BADUNG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Badung, Bali, dan Pemerintah Provinsi Bali menilai pemasaran paket wisata murah merusak citra pariwisata dan merugikan Bali. Wisatawan yang datang menggunakan paket wisata murah juga dirugikan karena mereka tidak mendapatkan jasa pelayanan dan akomodasi yang memadai selama di Bali.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Selasa (23/10/2018), mengatakan, penjualan paket wisata murah kembali marak seiring dengan bertumbuhnya jumlah wisatawan ke Bali, khususnya wisatawan dari China.
Calon pelancong ditawari paket wisata murah ke Bali, tetapi diwajibkan untuk mengikuti seluruh program wisata yang sudah disiapkan pihak agen perjalanan. ”Ini sebenarnya trik biasa dalam industri pariwisata,” kata Wakil Gubernur Bali yang akrab disapa Tjok Ace itu di Badung, Selasa ini.
Menurut Tjok Ace, penjualan paket wisata murah itu merugikan wisatawan ataupun daerah tujuan wisata. Wisatawan tidak dapat menikmati liburannya karena agen perjalanan wisata mewajibkan wisatawan mendatangi tempat-tempat tertentu saja, khususnya tempat-tempat belanja.
Dia juga mengatakan, agen perjalanan mendapatkan komisi dari setiap tempat belanja yang didatangi wisatawan itu sebagai bentuk subsidi untuk mengadakan paket wisata murah. ”Istilahnya jual-beli kepala. Ini dapat menjatuhkan kualitas pariwisata,” ujar Tjok Ace.
Bukan produk lokal
Sebelumnya, Tjok Ace bersama sejumlah pimpinan asosiasi kepariwisataan di Bali mengunjungi beberapa toko di Denpasar dan Badung yang didatangi banyak grup wisatawan dari China, Kamis (18/10/2018). Tjok Ace menemukan indikasi terjadinya praktik itu, di antaranya barang dagangan yang dijual kepada wisatawan China itu adalah produk impor, bukan produk lokal.
Pembeli tidak langsung mendapatkan barang belanjaan di toko tersebut, tetapi akan menerima di penginapan ataupun rumah. Transaksi tidak secara tunai, tetapi memakai aplikasi pembayaran secara dalam jaringan (daring).
Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Komite China Hery Sudiarto membenarkan adanya temuan yang mengindikasikan terjadinya praktik ”jual-beli kepala” terhadap wisatawan China.
”Kondisi ini sudah lama dikeluhkan,” kata Hery di Badung, Selasa. ”Bahkan, pihak Konsulat Jenderal China di Denpasar juga khawatir karena hal (paket wisata murah) itu dapat merusak hubungan China dengan Indonesia,” ujar Hery.
Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa menyatakan, Pemerintah Kabupaten Badung dirugikan karena pemasukan dari sektor pariwisata tidak banyak bertambah. Padahal, jumlah kunjungan wisatawan meningkat.
Kunjungan ke obyek-obyek wisata minim karena wisatawan lebih diarahkan ke tempat belanja yang bekerja sama dengan agen perjalanan wisata.
Di sisi lain, wisatawan asal China kini menjadi turis paling banyak ke Bali, termasuk ke Badung.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali menunjukkan, kunjungan wisatawan asal China ke Bali pada Agustus 2018 mencapai 23,78 persen dari total jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali sebanyak 573.766 kunjungan.
Laporan Dinas Pariwisata Badung menyebutkan wisatawan asal China menempati posisi teratas dalam jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Badung.
Suiasa menambahkan, paket wisata murah yang disertai praktik ”jual-beli kepala” itu menurunkan citra pariwisata Badung dan merendahkan harga diri bangsa.
”Bali dikenal sebagai daerah destinasi pariwisata budaya, tetapi wisatawannya tidak dikenalkan dengan budaya selama di Bali,” kata Suiasa.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, paket wisata murah dengan praktik ”jual beli kepala” itu juga merugikan wisatawannya.
Menurut Agung, wisatawannya tidak memperoleh jaminan kenyamanan dan keamanan yang memadai karena penyelenggara perjalanan wisata memberikan pelayanan di bawah standar.
Agung menambahkan, GIPI Bali membantu pemerintah untuk membenahi tata kelola pariwisata Bali, termasuk dengan mendorong Pemerintah Provinsi Bali agar membuatkan regulasi yang melarang praktik yang merugikan kepariwisataan Bali.