JAKARTA, KOMPAS - Kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan siswa perlu ditingkatkan sedini mungkin. Dengan begitu, ketika mereka melanjutkan ke perguruan tinggi, waktu kuliah tidak habis untuk membenahi tata bahasa dasar yang semestinya sudah dikuasai sejak sekolah menengah.
"Mahasiswa banyak yang tidak menguasai kompetensi dasar Bahasa Indonesia seperti bentuk kalimat pasif dan aktif, preposisi, dan tanda baca," kata dosen program studi Sastra Indonesia Universitas Indonesia Untung Yuwono ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (20/10/2018).
Kemampuan kebahasaan adalah penguasaan seorang penutur bahasa atas kaidah kebahasaan. Adapun kemampuan keberbahasaan berarti keterampilan penutur tersebut menggunakan bahasa sesuai dengan fungsi-fungsinya, misalnya untuk lisan, tulisan, formal, dan informal.
Kemampuan kebahasaan sangat mudah dilihat dari kemampuan mahasiswa menulis karya ilmiah dan ketika mereka menyajikan karya tersebut secara lisan. Hal ini karena karya ilmiah menuntut pembuatnya membeberkan fakta dan mempresentasikannya sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia yang formal.
"Mahasiswa masih kesulitan menulis kalimat yang benar dan mencantumkan kelengkapan gagasan pokok pikiran," kata Untung.
Selain itu, mahasiswa banyak yang kebingungan membedakan kata kerja bentuk pasif dengan preposisi "di-". Mereka juga banyak melakukan kekeliruan dalam penggunaan imbuhan dan sisipan di dalam kata.
Dosen harus meluangkan waktu mengoreksi kesalahan-kesalahan mendasar itu. Padahal, seyogianya waktu kuliah digunakan untuk membahas hal yang konseptual dan abstrak. Lemahnya kemampuan kebahasaan dan keberbahasaan termasuk penghalang penguasaan konsep secara mendalam.
Menurut dia, kurikulum Bahasa Indonesia sudah cukup baik dengan memperbanyak materi penulisan berbagai jenis teks. Akan tetapi, hal ini harus disertai kejelian dan kesungguhan guru memerhatikan setiap ejaan, penggunaan tanda baca, dan penempatan gagasan pikiran dalam kalimat yang dibuat siswa.
Selain itu, sedini mungkin hendaknya guru melatih kemampuan keberbahasaan siswa. Dalam hal ini adalah cara siswa bertutur secara lisan. Misalnya ketika mengajukan pertanyaan kepada guru, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat, meminta secara santun, dan berargumen.
"Sering kali, aspek keberbahasaan tidak diperhatikan secara mendalam," ujar Untung. Guru umumnya membiarkan siswa berbicara menggunakan bahasa yang tidak sesuai kaidah dalam keseharian di sekolah.
Kerja ekstra
Guru Bahasa Indonesia SMA Negeri 16 Medan, Sumatera Utara Wahidah Rahmadani, mengatakan, guru memang harus bekerja ekstra keras dalam membaca dan mengoreksi setiap karya tulis siswa. Setelah itu, siswa diminta memperbaiki karya mereka yang kemudian dikoreksi kembali oleh guru.
Wahidah menjelaskan, pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pelajaran Bahasa Indonesia lebih banyak mengenai tata bahasa. Namun, siswa hanya diminta membuat satu hingga dua contoh kalimat. Kurang ditekankan mengenai penggunaan kaidah bahasa tersebut dalam penulisan sebuah teks yang lengkap.
Di Kurikulum 2013, pelajaran Bahasa Indonesia menekankan kemampuan menulis berbagai jenis teks seperti narasi, eksposisi, deskripsi, dan argumentatif. Sambil menulis, guru mengajarkan struktur kalimat, pemakaian tanda baca, imbuhan, dan preposisi.
"Kendala terberat ialah kosakata siswa sangat terbatas karena mereka belum banyak membaca. Masalah kedua ialah masih ada siswa yang curang dan menyalin karya orang lain dari internet atau pun sumber bacaan lain," paparnya.
Wahidah biasanya mengajukan pertanyaan tentang hal-hal tersirat dari karya tulis siswa untuk menguji keaslian karya tersebut. Ia juga sering memberi tautan dari internet terkait artikel-artikel informatif yang layak dibaca siswa.