Dunia Seimbang Anisa
Dunia Anisa Nastiti berputar cepat. |Di usia muda, perempuan berdarah Jawa-Sumatera Utara-Aceh ini memiliki enam anak sembari menempuh kuliah di Australia. Kehidupannya sempat terbelah antara panggilan merawat keluarga dan obsesi bekerja kreatif. Dengan kekuatan hati, ia mendobrak rasa takut dan kembali menemukan keseimbangan.
Wajah Anisa (32) tampak letih. Hampir sepekan ia kurang tidur. Pekan-pekan lalu merupakan hari-hari amat padat bagi Anisa. Ia harus memastikan pergelaran pembukaan dan penutupan acara Asian Para Games 2018 terselenggara dengan sempurna.
Di sela-sela jadwalnya yang padat, kami berbincang pada akhir pekan lalu di ruang kerja bersama di gedung Gelora Bung Karno Arena, Jakarta. ”Ini hasil kerja bersama, bukan cuma karya saya,” kata Anisa soal pentas pembukaan dan penutupan Asian Para Games (APG) 2018 yang digarap tim kreatif gabungan.
Ada nama-nama seperti Jay Subiakto sebagai associate creative director dan set designer, Andi Riyanto sebagai pengarah musik, dan Chitra Subyakto sebagai desainer kostum.
Anisa sendiri berperan sebagai kepala kajian kreatif di Panitia Penyelenggara Asian Para Games Indonesia (Inapgoc). Dialah yang membuat kajian tentang konsep kreatif yang akan diproduksi. ”Saya masuk diminta membuat kajian tentang konsep apa yang mau dibuat untuk opening dan closing ceremony. Saya masuk dari nol, benar-benar dikasih kertas kosong,” ujarnya.
Terpilih untuk membuat konsep dan kajian acara APG tidaklah mudah. Anisa harus memikirkan konsep yang tepat untuk menggambarkan sisi kemanusiaan, kekuatan, dan keajaiban penyandang disabilitas dalam kemasan Indonesia.
Anisa mengakui, inilah persinggungan pertamanya dengan APG. Sebelumnya, perempuan kelahiran Surabaya ini bahkan sama sekali tidak tahu-menahu tentang APG. Belakangan, ia tahu bahwa APG adalah pesta
olahraga bagi penyandang disabilitas. ”Saya merasa tertantang di situ. Bagi saya, ini adalah suatu proyek kemanusiaan,” ungkap Anisa.
Anisa kemudian membuat kajian untuk bisa mengomunikasikan pesan kemanusiaan yang ingin disampaikan. Selama beberapa bulan, ia memperdalam keterlibatannya dengan teman-teman disabilitas. Ia menemui anak kecil penyandang tunanetra yang mempunyai kemampuan bermusik luar biasa. Ia juga berkenalan dengan seorang pemuda tanpa tangan yang menekuni profesi sebagai fotografer, dan lain sebagainya.
Pertemuan-pertemuan itu mengguncang Anisa. ”Saya yang tadinya sama seperti kebanyakan orang, memandang mereka dengan kasihan, terenyak karena mereka sama sekali tidak perlu dikasihani. Mereka itu sebuah keajaiban, jauh melebihi kita yang dianggap sempurna. Keajaiban itu yang seharunya menginspirasi kita semua,” tutur
Anisa.
Pesan tentang keajaiban itulah yang kemudian diangkat Anisa menjadi tema besar dalam garapan kreatifnya. Ia memunculkan Komodo dan Borobudur—dua keajaiban dunia dari Indonesia yang diakui UNESCO—sebagai simbol-simbol keajaiban penyandang disabilitas.
Setiap kali ditanya mengapa ada komodo dalam karyanya, dengan bersemangat dan mata berbinar Anisa tegas menjawab. ”Sebab mereka itu (disabilitas) adalah keajaiban!” kata Anisa.
Keajaiban
Ia mengemas keajaiban itu dengan menampilkan keberagaman Indonesia dari sisi religi, budaya, dan aspek lainnya. Hal ini ditampilkan dalam rangkaian cerita tentang laut. Latar belakang panggung berbentuk ombak besar menjadi tempat tim kreatif menampilkan video-video tentang Indonesia dan keajaiban penyandang disabilitas.
Di pesta pembukaan, Anisa menyampaikan pesan bertema ”We Are One To Cut ’Dis’ Out”. ’Dis’ yang dimaksud adalah anggapan tentang ketidakmampuan, ketidakberanian, anggapan tidak berharga, tidak bernilai, dan pandangan miring lainnya tentang penyandang disabilitas. ”Saya ingin mengajak kita semua untuk membuang diskriminasi terhadap mereka,” tuturnya.
Dari pergaulannya dengan penyandang disabilitas, Anisa menemukan, banyak diskriminasi yang dialami mereka. Diskriminasi dilakukan pada setiap level masyarakat, mulai dari tetangga, teman, hingga pengambil keputusan di perusahaan besar. Banyak penyandang disabilitas tidak diterima bekerja, meski mereka mampu, karena tidak memiliki tangan, kaki, atau tunanetra dan tunarungu.
”Kemampuan dan kecerdasan mereka diragukan hanya karena kondisi mereka berbeda,” kata Anisa. Setiap kali berbicara tentang penyandang disabilitas, ia tidak kuasa menahan tangis. Anisa menangis bukan karena kasihan, melainkan terharu dengan kekuatan batin para penyandang disabilitas.
Para penyandang disabilitas ini tidak gentar untuk terus maju menjalani hidup sebaik mungkin, hingga menciptakan prestasi yang bahkan tidak mampu diraih mereka yang bertubuh lengkap. APG yang digelar selama sepekan di Jakarta, 6-13 Oktober 2018, menjadi bukti kekuatan dan keajaiban para penyandang disabilitas tersebut.
Ajang kompetisi olahraga itu juga menjadi momen bagi penyandang disabilitas di Indonesia untuk menyuarakan kesetaraan hak bagi mereka.
Bagi Anisa, pergelaran APG menjadi salah satu titik balik dalam hidupnya. Ia bersyukur mendapat kepercayaan sebagai salah satu penggagas konsep pembukaan dan penutupan APG. Pertemuan-pertemuannya dengan penyandang disabilitas membuat ia lebih mensyukuri perjalanan hidup yang ia lalui.
Ia kemudian bercerita tentang perkenalannya pertama kali dengan dunia kreatif, hingga mendirikan TMCompany bersama suaminya, Aulia Mahariza.
Cinta seni
Sejak kecil, perempuan kelahiran Surabaya, 5 Maret 1986, ini sangat tertarik dengan dunia seni. ”Nilai-nilai ujian saya di bidang seni selalu bagus sejak SD (sekolah dasar) ha-ha-ha....,” ujarnya.
Kecintaan pada seni membuat Anisa memilih bersekolah di Australia setelah lulus SMA di Jakarta. Namun, sebelum berangkat studi ke ”Negeri Kangguru” itu, Anisa menikah dan langsung hamil. ”Saya kuliah sambil hamil. Berat. tetapi saya nikmati saja,” ujarnya.
Ketika hendak melahirkan, Anisa pulang ke Indonesia. Seusai beberapa bulan mengasuh bayinya, Anisa kembali ke Australia untuk sekolah. Ia menitipkan bayinya kepada suami dan orangtuanya. Hal itu berulang hingga enam kali karena ia melahirkan enam anak.
Batinnya bergelut hebat. Sebagai ibu, ia dirundung rasa bersalah karena berada jauh dari anak-anaknya. Ibunya pernah meminta Anisa pindah sekolah di Jakarta agar bisa sembari mengurus anak. Namun, ia menolak. ”Saya sudah membayar mahal dan jurusan yang saya geluti tidak ada di Indonesia waktu itu,” kata Anisa yang mengambil fakultas seni di salah satu universitas ternama di Australia.
Di perantauan, Anisa harus menghidupi dirinya dengan menjadi asisten rumah tangga. ”Saya momong anak orang, nyikat WC, mencuci piring, semua pekerjaan kasar saya jalani,” kata Anisa.
Pekerjaan itu menyelamatkan kuliahnya. Lulus setelah 5,5 tahun kuliah, Anisa kembali ke Indonesia. Demi bekerja di dunia kreatif, ia meminta diajak kerja di tempat shooting. ”Kata teman cuma ada kerjaan gulung kabel dan awasi colokan listrik aja,” ujar Anisa.
Pada lain kesempatan, ia bisa memperkuat tim kreatif. Anisa pun sempat bekerja di beberapa stasiun televisi sebelum akhirnya memutuskan kerja lepas di beberapa rumah produksi.
Dunia kreatif bisa sangat kejam. Persaingan di dalamnya sempat membuat ia terpuruk. ”Setiap kali ada yang bicara buruk tentang karya saya atau saya sebagai pribadi, membuat saya sangat kepikiran. Omongan buruk itu dulu menakutkan bagi saya,” ucapnya.
Ia merasakan sulitnya merintis jalan di dunia kreatif. Ia pernah ditipu, tidak dibayar, hingga keluarganya sulit makan layak. Kesedihan toh membuat ia bangkit. Tekad kuat membuat Anisa mampu menghadapi ketakutan tadi yang akhirnya membawa ia sukses hingga sekarang.
Sebelum menggarap APG, Anisa telah dipercaya perusahaan besar untuk menciptakan karya berupa iklan produk, video profil perusahaan, branding, dan lain-lain. Kini, ia membesarkan TMCompany yang sudah ia dirikan sejak 2005.
Kesempatan menggarap APG menyadarkan Anisa untuk selalu bersyukur. ”Saya selalu berdoa agar rezeki dari Tuhan bisa bermanfaat untuk orang banyak.”
Anisa Nastiti
Lahir: Surabaya, 5 Maret 1986
Pendidikan: lulus jurusan seni di salah satu universitas di Australia
Pekerjaan saat ini:
- Vice President and Business Director TMCompany.id
- Freelance TVC Director/sutradara iklan
- Creative freelancer
- Producer freelancer
Pengalaman kerja, antara lain:
- Creative Director Visindotama, 2009-2013
- Product Manager Loftez.com, Faims Media, 2014-2015
- Marcomm Director Kioson, 2015