BANYUWANGI, KOMPAS - Sejumlah organisasi di bawah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama tak keberatan dengan pementasan Gandrung Sewu di Banyuwangi, Jawa Timur. Gandrung Sewu tetap digelar di Pantai Boom, Minggu (21/10/2018), meski ditolak sekelompok masyarakat.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Banyuwangi Anacleto da Silva menjamin warga tetap dapat menyaksikan gelaran Gandrung Sewu dengan aman dan nyaman. "Gandrung Sewu agenda resmi pemerintah daerah. Bagaimanapun caranya, kami akan menjaga dan mendukung suksesnya acara," ujar da Silva, Jumat (19/10/2018).
Gandrung Sewu adalah pagelaran tari gandrung kolosal. Setiap tahun digelar di Pantai Boom Banyuwangi. Ribuan penari terlibat. Kini, gandrung sewu juga bagian dari gerakan melestarikan seni tradisional.
Tahun ini, pergelaran Gandrung Sewu memasuki tahun kedelapan. Namun, baru kali ini mendapat penolakan, salah satunya Front Pembela Islam Banyuwangi. Penolakan terungkap dalam surat 004/SK/DPW-FPI Banyuwangi/II/1440. Dalam surat seruan itu dilampirkan draf surat penolakan kepada bupati.
Penolakan itu ditanggapi sejumlah lembaga di bawah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Banyuwangi. Lembaga itu di antaranya Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Lembaga Bahtsul Masail, serta Lembaga Seni Budaya Muslim.
Diwakili Ketua Lakpesdam PCNU Banyuwangi Zainal Mustofa, mereka menyampaikan menghargai pandangan menolak gelaran itu. Namun, sekaligus menyayangkan karena terkesan memaksakan pemahaman.
"Sebuah pemahaman keagamaan apapun tidak boleh dipaksakan menjadi pemahaman bersama. Lebih-lebih dipaksakandijadikan sebuah kebijakan di pemerintahan," ujar Mustofa.
Ia juga mengajak semua elemen bangsa terus melakukan kajian dan edukasi, sehingga perbedaan pandangan agama maupun antaragama tidak memicu konflik dan alat provokasi. Seluruh elemen masyarakat diajak meningkatkan nilai toleransi.
Untuk suksesnya acara, Satpol PP Banyuwangi akan menyiagakan 300 personel di sekitar lokasi pagelaran. Penjagaan akan dilakukan sejak Jumat sore. Warga diajak menyukseskan acara itu.
Tahun politik
Di tempat terpisah, Wiwin Indrawati, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas PGRI Banyuwangi mengatakan, isu-isu yang mempertentangkan kebudayaan dan agama marak di tahun politik. Isu itu sebenarnya tidak sedang membicarakan kebudayaan ataupun agama.
”Pertentangan itu upaya menjebak orang untuk masing-masing bersikukuh dari sudut pandang agama dan atau kebudayaan. Ketika semua berkomentar tentang Gandrung dari sudut pandang kebudayaan atau agama, maka pihak-pihak yang berkepentingan justru akan memperoleh peta kekuatan dari sudut pandang yang diposisikan secara dikotomis itu,” ungkapnya.
Polemik Gandrung Sewu ini persis seperti membaca peristiwa perusakan ritual sedekah laut di Bantul. Peristiwa ini ”testing the water” atau menghitung kekuatan. Wiwin mengimbau masyarakat tak perlu menanggapi isu ini secara berlebihan.