TENGGARONG, KOMPAS - Tujuh tahun terakhir, setidaknya 30 orang yang sebagian besar anak-anak, tewas tenggelam di lubang bekas galian tambang batubara di Kalimantan Timur. Masih ada ratusan lubang serupa dengan pengawasan lemah.
Alif (16), pelajar SMK di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kaltim, menjadi korban ke-30. Di Kutai Kertanegara sendiri, setidaknya terjadi 10 kasus sejak tahun 2011. Alif ditemukan tim SAR gabungan yang menyisir lubang tambang di kawasan Rapak Lambur, Tenggarong, Senin (22/10/2018) sore.
Alif bersama lima temannya, hari Minggu lalu memancing ikan di lubang bekas tambang itu. Tidak kunjung dapat ikan, mereka berenang yang hingga usai, Alif tak muncul lagi. Luas lubang atau kolam itu sekitar satu hektar dengan kedalaman tujuh meter.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang menyayangkan kejadian ini. Kolam lokasi Alif tenggelam di bawah konsesi PT TPS. Surat Keputusan (SK) operasi produksinya habis April 2016. “Setelah dikeruk, ditinggal. Tidak ada papan peringatan, tak ada pos penjaga, dan jarak lubang tambang dengan permukiman 50 meter,” kata dia.
Mengacu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 tahun 2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batubara, lubang tambang minimal berjarak 500 meter dari permukiman. “Pencitraan satelit ada 634 lubang bekas galian tambang di Kaltim. Ini bukan kolam biasa berisi air bersih. Ada lumpur di dasarnya. Korban biasanya tidak sadar menjejak dasar untuk naik ke permukaan, namun lumpur menahan (kaki),” kata Rupang.
Air asam di lubang tambang membuat mata perih. Kombinasi itu membuat stamina cepat habis. Anak-anak, juga remaja, kurang menyadari bahaya di balik permukaan air kehijauan itu.
Secara terpisah, Kepala Bidang Minerba Dinas Pertambangan Kaltim Baihaqi menyatakan sudah menurunkan tim. Ia mengakui, selalu muncul kesulitan jika lubang eks galian tambang di bawah konsesi perusahaan yang izinnya habis.
“Banyak lubang tambang menganga dan ditinggal begitu saja, setelah perusahaan selesai menambang. Lahan bekas galian tidak direklamasi. Semua terkait tambang, sudah telanjur. Kami di provinsi yang harus menyelesaikan persoalan yang rumit ini,” ujar dia.
Kewenangan soal pertambangan, termasuk izin, yang dulunya di tingkat kabupaten/kota, kini diambil alih provinsi. Menurut Baihaqi, provinsi yang kini kerepotan menyelesaikan karut marut masalah pertambangan, dari tumpang tindih lahan hingga kejadian seperti ini.
Berdasarkan data, dari 30 orang yang tewas itu, sepuluh di antaranya terjadi di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sepanjang tahun 2018, ada dua kejadian. Sebelumnya, akhir Juli lalu, M Irwan (25) tewas tercebur di lubang eks tambang di Bengkuring, Kota Samarinda.
Rupang menambahkan, hampir semua perusahaan tambang batubara tidak menempatkan reklamasi lahan eks tambang sebagai tahapan terakhir pascapengerukan. “Jangankan mereklamasi, mematuhi jarak minimal lokasi tambang dengan permukiman saja, dilanggar terus,” ujarnya.