Kualitas Air Menurun, 31.000 Petak Keramba Masih Terpasang
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Kualitas air Waduk Jatiluhur di Purwakarta, Jawa Barat, terus menurun. Selain karena ditaburi 211,5 ton pakan ikan per hari oleh petambak keramba jaring apung, tempat itu juga menjadi pembuangan limbah kotoran manusia yang mencapai 1,3 ton per hari.
Di waduk itu masih terdapat sekitar 31.000 petak keramba jaring apung yang terpasang. Dalam setahun terakhir baru 9.933 petak yang telah kosongkan. Padahal, di akhir tahun ini pemerintah menargetkan nol keramba di waduk itu.
Berdasarkan data Perum Jasa Tirta II, pengelola waduk terbesar di Asia Tenggara itu, jumlah keramba jaring apung yang terpasang hingga minggu kedua Mei 2018 adalah 31.731 petak. Dengan penetapan target agar waduk nol keramba mengandaikan petugas harus mampu menertibkan 212 petak keramba per hari.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro di Pekalongan, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (22/10/2018), mengatakan, penyelesaian penertiban keramba semakin mendesak karena kualitas air ikut menurun.
”Lapisan beton terkelupas dan material logam di PLTA (pembangkit listrik tenaga air) di waduk terkena korosif,” kata Djoko saat menerima kunjungan anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) Group XXI.
Penurunan kualitas air terjadi akibat besarnya jumlah pakan harian yang digunakan para petani, yakni mencapai 211,5 ton per hari atau 77.212 ton per tahun. Kondisi itu diperparah lagi oleh pembuangan limbah kotoran manusia di wilayah tersebut yang mencapai 1,3 ton per hari atau 470 ton per tahun.
Badan Litbang Perikanan dan Kelautan pada 2012 mengatakan, kandungan bahan kimia berbahaya di Waduk Jatiluhur mencapai 50,1 miligram per liter. Padahal, baku mutu air yang layak untuk perikanan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah 0,2-1 miligram per liter.
Sebenarnya, penertiban keramba telah memiliki empat dasar hukum. Salah satu di antaranya Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 523.31.05/Kep.286-DLH/2017 tentang Pembentukan Satuan Tugas Operasi Danau Jatiluhur Jernih Tahun 2017, diperbarui dengan Keputusan Bupati Purwakarta Nomor 660.05/Kep.35-DLH/2018.
Menurut Djoko, kesulitan yang ditemui di lapangan adalah penolakan keras dari pemilik keramba. Padahal, budidaya ikan di waduk melanggar hukum, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika menambahkan, pendataan masih terus dilakukan satuan tugas untuk mengetahui jumlah petani lokal di waduk itu.
Menurut rencana, petani lokal itu akan diutamakan untuk diberi jatah terbatas buat memiliki keramba. ”Namun, ternyata ketika didata semuanya adalah warga lokal,” ucap Anne.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya melakukan pemberdayaan terhadap para petambak tersebut. Salah satunya dengan program kegiatan perikanan berkelanjutan (culture based fisheries) sebagai program pengganti keramba.
Dalam paparan Perum Jasa Tirta II, sebanyak 7,6 juta ekor ikan telah disebar di Waduk Jatiluhur pada Mei 2018. Ikan yang disebar adalah bandeng, patin, dan nila. Berdasarkan kajian yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan, ikan jenis tersebut akan memakan pakan sisa keramba dan merevitalisasi air waduk.
Alat strategis
Ketua IKAL PPSA Group XXI Komisaris Jenderal (Purn) Arif Wachyunadi menambahkan, penguasaan dan pengelolaan air harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat sesuai dengan amanah undang-undang.
”Menghadapi ledakan penduduk pada 2050, air merupakan alat strategis dalam pembangunan ketahanan nasional,” ucapnya.
IKAL PPSA Group XXI akan menulis kajian terkait dengan Waduk Jatiluhur dan permasalahannya untuk diberikan kepada Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Dari situ, kajian tersebut dapat dilanjutkan kepada Presiden.
Waduk Jatiluhur atau Bendungan Ir H Djuanda adalah waduk terbesar di Asia Tenggara. Waduk yang dibangun pada 1957-1967 tersebut dapat menampung air hingga 3 miliar kubik.
Saat ini, waduk itu mengalirkan 13 miliar kubik per tahun. Sebanyak 80 persen kebutuhan air PAM DKI Jakarta disediakan oleh waduk ini.