Gajah sumatera berkeliaran di hamparan lahan ditumbuhi pepohonan rindang di antara perbukitan bermandikan cahaya matahari. Dentum langkah gajah berpadu kicau burung dan pekikan siamang di kejauhan. Itulah suasana di Barumun Nagari Wildlife Sanctuary di Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Terasa seperti di alam liar.
Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) adalah tempat rehabilitasi, pengembangbiakan, dan penyelamatan gajah dan harimau sumatera di sebuah desa di pinggir hutan Suaka Margasatwa Barumun di Desa Batu Nanggar, Kecamatan Batang Onang, Padang Lawas. Kawasan sekitar 320 hektar lahan itu kini dibuka untuk wisatawan minat khusus satwa dan lingkungan.
”Kami ingin semakin banyak orang menyadari ancaman yang dihadapi satwa dan semakin banyak yang peduli konservasi lingkungan hidup,” kata pendiri BNWS Kasim Wijaya, pertengahan Agustus lalu.
Sejak didirikan Mei 2015, BNWS sudah merehabilitasi 12 gajah jinak berusia 22-45 tahun yang sebelumnya ada di sejumlah tempat rehabilitasi dan latihan gajah. Sebagian gajah itu sebelumnya mal nutrisi, buta, dan terluka. Setelah tiga tahun direhabilitasi, kesehatan gajah membaik.
Pada Juni dan Juli 2018, tiga induk gajah melahirkan tiga bayi bernama Fitri, Sutan, dan Uli. Kasim menunjukkan induk dan anak gajah di kandang perawatan. Di kandang itu, dua turis asing mengamati tingkah bayi gajah yang bermain, menyusu, dan makan bersama induknya.
Kelahiran tiga anak gajah itu menambah daya tarik BNWS sebagai tujuan wisata minat khusus. ”Kelahiran ini sangat penting di tengah sulitnya mengembangbiakkan gajah di tempat rehabilitasi. Kunci rehabilitasi ini mendekatkan gajah dengan suasana habitat di alam liar,” kata Kasim.
Saat ini, BNWS dirancang sebagai tujuan wisata minat khusus. Selain untuk menambah biaya operasional pemeliharaan satwa, wisatawan diterima datang dengan alasan edukasi.
Berkunjung ke BNWS dirancang tak sekadar datang dan melihat-lihat satwa seperti di kebun binatang. Pengelola menyiapkan kegiatan menarik untuk membangun hubungan emosional pengunjung dengan satwa dan lingkungan. Para pengunjung diajak bangun pagi membersihkan kandang, mengangon gajah ke padang penggembalaan, mengelus, dan memandikan gajah.
Pengunjung pun ikut meramu suplemen dan vitamin gajah dari kacang hijau, kacang merah, pulut hitam, pulut putih, dan jagung. Mereka juga membuat jamu dari temulawak, kunyit, dan gula merah. ”Setelah beraktivitas seharian, ada saja pengunjung yang belum puas dan ingin mengamati perilaku gajah hingga larut malam,” kata Kasim.
Selain beraktivitas bersama gajah, aktivitas wajib di BNWS adalah menengok rehabilitasi dua harimau sumatera yang berjarak sekitar 3 kilometer dari kandang gajah. Setelah melewati jalan tanah berbatu, tampak kandang berpagar besi berukuran 30 meter x 70 meter dengan tinggi pagar sekitar 6 meter.
Bau amis khas harimau terasa beberapa meter sebelum sampai di kandang. Kandang itu terdiri dari kandang terbuka dan kandang beton. Pengunjung diajak naik ke atas kandang beton untuk melihat harimau dari atas kandang yang dibatasi jeruji besi.
Saat itu, harimau jantan bernama Monang sedang di kandang beton itu. Melihat manusia, Monang mengaum keras, terlihat taringnya. Para pengunjung gemetaran. ”Naluri liar harimau ini masih sangat kuat,” kata Kasim.
Seekor harimau betina lainnya bernama Gadis ada di kandang terbuka. Monang dan Gadis korban perburuan. Gadis terjerat pemburu tahun 2015 di ladang warga di Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, penyangga Taman Nasional Batang Gadis. Kaki kanan depan Gadis diamputasi, membusuk akibat jerat pemburu.
Adapun Monang ditemukan terjerat di Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun, tahun 2017. Kaki Monang disembuhkan. Tim medis juga mengambil kawat lain yang lama tertanam di kaki.
”Dua harimau ini gambaran betapa hebat tekanan perburuan yang dihadapi harimau sumatera. Keduanya setahun hidup bersama di BNWS. Saat ini, Gadis bunting,” kata Kasim.
Tiba musim berahi, beberapa kali petugas BNWS melihat harimau liar berada di sekitar kandang harimau. Karena itu, mereka selalu berhati-hati dan selalu mendampingi wisatawan saat berkunjung.
Keindahan kawasan
Penjelajahan di Barumun semakin lengkap dengan mengitari kawasan yang masih sangat indah. Jalannya masih tanah berbatu. Di rerimbunan pohon tampak siamang melompat dari satu dahan ke dahan lainnya. Di perjalanan, pengunjung juga menikmati keindahan taman bunga.
Salah satu destinasi menarik lain di Barumun adalah Danau Tasik atau Danau Kasih Barumun seluas 23 hektar. Dari atas perbukitan tenang memandang danau hijau. Burung-burung terbang mengitari danau, beberapa singgah di tepian. ”Jika beruntung, kita bisa melihat rusa minum di danau,” kata Kasim.
Menurut dia, BNWS bukan untuk wisata massal. Jumlah pengunjung 2-5 orang per minggu yang didominasi dokter hewan dan pencinta satwa dari luar negeri. Untuk menikmati perjalanan dan petualangan di BNWS, pengunjung bisa menghubungi kontak di barumunnagari.com. Petugas dari BNWS akan menjemput wisatawan dari Kota Padang Sidimpuan yang berjarak 32 kilometer dari BNWS.
Padang Sidimpuan sekitar 390 kilometer di selatan Kota Medan yang bisa ditempuh 10 jam perjalanan darat. Sidimpuan juga bisa ditempuh dengan penerbangan ke Bandara Aek Godang di Padang Lawas Utara, Bandara Dr Ferdinand Lumban Tobing di Tapanuli Tengah, atau Bandara Silangit di Tapanuli Utara.
Penerbangan langsung dari Jakarta ke Silangit pun tersedia. Dengan Rp 900.000 per orang per hari, pengunjung dapat fasilitas penjemputan dari Padang Sidimpuan, mobil jip jelajah, pemandu, makanan, dan penginapan di kawasan BNWS. ”Ini membantu biaya operasional BNWS Rp 5 juta per hari,” kata Kasim.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara Hotmauli Sianturi mengatakan, model pemeliharaan gajah di Barumun tergolong berhasil dibandingkan pemeliharaan gajah di tempat lain. Gajah-gajah tampak lebih sehat dan gemuk.
Populasi gajah sumatera di alam liar kini terancam punah. Ancaman terbesar yang dihadapi gajah adalah perburuan dan rusaknya habitat karena ekspansi perkebunan masif yang merambah wilayah jelajah gajah.