan psikososial siswa. Percuma belajar kalau rasa takut belum hilang,” katanya.
Meski begitu, kata Irwan, pihaknya tetap berupaya memfasilitasi kegiatan belajar lewat penyediaan tenda darurat. Kini ada tambahan 200 unit dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef). Saat ini, dari kebutuhan 1.000 tenda darurat, baru terpasang 20 unit.
Secara terpisah, di Belgia, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan rakyat Jepang yang telah membantu korban bencana gempa di Sulteng.
Hal itu disampaikan Kalla saat bertemu secara informal dengan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi ASEM Ke-12 di Brussels, Belgia, Kamis (18/10) sore waktu setempat.
”Kami bicara tentang hubungan selama ini dengan Jepang. Saya juga berterima kasih atas bantuan Jepang di Palu,” ujar Kalla seperti dilaporkan wartawan Kompas, Hamzirwan Hamid.
PM Abe juga menyampaikan niat Jepang untuk membantu lagi. Menurut Kalla, tawaran itu diterima dengan tangan terbuka. ”Mereka akan membantu apa yang dibutuhkan Indonesia. Saya bilang nanti setelah rehabilitasi akan dilihat lagi,” ujarnya.(CHE/IDO)