Jumlah Pasien Turun Drastis, Dokter Muda Kekurangan Praktik Klinis
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dokter muda atau yang lebih dikenal dengan sebutan co-assistant dokter terancam kekurangan praktik klinis. Penyebabnya, uji coba sistem rujukan daring oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuat rumah sakit tipe B kekurangan pasien. Tipe B merupakan tempat para dokter muda itu melakukan magang.
Sistem rujukan daring adalah digitalisasi sistem rujukan berjenjang. Uji coba sistem tersebut sudah dilakukan sejak 15 Agustus, tetapi masa uji coba bakal diperpanjang hingga 31 Oktober 2018. Dalam sistem tersebut, masyarakat dirujuk ke rumah sakit tipe C dan D terlebih dahulu. Pasien tidak bisa langsung dirujuk ke rumah sakit tipe B karena penanganannya harus bertahap.
Akibatnya, rumah sakit tipe B pun kekurangan pasien. Padahal, banyak rumah sakit tipe itu berafiliasi dengan institusi pendidikan untuk mendidik dokter-dokter muda melalui program praktik klinis secara langsung.
”Kalau pasiennya kurang, pengalaman klinis mereka juga akan berkurang karena mereka belajar dari kasus para pasien ini,” kata Pelaksana Tugas Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogyakarta Agus Sudrajat, di Yogyakarta, Selasa (23/10/2018).
Agus menyebutkan, sejak sistem rujukan daring itu diujicobakan, penurunan jumlah pasien terjadi cukup drastis. RSUD Kota Yogyakarta biasanya menerima pasien rawat jalan hingga 1.000 per hari. Saat ini, mereka hanya memperoleh 200-300 pasien rawat jalan per hari.
Penurunan jumlah pasien juga terjadi di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Direktur RSUD Panembahan Senopati Bantul I Wayan Martana menyampaikan, jumlah pasien berkurang dari 800 orang per hari menjadi sekitar 200 pasien per hari.
”Hal yang kami khawatirkan adalah dokter muda (co-ass dokter) ini kekurangan pasien untuk belajar. Jika mereka tidak belajar langsung dari pasien-pasien ketika menjalani masa dokter muda ini, bagaimana nanti jika mereka sudah terjun langsung sebagai dokter,” kata Martana saat dihubungi secara terpisah.
Berkaitan dengan turunnya jumlah pasien, Agus menuturkan, hal tersebut diikuti oleh penurunan aktivitas di ruang operasi. Sebelumnya, RSUD Kota Yogyakarta bisa melakukan sebanyak 20 operasi dalam sehari. Kini, mereka hanya melakukan 5 operasi per hari.
Kepala Kelompok Staf Medis Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul Surya Habsara mengungkapkan, kondisi serupa terjadi di rumah sakit tempatnya bekerja. Sebelum sistem itu diujicobakan, ada 6-10 operasi yang dilakukan per hari. Hal itu berbeda dengan saat ini yang hanya ada dua operasi tiap hari.
”Akhirnya dokter muda hanya belajar dari diskusi bersama dokter-dokter pembimbingnya. Mereka tidak bisa praktik secara langsung karena pasiennya memang berkurang. Kasus yang ditangani pun kurang beragam,” ujar Surya.
Hal itu dibenarkan oleh Fahmi Fauzi (22), dokter muda dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang sedang belajar praktik klinis di RSUD Panembahan Senopati Bantul. Ia mengaku lebih sering berdiskusi tentang kasus-kasus penyakit ketimbang belajar dari kasus yang dialami oleh pasien. Bahkan, ada seorang temannya yang mendapat piket di ruang operasi selama tiga hari tidak menangani satu pasien pun.
”Ya, kami harus memperdalam ilmu kami sendiri. Bisa dengan membaca atau juga berkonsultasi dengan dokter-dokter pembimbing,” kata Fahmi.
Berdasarkan pantauan, bangsal dari RSUD Panembahan Senopati Bantul pun tampak lengang. Ruang rawat inap yang bisa memuat sekitar 30 pasien itu hanya terisi 4 pasien.
Sementara itu, Agus mengatakan, agar dokter muda bisa tetap mendapatkan pembelajaran, pihak RSUD Kota Yogyakarta memberikan bimbingan tambahan berupa kajian kasus. Hal ini dilakukan untuk menutup kekurangan praktik langsung dengan adanya kondisi kekurangan pasien.
”Kalau tidak ada pasien, kami akan melakukan pembimbingan secara intensif melalui dokter-dokter pembimbing. Kalau tidak ada pasien, mereka akan diberi teori-teori yang arahnya berupa kajian kasus. Jadi, kalau ada kasus menarik, akan dibahas bersama-sama,” tutur Agus.
Dihubungi secara terpisah, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Yogyakarta Dwi Hesti Yuniarti menjelaskan, sistem rujukan daring diujicobakan untuk menambah kemudahan bagi pasien BPJS Kesehatan dalam mengakses layanan kesehatan.
”Prinsipnya, kami memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan medis dari pasien. Jika memang rumah sakit tipe C dan D tidak bisa menangani, pasti akan ada rujukan ke rumah sakit tipe B dan A, yang setingkat di atasnya,” kata Dwi.