BEKASI, KOMPAS — Pungutan liar bukan hal baru di Kabupaten Bekasi. Pengusaha sudah lama mendengar praktik ini saat mereka mengajukan perizinan. Kasus suap pekan lalu hanya mengulang peristiwa sebelumnya.
Operasi tangkap tangan lima pejabat di Kabupaten Bekasi pekan lalu merupakan puncak gunung es maraknya praktik korupsi pengurusan izin. Kawasan industri yang menempati seperlima area kabupaten itu dimanfaatkan segelintir pihak mendapatkan keuntungan ilegal. Kasus suap perizinan hunian Meikarta menjadi contoh nyata.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Bekasi Obing Fachrudin mengatakan, sejak 1990-an kabar mengenai pungutan liar (pungli) perizinan usaha oleh oknum pejabat Bekasi sudah beredar. ”Dari dahulu itu sudah ada, tetapi tidak sebanyak beberapa tahun belakangan,” ujar Obing di Bekasi, Sabtu (20/10/2018).
Sejak 2010, Obing mendapat banyak laporan dari anggota Kadin Kabupaten Bekasi mengenai kejanggalan pengurusan izin. Pemkab Bekasi tidak memberikan kepastian waktu pembuatan dokumen perizinan. Proses birokrasi perizinan pun berbelit-belit tanpa konsep pelayanan terpadu satu pintu.
”Sampai muncul permintaan biaya-biaya siluman kepada para pengusaha,” kata Obing. Pungli yang diminta kepada pengusaha jumlahnya variatif, bisa mencapai miliaran rupiah. Pengusaha yang tidak bersedia membayar pungutan harus menanggung risiko urusan dokumennya bakal memakan waktu lama.
Hal serupa dikatakan Deddy Harsono, Ketua Umum Forum Investor Bekasi. Menurut dia, biaya retribusi daerah yang harus dibayar tidak dijelaskan sejak awal pengurusan izin. Akibatnya, nilai yang dikeluarkan kerap tidak terduga. Celah korupsi makin besar karena jenis izin terlalu banyak. Ada beberapa syarat yang menurut dia tidak perlu, seperti izin penggunaan genset.
Meski demikian, Deddy mengakui pungli bukan hanya terjadi karena permintaan pemerintah, melainkan juga ada pengusaha yang berniat menyuap oknum aparat. ”Pungli itu terjadi karena ada kesepakatan dari kedua pihak,” ujarnya.
Pungut-memungut uang terkait perizinan itu berpotensi besar mendatangkan keuntungan. Sebab, ada ribuan pengusaha dengan ragam jenis usaha yang membutuhkan izin pemerintah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, penerbitan tanda daftar perusahaan (TDP) pada 2017 mencapai 5.091 perusahaan, yang terbagi dalam berbagai bentuk, seperti perseroan terbatas (PT), persekutuan komanditer (CV), perseorangan, koperasi, dan firma.
Berulang
Catatan Kompas, tangkap tangan terhadap aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Bekasi pernah terjadi pada 2017. Petugas Subdirektorat Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menangkap AH, anggota staf pelaksana di bidang sosial ekonomi dinas penanaman modal, saat menerima pelicin dalam pengurusan perizinan di samping kantornya. Polisi menemukan uang tunai Rp 34 juta dari transaksi tersebut (Kompas, 19/9/2017).
Uang pelicin itu diberikan PT VRB atas nama pemohon RD untuk mengurus izin lokasi. Total uang yang diminta AH adalah Rp 280 juta, tetapi perusahaan baru menyerahkan sebagian.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono mengatakan, praktik korupsi harus dihentikan dengan pembenahan secara sistematis. Praktik itu bisa dipicu sejumlah hal, mulai dari sistem elektoral, administrasi pemerintahan, budaya organisasi, hingga perilaku individu.
Menurut dia, pemanfaatan teknologi mampu membuat birokrasi lebih transparan. Namun, di Kabupaten Bekasi, belum semua pelayanan dilakukan secara daring. Hal itu misalnya di dinas penanaman modal, baru perizinan terkait nomor induk berusaha yang menggunakan aplikasi one single submission. Sementara izin mendirikan bangunan, misalnya, masih diurus secara manual.
Pelaksana Tugas Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengatakan, kasus korupsi yang terjadi merupakan pelajaran penting bagi penyelenggaraan pemerintahan. Ia berjanji akan mengubah sistem pelayanan publik yang masih menyulitkan masyarakat. ”Saya akan meminta jajaran saya membuat sistem pelayanan efektif, mudah, cepat, dan tidak berbelit,” kata Eka.
Untuk mencegah korupsi terulang kembali, kata Eka, pengawasan dari inspektorat akan diperketat. ”Saya mengimbau pemohon izin tidak memberikan sesuatu dalam bentuk apa pun kepada oknum (pemerintah) yang meminta,” kata Eka.