Ironi Pembangunan di Kabupaten Bekasi
Sejak 1990-an, Kabupaten Bekasi bertransformasi dari kawasan pertanian menjadi pusat industri. Bekasi menjelma sebagai wilayah kaya raya. Sayangnya, hanya segelintir orang yang mereguk manfaat.
Sejak 1990-an, Kabupaten Bekasi bertransformasi dari kawasan pertanian menjadi pusat industri. Bekasi menjelma sebagai wilayah kaya raya. Sayangnya, hanya segelintir orang yang mereguk manfaat.
BEKASI, KOMPAS - Di tengah kemajuan sebagai kawasan industri, sebagian pelayanan publik di Kabupaten Bekasi justru terpuruk. Belanja pemerintah tidak berkualitas, diperburuk dengan korupsi yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Kabupaten Bekasi masih tinggi dalam tujuh tahun terakhir (lihat grafis).
Kemiskinan salah satunya terjadi pada Nati, penduduk Kampung Korod, Desa Ridogalih, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi. Warga yang lahir, besar, dan menghabiskan masa tua di kampung yang sama itu mengaku, tidak ada perubahan signifikan dalam hidupnya. Sejak dulu, keluarganya berprofesi sebagai petani penggarap. Begitu pula dirinya hingga saat ini.
“Saya cuma kerja menanam padi di sawah punya orang Jakarta,” kata Nati sambil menunjuk hamparan sawah yang tidak berbatas apapun dengan halaman belakang rumahnya, Senin (22/10/2018). Di halaman belakang rumah yang berdinding bilik bambu itu, ia juga menggembalakan dua sapi milik kerabatnya. Dari situ, Nati menghidupi orangtua dan suaminya.
Ibu dua anak dan nenek enam cucu itu mengatakan, tidak pernah bersekolah. Ia tidak bisa membaca dan menulis. Tidak juga diingatnya tahun kelahirannya. Ia pun merasa cukup saat kedua anaknya tamat SMP. Mereka tak perlu melanjutkan sekolah, hanya perlu mencari pekerjaan, lalu menikah.
Akan tetapi, kata Nati, mencari pekerjaan untuk kedua anaknya tak mudah.
Padahal, rumahnya berjarak sekitar 30 kilometer dari kawasan industri di Cikarang. Latar belakang pendidikan yang tak mumpuni menjadi penyebab utama kegagalan itu.
Pada sisi lain, ada pula warga Kabupaten Bekasi yang memiliki kekayaan fantastis. Salah satunya Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hasanah Yasin yang berasal dari Kecamatan Pebayuran.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2017, total kekayaan Neneng Rp 73,44 miliar. Kekayaan tersebut terdiri dari sejumlah tanah di Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, yang merupakan hibah, warisan, dan milik sendiri. Selain itu, ada pula dua mobil hasil hibah dan milik sendiri.
Infrastruktur
Selain tidak mendapatkan kesempatan bekerja, warga Desa Ridogalih juga tidak kecipratan manfaat dari keberadaan kawasan industri yang sebagian besar berada di Kecamatan Cikarang Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur, dan Cikarang Pusat itu. Di kawasan industri, infrastruktur jalan tertata, kualitasnya pun baik. Tak ada jalan retak, berlubang, apalagi rusak.
Kawasan industri dilengkapi hunian terpadu mulai rumah mewah, sekolah, hingga rumah sakit bertaraf internasional.
Di luar kawasan industri, ceritanya berbeda drastis. Sebagian besar jalan rusak, bahkan ada yang hanya berupa bebatuan lantaran belum tersentuh aspal.
Di Kecamatan Cibarusah, kondisi terparah berada di Desa Sirnajati, Ridogalih, dan Ridomanah.
Nati mengatakan, jalan dibangun 15 tahun lalu. Akan tetapi, jalan yang mulus itu tidak bertahan lama, karena dilalui kendaraan alat berat. Dalam waktu singkat, jalan kembali rusak dan tidak diperbaiki hingga saat ini.
Kondisi serupa juga terjadi di Kecamatan Pebayuran, kampung halaman Bupati Neneng. Jalan yang menghubungkan Desa Karangjaya dan Kertajaya rusak parah. Sebagian besar badan jalan berlubang, bergelombang, dan amblas. Permukaan jalan yang rusak ditutupi pasir dan batu.
Menurut Supri (55), warga Desa Karangjaya, belum ada kabar rencana perbaikan jalan yang sudah rusak sejak lima tahun lalu itu. “Kalau hujan deras bahaya sekali, banyak orang yang jatuh karena tidak tahu letak lubangnya,” kata Supri.
Di samping jalan, infrastruktur pendidikan juga masih tertinggal. Dari total 702 SD Negeri dan 89 SMP Negeri, tidak semua dalam kondisi layak.
Salah satunya SD Negeri Ridogalih 01, yang seluruh bangunannya telah runtuh. Sudah dua tahun, kegiatan belajar mengajar menumpang di gudang Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi.
“Di Muaragembong, ada tiga sekolah yang memerlukan renovasi total,” kata Camat Muaragembong Junaefi. Meski demikian, karena belum ada rencana pembangunan, para siswa terpaksa bersekolah di gedung yang telah rusak.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi MA Supratman mengatakan, pihaknya telah menginventarisisasi gedung sekolah yang masuk kategori rusak ringan, berat, dan total. Ada pula beberapa sekolah yang beroperasi tanpa gedung, antara lain SMP Negeri 5 Cikarang Timur.
Pengajuan perbaikan dan pembangunan sekolah telah disampaikan ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. Namun, tidak semua pengajuan dikabulkan. Perubahan prioritas sering terjadi karena alasan politis saat pembahasan anggaran antara eksekutif dan legislatif.
“Sewaktu Ibu Neneng masih memerintah, APBD 2019 sudah direncanakan untuk memprioritaskan pendidikan, khususnya pembangunan sarana dan prasarana,” kata Supratman.
Kini, ia belum mengetahui kelanjutan rencana tersebut karena belum ada pembahasan dengan Pelaksana Tugas Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja.
Belanja belum berkualitas
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, buruknya infrastruktur mengindikasikan pemerintah yang korup. Pembangunan yang terpusat di kawasan industri juga menandakan bahwa pemerintah hanya mengandalkan pengembang untuk membangun daerah.
“Padahal, Kabupaten Bekasi dengan APBD sekitar Rp 5 triliun termasuk dalam kabupaten yang kaya raya,” kata Robert. Ia menambahkan, pemerintah setidaknya mengalokasikan 40 persen dari APBD untuk belanja modal, yang di dalamnya termasuk pembangunan infrastruktur.
“Ini menjadi seperti rezim pungutan saja, pemerintah memungut sebanyak-banyaknya untuk membiayai pemerintahan, tetapi yang dikembalikan kepada masyarakat minim,” kata Robert.
Pelaksana Tugas Bupati Bekasi Eka Supria Atmaja mengakui, pembangunan di Kabupaten Bekasi belum merata. “Dengan luas wilayah yang cukup besar, tentu pemerataan pembangunan bukan hal yang mudah,” kata dia. (Lorenzo Anugrah Mahardhika)