JAKARTA, KOMPAS - Negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menginginkan kemakmuran ekonomi yang lebih merata kepada seluruh anggota organisasi tersebut. Pendalaman kerja sama di bidang ekonomi syariah menjadi salah satu strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Presiden Persatuan Kamar Dagang dan Pertukaran Komoditas Turki M Rifat Hisarcıklıoğlu di Jakarta, Selasa (23/10/2018), mengatakan, ada kesenjangan luar biasa di dalam organisasi yang terdiri dari 57 negara tersebut.
“Bisa ditemukan negara yang sangat kaya dan negara yang benar-benar miskin,” kata Rifat, di sela pertemuan Islamic Chamber of Commerce, Industry, and Agriculture (ICCIA) 2018 yang bertema Inclusion in Sharia Economy: A New Paradigm.
Ia melanjutkan, investasi dan perdagangan akan lebih berjalan efektif jika seluruh negara anggota menerapkan regulasi bebas visa. Selain itu, negara-negara anggota bersedia untuk memudahkan syarat komoditas masuk melalui bea cukai.
Hanya saja, baru beberapa negara yang menandatangani dan meratifikasi Trade Preferential System Among The Member States of the Organization of the Islamic Conference (TPS-OIC). Adapun tujuan TPS-OIC adalah membuka akses pasar yang lebih luas bagi seluruh negara anggota OKI.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional, Shinta W Kamdani mengucapkan, negara anggota OKI juga membutuhkan standardisasi sertifikasi halal antara negara anggota. Standardisasi akan semakin memudahkan negara-negara OKI mengekspor barang dan jasa untuk sesama anggota.
Saat ini, standardisasi tersebut sedang dalam tahap harmonisasi. “Standardisasi akan diberikan terhadap seluruh jenis komoditas, seperti makanan, pakaian, dan jasa,” tuturnya.
Wakil Presiden ICCIA Ahmad Al Wakeel menambahkan, pertemuan ICCAI akan menjadi awal koordinasi berkelanjutan kerja sama antara negara-negara OKI. Ditambah lagi, pertemuan ini juga membawa manfaat ekonomi melalui investasi dan penyediaan peluang lapangan kerja baru.
Ajang seperti ICCIA, yang mana kali ini Indonesia menjadi tuan rumah, diharapkan semakin memperkenalkan ekonomi syariah bangsa kepada negara OKI. Pertemuan yang digelar selama 22-23 Oktober 2018 ini ternyata menarik minat para investor, terutama di bidang infrastruktur dan kosmetik.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Rosan Roeslani menyampaikan, Indonesia masih kalah dengan Malaysia terkait ekonomi syariah. “Sosialisasi harus lebih banyak dilakukan,” tuturnya.
Perempuan berperan
Shinta melanjutkan, perempuan berperan penting dalam meningkatkan perekonomian syariah. Edukasi dan pelatihan di bidang ekonomi menjadi sangat vital karena perempuan masih sulit untuk mengakses pendidikan.
Asisten Sekretaris Jenderal ICCIA Attiya Nawazish Ali menambahkan, perempuan harus mampu menjadi pelaku pembangunan, bukan objek semata. Ketika terlibat dalam kegiatan ekonomi, hambatan lain yang perlu ditangani adalah perempuan sulit untuk memeroleh modal usaha.