Ada pergeseran tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Berbagai kemungkinan masih terbuka karena kepuasan terhadap kinerja bukan faktor tunggal bagi preferensi pemilih.
JAKARTA, KOMPAS Setelah meningkat signifikan pada April 2017 hingga April 2018, survei Litbang Kompas pada 24 September-5 Oktober 2018 menunjukkan adanya penurunan apresiasi terhadap kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Apresiasi publik yang kini ada di angka 65,3 persen itu setara dengan hasil survei Litbang Kompas pada Januari 2015 (tiga bulan pemerintahan Jokowi-Kalla) yang ada di angka 65,1 persen atau saat dua tahun pemerintahan Jokowi-Kalla pada Oktober 2016 yang ada di angka 65,9 persen.
Penurunan apresiasi yang saat ini terutama terjadi di bidang hukum dan kesejahteraan sosial itu terjadi bersamaan dengan munculnya sejumlah narasi terkait kontestasi pada Pemilu 2019 yang ditujukan kepada pemerintah. Narasi itu, misalnya, tentang kemiskinan dan kondisi ekonomi, atau pertanyaan tentang sejumlah proses hukum.
Sejumlah peristiwa politik menunjukkan, tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah dan narasi yang muncul di seputarnya menjadi faktor penting dalam kontestasi seperti pemilu.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes, saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (21/10/2018), menuturkan, tingginya kepuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah, khususnya di bidang ekonomi, menjadi faktor penting yang membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2009.
Hal ini terjadi karena persoalan terkait ekonomi dan juga kesejahteraan sosial, seperti harga kebutuhan pokok, pekerjaan, serta akses terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan, langsung terkait dengan kebutuhan rakyat banyak.
Namun, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor juga mengingatkan, saat menghadapi Pilpres Amerika Serikat untuk periode jabatan kedua di tahun 2012, Barack Obama juga menghadapi penurunan tingkat kepuasan. Namun, saat itu Obama mampu mengomunikasikan idenya dengan baik sehingga dia tetap bisa terpilih kembali.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menuturkan, Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 juga menunjukkan jika kinerja bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi preferensi pemilih.
Namun, ada hal lain yang juga akan memengaruhi pemilih, seperti narasi-narasi yang muncul menjelang pemungutan suara. Kondisi itu, juga berpotensi terjadi dalam Pemilu 2019.
Narasi
Terkait dengan narasi yang muncul di seputar Pemilu 2019, Arya Fernandes menilai Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf lebih banyak bersikap pasif-responsif.
”Pemerintah tengah dihadapkan pada kondisi ekonomi yang tidak mudah. Bagi tim kampanye petahana, hal itu seharusnya diolah dan diatasi. Namun, tim kampanye Jokowi-Ma’ruf lebih banyak responsif. Saat ada pernyataan dari kubu sebelah, responsnya sangat keras.
Namun, timnya sendiri tidak banyak menginisiasi narasi sendiri. Narasi ekonomi seperti apa yang mau dikedepankan, mau diperjuangkan, atau dipertahankan, hingga saat ini tidak terlalu terlihat diolah oleh tim kampanye Jokowi-Ma’ruf,” urai Arya.
Jika pembangunan narasi ini tidak diperhatikan serius oleh petahana dan timnya, menurut Arya, bukan tak mungkin akan memengaruhi dukungan pemilih.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf, Eriko Sotarduga, menilai narasi yang selama ini disampaikan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan timnya lebih banyak berupa ilusi dan tidak menawarkan solusi yang konkret kepada masyarakat.
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade, mengatakan, program konkret dari kubunya akan langsung disampaikan Prabowo dan Sandiaga saat debat capres-cawapres.
Andre juga mengatakan, keluhan masyarakat yang selama ini diterima kubunya telah mengindikasikan adanya penurunan apresiasi terhadap kinerja pemerintah, khususnya di bidang hukum dan kesejahteraan sosial.
Kondisi itu membuat salah satu fokus kampanye kubu Prabowo-Sandiaga adalah pencapaian ekonomi dan kesejahteraan sosial yang lebih baik.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno menilai, adanya penurunan tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah turut membuat tingginya ekspektasi masyarakat terhadap gerakan tagar 2019GantiPresiden.
Secara terpisah, Direktur Relawan TKN Jokowi-Ma’ruf, Maman Imanulhaq, mengatakan, timnya telah menerima masukan mengenai kesulitan yang dialami masyarakat di bidang ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Ia juga menyadari hal itu akan dimanfaatkan pihak oposisi atau kubu Prabowo-Sandi sebagai materi kampanye. ”Kami tahu senjata satu-satunya yang akan mereka olah adalah ekonomi. Ini karena mereka akan kesulitan menjual isu lainnya. Namun, kami meyakini isu di bidang ekonomi ini bisa kami hadapi dengan memberikan argumen, data, dan fakta,” ujarnya.
Temuan dan kajian dari lembaga independen, termasuk Litbang Kompas, menurut Maman, akan didiskusikan dan menjadi bahan masukan di kalangan internal TKN Jokowi-Ma’ruf. Akar persoalan yang menyebabkan turunnya kepuasan publik pada setiap sektor akan disisir sehingga diketahui pemicunya.
”Hal yang kami khawatirkan, ketidakpuasan masyarakat itu timbul karena disinformasi atau hoaks. Guna mengantisipasi hal itu, teman-teman sukarelawan yang fokus di bidang ekonomi, misalnya, berdiskusi di beberapa daerah untuk melihat kenyataan di masyarakat,” tuturnya.
(GAL/SAN/REK/BOW/APA)