Pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai Kurikulum 2013 didominasi struktur bahasa. Guru harus mengembangkan model pembelajaran yang menarik.
JAKARTA, KOMPAS – Pengajaran Bahasa Indonesia yang belum menyeluruh di sekolah menyebabkan kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan siswa kurang. Dituntut kreativitas guru Bahasa Indonesia dalam mengembangkan beragam model belajar mulai dari mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis untuk membantu siswa cakap berkomunikasi sesuai konteks.
Kemampuan kebahasaan adalah penguasaan seorang penutur bahasa atas kaidah kebahasaan. Adapun kemampuan keberbahasaan berarti keterampilan penutur tersebut menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi-fungsinya, misalnya untuk lisan, tulisan, formal, dan informal.
Kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan siswa yang kurang akan terbawa hingga mereka dewasa. "Mahasiswa banyak yang tidak menguasai kompetensi dasar Bahasa Indonesia seperti bentuk kalimat pasif dan aktif, preposisi, tanda baca, imbuhan dan sisipan," kata dosen program studi Sastra Indonesia Universitas Indonesia Untung Yuwono ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (20/10/2018).
Dia mengatakan, kemampuan kebahasaan sangat mudah dilihat dari kemampuan mahasiswa menulis karya ilmiah dan ketika mereka menyajikan karya tersebut secara lisan. Hal ini karena karya ilmiah menuntut pembuatnya membeberkan fakta dan mempresentasikannya sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang formal.
Lemahnya kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan termasuk penghalang penguasaan konsep secara mendalam. Karena itu, kata Untung, sedini mungkin hendaknya guru melatih kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan siswa.
Model belajar
Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia (AGBSI) Jajang Priatna, Minggu (21/10), mengatakan, pengajaran Bahasa Indonesia dengan Kurikulum 2013 didominasi struktur bahasa. Guru harus punya bekal beragam model belajar yang membuat siswa paham dan dapat mengaplikasikan struktur bahasa yang baik, terutama terkait beragam teks.
"Bukan tidak bagus materi soal struktur bahasa, tapi bisa membuat siswa bosan. Apalagi, jika guru kurang mengembangkan model belajar yang menarik," ujar Jajang.
Kongres AGBSI menekankan agar guru menggunakan pendekatan sastra untuk masuk dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Materi sastra beragam dan menarik serta tetap bisa dipakai untuk mempelajari struktur bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Jajang mengatakan, guru bisa mulai dari dunia siswa. Siswa di era digital mempunyai referensi membaca dalam bahasa Indonesia secara digital. "Dengan pendekatan yang bersumber dari apa yang dipahami atau dimiliki siswa, belajar bahasa Indonesia bisa menarik," kata Jajang.
Menurut Guru Besar Bidang Linguistik Universitas Mataram, Mahsun, pembelajaran Bahasa Indonesia selama ini memisahkan unsur-unsur pembentukan bahasa sehingga pemahaman struktur bahasa tidak pernah sebagai sebuah kesatuan. Di kelas, guru mengajarkan materi tentang fonem, kalimat aktif, kalimat pasif, dan penggunaan tanda baca sebagai subyek yang terpisah-pisah dan berdiri sendiri.
Salah satu penyebabnya karena guru Bahasa Indonesia sejak kuliah di lembaga pendidikan tenaga kependidikan juga hanya diajar struktur bahasa yang tercerai-berai. Menurut Mahsun, intervensi pertama yang dilakukan adalah mengakrabkan guru kepada jenis-jenis teks. Guru dituntut rajin membaca dan menganalisa teks.
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 16 Medan, Sumatera Utara Wahidah Rahmadani, mengatakan, dirinya berupaya mengajarkan Bahasa Indonesia secara menyeluruh kepada siswanya, termasuk memanfaatkan media internet.
Jajang mengatakan, guru Bahasa Indonesia dituntut mempunyai kemampuan Bahasa Indonesia di level unggul. Namun, dari 37.893 peserta Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) pada periode 2005-2017, mayoritas diikuti guru Bahasa Indonesia, yang mencapai level unggul dan sangat unggul hanya 33,6 persen, sisanya di level madya.