Berikan Izin bagi PKL Berdagang di Trotoar, Pemkot Jaksel Salahi Aturan
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Keluarnya Surat Keputusan Wali Kota Jakarta Selatan terkait izin pemanfaatan trotoar Jalan Kuningan Madya dan Kuningan Mulia, Setiabudi, Jakarta Selatan menjadi lokasi sementara pedagang kaki lima dinilai menyalahi aturan. Pemerintah perlu mengkaji ulang keputusan tersebut.
Melalui Surat Keputusan Wali Kota Jakarta Selatan bernomor 122 Tahun 2018 pemerintah memberikan izin kepada pedagang kaki lima (PKL) untuk memanfaatkan trotoar di Jalan Kuningan Madya dan Jalan Kuningan Mulia, Jakarta Selatan sebagai lokasi sementara (Loksem) 48JS untuk berjualan. Tujuannya untuk menjembatani keinginan PKL berjualan dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat makan yang murah dan dekat.
Sejak beberapa pekan lalu, Pemerintah Kota Jakarta Selatan mulai merenovasi lapak-lapak di trotoar tersebut. Pemanfaatan trotoar di tempat itu untuk berjualan memang bukanlah hal yang baru. Sudah bertahun-tahun pelanggaran itu dilakukan, bedanya kini pelanggaran itu "dilegalkan".
Surat Keputusan yang dikeluarkan pada 9 Oktober 2018 lalu itu, menurut Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus, perlu dicermati. "Harus diingat lagi fungsi utama trotoar itu untuk pejalan kaki. Pemerintah sebaiknya berhati-hati. Jangan sampai malah terkesan menabrak aturan begitu," kata Alfred, Selasa (23/10/2018).
Menurut Alfred, keputusan pemerintah memberi izin kepada PKL untuk menduduki trotoar harus ditinjau kembali. "Membiarkan PKL menduduki trotoar sama saja dengan membiarkan hak pejalan kaki terganggu," katanya.
Ia khawatir jika trotoar terokupasi PKL, para pejalan kaki akan berjalan di jalan raya. "Kalau pejalan kaki berjalan di jalan raya dan terjadi kecelakaan misalnya, yang jadi tersangka ya pejalan kakinya. Kenapa? Karena yang salah secara hukum ya pejalan kaki. Mereka melanggar peraturan karena mereka tidak bisa berjalan di tempat semestinya," papar Alfred.
Pemberian izin penggunaan trotoar untuk berjualan sebenarnya berpotensi melanggar Pasal 63 dan 64 Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dapat dipidana dengan pidana kurungan 18 bulan atau denda hingga Rp1,5 miliar.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sri Yuliani Saraswati Pemkot Jakarta Selatan mengatakan, mencari solusi yang baik untuk semua pihak sulit untuk dilakukan. "Itu sebenarnya kami juga menata supaya lebih rapi," jelasnya.
Yuliani menambahkan, sebelumnya kondisi trotoar jauh lebih kacau. Semua lahan trotoar dipakai untuk berjualan. Sementara untuk renovasi kali ini Pemerintah Kota Jakarta Selatan menjanjikan akan menyisakan ruang sekitar 30 hingga 60 sentimeter untuk pejalan kaki.
Berdasarkan pantauan Kompas di lokasi, Selasa siang, meja dan kursi tampak ditata dengan rapi. Beberapa wastafel, lampu, saluran air serta saluran listrik juga telah terpasang. Lapak loksem ini berdiri di atas tanah sepanjang 150 meter dan selebar 120 meter.
Beberapa pejalan kaki tampak melintas di trotoar tersebut. Banyaknya meja dan kursi kosong yang ditata di trotoar itu membuat beberapa pejalan kaki sesekali singgah untuk beristirahat. Atap loksem rupanya mampu memberi keteduhan bagi pejalan kaki yang melintas.
Berdasarkan pengamatan, sisa ruang yang dijanjikan bagi pejalan kaki tidak memadai. Beberapa kali para pejalan kaki itu tampak turun ke jalan akibat jalannya ditutup oleh pot bunga. Pot bunga yang ada memenuhi ruang bagi pejalan kaki yang lebarnya sekitar 20 centimeter itu.
Hanya sementara
Keputusan untuk membiarkan PKL memanfaatkan trotoar menurut Yuliani tidak untuk selamanya. Ia mengaku pemerintah sadar bahwa trotoar memang tidak diperuntukkan bagi pedagang.
"Kami akan terus melakukan evaluasi dan mengawasi bagaimana program ini ke depan. Ini bukan keputusan final, masih bisa berubah kapan saja. Jika memang lebih banyak merugikan ya kami akan sudahi," ujar Yuliani. Setiap tahun, pemerintah akan mengevaluasi kekurangan dan kelebihan keputusan ini.
Para PKL Jalan Kuningan Madya dan Jalan Kuningan Mulia yang saat ini tengah direlokasi akibat renovasi lapak menyambut baik keputusan Pemerintah Kota Jakarta Selatan itu. Salah satu pedagang itu adalah Abdul Rozi (34). Ia mengatakan sudah sejak lama para PKL di kawasan itu ingin berjualan di lokasi yang diizinkan. "Sudah capek pindah-pindah terus. Kalau sudah resmi begini jualan jadi tenang. Tidak takut digusur-gusur lagi," tutur Abdul.
Sementara itu Bayu (29), pejalan kaki yang melintas di lokasi itu Selasa siang mengatakan tidak setuju jika trotoar itu tetap dijadikan tempat berjualan. Hal itu, menurut dia, akan terus membuat lokasi itu semrawut. Jalan di depan lapak penjual juga diyakini Bayu akan digunakan sebagai tempat parkir liar.
"Selain itu, sisa ruang bagi pejalan kaki juga saya rasa tidak akan dipatuhi. Nanti kalau sudah ada pedagangnya, pasti ruang itu akan dipakai untuk meletakkan barang-barang penjual seperti ember atau yang lainnya. Belum lagi kalau ada yang nongkrong-nongkrong di depan warung," papar Bayu.
Alfred menjelaskan, masih ada solusi lain bagi persoalan ini. "Misalnya saja pemerintah mencoba ajak pengelola gedung Imperium atau gedung-gedung lain di sekitar untuk membuat kesepakatan menyediakan ruang bagi PKL di gedung mereka. Selama ini kan pelanggan PKL juga karyawan yang bekerja di gedung-gedung tersebut," ucap Alfred. Sebagai kompensasi, pajak untuk lahan yang diperuntukkan bagi PKL bisa dinolkan. (KRISTI DWI UTAMI)