Suhu Udara Panas Berakhir Oktober Ini
JAKARTA, KOMPAS—Cuaca panas yang terasa di selatan Indonesia diprediksi berakhir pada Oktober 2018. Sementara sejumlah wilayah yang diguyur hujan akan mencapai puncaknya pada November-Desember 2018.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika mencatat suhu udara di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, mencapai 37 derajat celsius. Posisi kedua ditempati Surabaya, Jawa Timur, dengan suhu udara 35,6 derajat celsius.
Menurut Kepala Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko, cuaca panas disebabkan pergerakan semu matahari di selatan khatulistiwa. Akibatnya, suhu udara di beberapa daerah, seperti Jawa, Lampung, Bali, dan Nusa Tenggara Timur, lebih panas. ”Udara panas juga disebabkan aliran massa udara dingin dan kering dari Australia ke Indonesia atau angin timuran,” kata Hary, Senin (22/10/2018), di Jakarta.
Udara panas juga disebabkan aliran massa udara dingin dan kering dari Australia ke Indonesia atau angin timuran.
Hal itu membuat kelembaban udara di Indonesia bagian selatan berkurang. Kelembaban udara relatif tak basah, yakni kurang dari 70 persen. Itu menghambat pertumbuhan awan di Indonesia bagian selatan. Udara panas akan berakhir Oktober ini karena potensi pembentukan awan di selatan Indonesia. Secara bertahap, potensi hujan mulai tampak pertengahan Oktober ini.
Sirkulasi siklonik
Prakirawan BMKG, Lutfi Fitriano, mengatakan, udara panas disebabkan sirkulasi siklonik di utara Indonesia. Sirkulasi siklonik ialah pusaran angin pemicu massa udara atau uap air sebagai pembentuk awan bergerak ke pusaran angin. ”Ini menyebabkan defisit kelembaban,” katanya.
Menurut analisis perkembangan musim hujan 2018/2019 BMKG dasarian (1-10 Oktober) I Oktober 2018, seluruh wilayah Indonesia baru memasuki 7,31 persen musim hujan. Sementara sisanya masih musim kemarau.
Kepala Sub Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi mengatakan, wilayah yang sudah memasuki musim hujan, antara lain Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua bagian utara. Beberapa daerah itu diperkirakan memasuki puncak musim hujan pada November-Desember 2018. Jadi, intensitas hujan bisa lebih tinggi dan durasinya akan lebih lama.
“Untuk wilayah yang rentan banjir, kemungkinan bisa terjadi lagi. Sementara wilayah yang longsor juga perlu waspada. Selain itu ada ada cuaca ekstrem, seperti hujan lebat yang disertai angin kencang,” kata Adi.
Aceh termasuk wilayah yang harus diwaspadai. Berdasarkan data Analisis Curah Hujan Dasarian II Oktober 2018, Aceh, Sumatera Barat, Pulau Nias, dan beberapa daerah lain memiliki curah hujan tinggi, yakni lebih dari 150 milimeter per dasarian. Data ini memiliki empat skala curah hujan, yakni rendah(0-50 milimeter), mengengah (50-150 milimeter), tinggi (150-300 milimeter), dan sangat tinggi (lebih dari 300 milimeter).
Pada 16 Oktober 2018, banjir merendam 297 desa di 50 kecamatan dan 9 kabupaten yang ada di Aceh. Banjir ini berdampak pada 17.200 keluarga. (Harian Kompas, 18 Oktober 2018).
Berdasarkan pantauan di lima stasiun BMKG di Aceh sepanjang dasarian I dan II Oktober 2018, curah hujan di Aceh terbilang tinggi. Pada dasarian I Oktober 2018, curah hujan di Meulaboh 263, 9 milimeter per dasarian (tinggi). Posisi kedua disusul Banda Aceh dengan 206 milimeter per dasarian. Adapun pada dasarian II Oktober 2018, curah hujan di Meulaboh meningkat jadi 385 milimeter per dasarian. (INSAN ALFAJRI)