Parpol yang diasosiasikan dengan capres-cawapres tertentu berpotensi lebih diuntungkan pada Pemilu 2019. Namun, parpol lain tetap punya peluang.
JAKARTA, KOMPAS Pemilu 2019 yang digelar serentak antara pemilu legislatif dan pemilihan presiden membuat partai politik yang punya asosiasi kuat dengan calon presiden atau calon wakil presiden berpotensi lebih diuntungkan. Meski demikian, berbagai kemungkinan masih terbuka karena pemilu masih sekitar enam bulan lagi dan masih banyak calon pemilih yang belum menentukan pilihan.
Hubungan positif parpol dengan calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) atau sering disebut dengan efek ekor jas ini terlihat dalam hasil survei Litbang Kompas pada 24 September-5 Oktober lalu.
Dalam survei dengan 1.200 responden tersebut, PDI Perjuangan, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi parpol dengan elektabilitas tertinggi. Elektabilitas PDI-P adalah 29,9 persen, Gerindra 16 persen, dan PKB 6,3 persen.
Raihan elektabilitas ketiga parpol itu ada kaitannya dengan sosok capres dan cawapres yang berkontestasi pada Pemilu 2019, yaitu Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin serta Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno.
PDI-P diasosiasikan dengan Jokowi yang memang kader parpol itu. Prabowo dan Sandiaga diasosiasikan dengan Gerindra. Ini karena Prabowo merupakan ketua umum parpol itu dan Sandiaga pernah menjabat wakil ketua dewan pembina. Adapun latar belakang Ma’ruf Amin sebagai ulama membuatnya diasosiasikan dengan PKB.
Dalam survei Litbang Kompas ini, ada 20,4 persen responden yang merahasiakan atau belum menentukan pilihan. Hal ini membuat berbagai kemungkinan masih terbuka, termasuk siapa saja parpol yang dapat mengirimkan wakilnya di DPR karena perolehan suaranya di atas ambang batas parlemen yang besarnya 4 persen.
Dengan memperhitungkan besar simpangan dalam survei +/- 2,8 persen, parpol yang dalam survei ini elektabilitasnya 1,2 persen-4 persen masih berpeluang lolos ke DPR. Parpol itu adalah Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Indonesia (Perindo).
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/10/2018), mengatakan, secara teori dan berdasarkan hasil riset, efek ekor jas dalam pemilu memang akan diraih oleh partai yang kader partainya diajukan menjadi capres ataupun cawapres. Oleh karena itu, tidak heran jika elektabilitas PDI-P dan Gerindra lebih tinggi dibandingkan dengan parpol lainnya.
Parpol lain, kata Djayadi, tetap berpeluang memperoleh efek ekor jas meski tidak sebesar PDI-P dan Gerindra. Namun, parpol itu harus bekerja keras untuk menyosialisasikan dan mengasosiasikan dirinya dengan capres/cawapres yang diusung.
Untuk daerah pemilihan yang bukan basis massa dari capres/cawapres yang diusung, menurut Djayadi, parpol tidak perlu memaksakan memperoleh efek ekor jas. Justru lebih baik jika calon legislator (caleg) parpol di daerah pemilihan itu tidak mengampanyekan capres/cawapres. Strategi ini telah dilakukan sejumlah parpol.
Strategi
Sejumlah parpol yang kadernya tidak maju pada pilpres mulai mendekatkan citranya dengan capres atau cawapres yang mereka usung.
Hal ini, antara lain, dilakukan DPP PKS yang September lalu mengirim surat untuk mengimbau anggota legislatif dari parpol itu lebih optimal mengampanyekan Sandiaga. ”Semua anggota Fraksi PKS kami minta untuk memberdayakan sumber daya yang dimilikinya untuk menginisiasi dan mengoptimalkan kampanye cawapres Sandiaga Uno di daerah pemilihan masing-masing,” demikian tertulis dalam surat edaran yang ditandatangani Presiden PKS Sohibul Iman.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mengatakan, surat edaran itu merupakan bentuk dukungan PKS sebagai partai koalisi pendukung terhadap Prabowo-Sandiaga.
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Hanura Herry Lontung Siregar mengatakan, caleg dari partainya juga sudah diinstruksikan ikut berkampanye untuk Jokowi-Ma’ruf. ”Kami percaya ini akan saling menguntungkan,” ujarnya.
Fungsionaris PKB Abdul Kadir Karding mengakui, partainya bisa mendapatkan efek ekor jas dari kesamaan antara nomor urut Jokowi-Ma’ruf (nomor 01) di pilpres dengan nomor urut PKB (nomor 1) di pemilu legislatif. Di sisi lain, sosok Ma’ruf juga diyakini bisa ikut mendongkrak elektabilitas Jokowi-Ma’ruf dari kalangan pesantren.
Parpol lain bisa memanfaatkan capaian pemerintahan Jokowi untuk bahan kampanye.
(GAL/REK/APA/AGE/SAN)