Ahed Tamimi, dari Penjara Israel ke Panggung Selebritas Internasional
Masih ingat Ahed Tamimi, perempuan remaja Palestina yang tahun lalu menarik perhatian dunia saat dipenjara Israel karena menampar seorang tentara Israel? Kini, kurang dari tiga bulan setelah bebas dari penjara Israel, ia sudah seperti Duta Internasional Palestina, berkeliling dari satu negara ke negara lain, dijamu para pemimpin, dan bertemu dengan tokoh dunia.
Secara tidak langsung, keputusan Israel memenjarakan Tamimi pada 19 Desember 2017 dengan harapan bisa membungkamnya justru telah menciptakan aktivis remaja Palestina itu menjadi selebritas internasional. Tamimi berkeliling dunia ke beberapa negara, dijamu oleh presiden Tunisia, Jordania, Turki, hingga menjadi tamu kehormatan klub Real Madrid.
Hanya kurang dari tiga bulan setelah keluar dari penjara, Tamimi malang-melintang di Eropa dan Timur Tengah, menjadi superstar kampanye melawan pendudukan Israel. Tamimi juga menjadi pembicara di hadapan banyak penggemarnya.
Tentu saja, sambutan dunia pada kehadiran Tamimi itu mengecewakan para pejabat Israel, sekaligus membuat banyak orang bertanya: apakah Israel dulu salah dalam menangani kasus Tamimi ini. "Seharusnya kami bisa saja lebih pandai menangani kasusnya," kata Yoaz Hendel, komentator media dan mantan juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Tamimi mendapat perhatian internasional tahun lalu ketika pada 15 Desember 2017 dia berhadapan dengan seorang tentara Israel di depan rumahnya di desa Nabi Saleh, Tepi Barat. Dia menendang dan menampar tentara Israel itu dan kemudian bersiap menghadapi tentara Israel yang kedua. Aksinya itu direkam dengan video oleh sepupunya. Video itu menyebar dengan cepat di media sosial.
Keluarga besar Tamimi telah lama berada dalam pantauan radar Israel. Desa Nabi Saleh merupakan tempat tinggal bagi sekitar 600 penduduk yang sebagian besar adalah anggota keluarga Tamimi. Selama bertahun-tahun, mereka menggelar aksi protes mingguan terhadap perluasan permukiman Israel di dekat desa mereka. Kadang-kadang protes itu berubah menjadi ajang lemparan batu yang mendorong pasukan Israel merespons dengan gas air mata, peluru karet, atau tembakan.
Bagi Israel, keluarga Tamimi adalah kelompok provokator yang berniat memanipulasi media untuk mencederai citra Israel. Seorang sepupu Ahed Tamimi, yakni Ahlam Tamimi, terlibat dalam insiden pengeboman bunuh diri. Di antara warga Palestina, keluarga Tamimi dipandang sebagai pahlawan pemberani dalam melawan Israel.
Keputusan Israel memenjarakan Tamimi pada 19 Desember 2017 dengan harapan bisa membungkamnya justru telah menciptakan aktivis remaja Palestina itu menjadi selebritas internasional.
Tidak ada pihak yang mengantisipasi dampak dari aksi protes mingguan pada Desember 2017 itu. Pihak militer Israel mengatakan bahwa mereka telah bergerak pindah setelah penduduk desa mulai melemparkan batu ke arah pasukan Israel. Dalam video itu, Tamimi dan sepupunya, Nour, berjalan menuju dua tentara Israel. Tamimi meminta tentara Israel itu agar pergi, mendorong, menendang mereka, dan menampar salah satu dari mereka.
Ketika sepupunya merekam aksi Tamimi dengan video di telepon selulernya, ibu Tamimi, Nariman, tiba di sana. Nariman pun melangkah di antara Ahed Tamimi dan kedua tentara Israel itu. Dia juga mencoba mendorong tentara Israel itu, namun tentara Israel tak menanggapi. Ahed Tamimi mengatakan, ia marah pada tentara Israel karena telah menembak wajah sepupunya dengan peluru karet.
Ketika video aksi Ahed Tamimi itu tersebar di media sosial, warga Palestina menyebut Tamimi sebagai pahlawan. Kartun, poster, dan mural menggambarkannya seperti karakter Joan of Arc, yang menghadapi militer Israel dengan rambut ikal pirangnya yang panjang yang tertiup angin.
Di Israel, insiden itu memicu kegemparan. Sementara militer Israel memuji tentaranya karena bisa menahan diri menghadapi Tamimi. Namun, para politisi Israel merasa bahwa tentara Israel telah dipermalukan. Mereka menyerukan perlu tindakan keras terhadap Tamimi. Beberapa hari kemudian, dalam serangan malam, pasukan Israel memasuki rumah Tamimi. Mereka membawa Tamimi dan ibunya pergi. Keduanya dijatuhi hukuman penjara delapan bulan.
Israel secara tradisional terobsesi untuk mempertahankan citranya dengan membuat istilah "hasbara", yang secara kasar bisa diterjemahkan sebagai hubungan masyarakat. Tetapi, ketika Israel bergerak ke arah semakin kanan di bawah kekuasaan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu selama satu dasawarsa, citra hangat itu digantikan dengan langkah konfrontasi.
Netanyahu kini jarang berbicara kepada media. Dia menilai para wartawan melakukan peliputan yang tidak adil. Di bawah pemerintahan Netanyahu, Israel mencoba melemahkan kelompok-kelompok advokasi liberal yang kritis terhadap kebijakannya, seperti menahan pengritik Yahudi Amerika di bandara untuk diinterogasi dan melarang mereka yang memboikot Israel untuk masuk Israel.
Israel juga mengusir seorang perempuan Amerika yang akan belajar di sebuah universitas Israel dan menuduhnya sebagai aktivis boikot. Perempuan itu ditahan selama dua minggu sampai Mahkamah Agung Israel membatalkan perintah pengusiran. Meskipun didukung warga Israel, kebijakan-kebijakan tersebut berisiko menjadi bumerang bagi Israel di panggung internasional.
Berkeliling dunia
Beberapa minggu setelah dibebaskan dari penjara Israel, Tamimi mulai berkeliling ke Perancis, Spanyol, Yunani, Tunisia, dan Jordania. Di setiap negara itu, Tamimi disambut banyak orang yang bersorak mendukung perjuangannya.
Saya tidak suka hidup sebagai selebriti. Ini bukan kehidupan yang mudah untuk dijalani.
"Saya tidak suka hidup sebagai selebriti. Ini bukan kehidupan yang mudah untuk dijalani. Saya lelah," katanya dalam wawancara telepon dari Amman, ibu kota Jordania. "Tetapi, yang saya sukai adalah saya bisa menyampaikan pesan dari bangsa saya. Itu membuat saya merasa bangga," kata Tamimi.
Dia memulai perjalanannya berkeliling pada 14 September 2018 di Paris, Perancis. Di kota ini, Tamimi berpartisipasi dalam aksi "Kemanusiaan" Partai Komunis. Festival akhir pekan yang begitu populer itu menghadirkan para bintang rock, rap, sejumlah artis, dan selebriti lainnya.
Pada hari terakhir festival, Tamimi bicara kepada ribuan pendukungnya. Ia juga melakukan perjalanan ke kota-kota lain di sekitar Perancis atas undangan Asosiasi Solidaritas Palestina Perancis.
Di Yunani, Tamimi menjadi tokoh utama dalam perayaan 100 tahun Partai Komunis Yunani, KKE. Di hadapan ribuan orang, pidato Tamimi beberapa kali diselingi tepuk tangan panjang dan teriakan "kebebasan untuk Palestina".
"Dukungan Anda sangat berarti bagi saya. Ini memberi saya dorongan besar untuk kembali ke tanah air saya dan melanjutkan perjuangan dengan penuh semangat melawan pendudukan," kata Tamimi. "Orang-orang bebas bersatu untuk menghadapi kapitalisme, imperialisme, dan kolonisasi. Kami bukan korban. Kami pejuang kemerdekaan," lanjut dia.
Keluarga Tamimi juga diundang sebagai tamu resmi Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi untuk menandai peringatan 33 tahun pengeboman Israel di markas besar Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Pada upacara tersebut, Essebsi memberi Tamimi patung merpati perak yang berdiri di batang pohon zaitun.
Menurut Bassem Tamimi, ayah Ahed Tamimi yang menemaninya berkeliling, pertemuan dengan Raja Jordania Abdullah II dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga akan dilakukan.
Di Champs-Elysees di Paris, ratusan orang mengantre ingin berbicara dengan Ahed Tamimi dan berfoto dengannya. Hal yang sama terjadi di kota-kota lain yang dikunjungi keluarga. Tamimi pun baru-baru ini membuat akun dan menulis kisahnya saat di penjara untuk majalah mode populer, Vogue Arabia, edisi Timur Tengah.
"Saya ingin menjadi remaja biasa berusia 17 tahun. Saya suka pakaian, saya suka rias wajah. Saya bangun di pagi hari, memeriksa Instagram saya, sarapan pagi dan berjalan di perbukitan di sekitar desa. Teapi saya bukan remaja normal," tulis Tamimi.
Para pejabat Israel tetap diam selama Tamimi berkeliling dunia. Tamimi pun disambut baik di klub raksasa Spanyol, Real Madrid. Di klub ini, dia bertemu dengan mantan striker legendaris Emilio Butragueno dan menerima kostum tim Real Madrid yang bertuliskan nama Tamimi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Israel Emmanuel Nahshon dalam Twitternya menyebut sambutan tim untuk Tamimi itu "memalukan". "Akan salah secara moral untuk tetap diam sementara seseorang menghasut kebencian dan kekerasan yang berlangsung dalam tur kemenangan seolah-olah dia adalah seorang bintang rock," demikian tulis Nahshon.
Israel menghadapi dilema. Jika mereka menanggapi aksi Tamimi, hal itu justru menarik lebih banyak perhatian.
Investigasi rahasia
Michael Oren, Deputi Menteri Israel untuk Diplomasi Publik dan mantan Duta Besar Israel untuk Amerika Serikat, mendapat pelajaran pahit ketika dia mengakui awal tahun ini memimpin investigasi rahasia, apakah keluarga Tamimi adalah warga Palestina "asli".
Dia mengatakan sedikit gambaran tentang keluarga Tamimi: berpakaian ala Barat dan memiliki sejarah panjang berhadapan dengan pasukan Israel, menunjukkan bahwa mereka benar-benar membayar provokator untuk merusak citra Israel. Penyelidikan Israel menyimpulkan bahwa keluarga Tamimi tersebut memang benar-benar mendorong olok-olok dan tuduhan rasis.
Tamimi mencerminkan perubahan sentimen Palestina. Ketika generasi pemimpin politik yang lebih tua melakukan perjuangan bersenjata atau solusi dua negara dengan Israel, banyak orang muda Palestina terlihat apatis dengan proses perdamaian yang telah lama terhenti dan sebaliknya memilih satu negara dimana warga Yahudi dan Arab hidup setara.
"Israel tidak senang karena Tamimi memberitakan kepada dunia, bagaimana tidak adilnya pendudukan dan betapa absurdnya sistem hukum mereka," kata Diana Buttu, mantan penasehat hukum untuk Otoritas Palestina. "Sebaliknya, Israel ingin agar warga Palestina taat dan hanya diam dalam menghadapi penolakan kemerdekaan. Ahed menunjukkan bahwa hal itu tidak akan terjadi, termasuk dengan generasi saat ini."
Hukum internasional adalah alat yang kuat untuk membela rakyat saya. Kami berada di bawah pendudukan, dan kami harus bergantung pada hukum internasional untuk mendapatkan dukungan dunia.
Hendel, mantan juru bicara pemerintah Israel, mengatakan bahwa dia awalnya mendukung respons Israel terhadap insiden penamparan yang dilakukan Tamimi. Namun, kini dia berpikir itu adalah kesalahan Israel. Dia mengatakan, melakukan denda atau menghukum orang tuanya atas tindakan puteri mereka mungkin tidak akan menarik perhatian dunia.
Dia mengakui, ada masalah yang lebih luas di mana Israel tampaknya tidak memiliki jawaban yang bagus. Menurut Buttu, Tamimi itu kuat. Dia menjadi bagian dari mesin canggih yang mencoba mendelegitimasi Israel dengan menggunakan foto-foto dan menciptakan skenario yang menggambarkan Israel sebagai Goliath dan pihak lain sebagai David.
"Jauh lebih mudah untuk melawan terorisme daripada memerangi warga sipil yang dimotivasi oleh para pemimpin teroris. Saya pikir Tamimi dalam cerita ini adalah semacam garis depan untuk organisasi yang jauh lebih besar, atau bahkan sebuah proses," kata Buttu.
Tamimi kemungkinan akan terus melanjutkan aksinya untuk membuat frustasi Israel selama beberapa tahun mendatang. Dia menyelesaikan sekolah menengahnya di penjara dan sekarang berharap bisa belajar hukum internasional di Inggris. Dia bermimpi suatu hari nanti bisa mewakili warga Palestina di lembaga internasional, seperti Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).
"Hukum internasional adalah alat yang kuat untuk membela rakyat saya. Kami berada di bawah pendudukan, dan kami harus bergantung pada hukum internasional untuk mendapatkan dukungan dunia," kata Tamimi.
(AP)