Anak-anak Korban Bencana di Sulteng Akan Dikembalikan kepada Keluarga
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pascabencana gempa, likuefaksi serta tsunami di Sulawesi Tengah, Kementerian Sosial terus memberikan perhatian terhadap anak-anak korban bencana tersebut. Menanggapi keinginan sejumlah lembaga dan individu yang ingin membawa anak-anak korban bencana ke berbagai panti di provinsi lain atau untuk mengadopsinya, Kementerian Sosial memastikan anak-anak tersebut akan dikembalikan kepada orangtua dan keluarga terdekatnya.
Karena itu, Kementerian Sosial terus mensosialisasikan Surat Edaran Menteri Sosial Nomor 1 Tahun 2018 Pencegahan dan Penanganan Anak Terpisah Dampak Bencana Alam Sulteng. Surat Edaran tersebut bertujuan untuk melindungi anak korban bencana agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Hal ini ditegaskan Menteri Sosial Agus Gumiwang, Selasa (23/10/2018), seusai menerima hibah Unicef untuk anak-anak korban pascabencana gempa, tsunami, dan likuefaksi Sulteng, di Kantor Kementerian Sosial (Kemensos) di Jakarta.
Agus mengatakan, perlindungan terhadap anak-anak korban gempa baik yang di tempat pengungsian maupun di panti sosial di daerah harus dilakukan.
Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto menyatakan, Kemensos memastikan anak-anak tersebut untuk kembali ke orangtua dan keluarganya. “Adopsi adalah jalan terakhir. Yang paling terbaik adalah mengembalikan pada keluarganya. Kalau masih ada hubungan sedarah kita kembalikan pada keluarga terdekat. Kemensos menyediakan alternatif permanen, tapi itu belum adopsi,” kata Edi.
Dia menegaskan, Surat Edaran Menteri Sosial ditujukan kepada gubernur dan bupati/wali kota dan Ketua Forum Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) di wilayah terdampak, untuk memastikan tidak ada anak yang terpisah dari orangtua atau keluarganya.
Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kemensos, Nahar menambahkan dalam surat edaran tersebut meminta agar pemerintah daerah bersama LKSA mengawasi kehadiran dan kegiatan individu, organisasi, lembaga yang melakukan bantuan kemanusiaan dan memastikan tidak ada tawaran terhadap anak untuk dibawa dan atau dipindahkan ke wilayah lain dan dipisahkan dari keluarganya.
"Kalau sudah keluar dari Sulteng dan kesulitan kontak petugas, bisa menggunakan call center 1500771. Di titik tertentu ada layanan dengan mitra ada nomor yang bisa dihubungi termasuk di selebaran. Di luar itu bisa lapor polisi, dinas sosial, masalah akan diurai dan ditangani," katanya
Kemensos juga berkoordinasi dengan Polri, pihak berwenang dari bandar udara pelabuhan, terminal dan perbatasan untuk menjalankan pengawasan di titik-titik keberangkatan atau perpindahan untuk memastikan bahwa tidak ada anak yang keluar dari wilayah Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan daerah sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah jika tidak dengan identitas yang jelas mengenai hubungan antara anak dan orang dewasa yang membawanya.
“Pengawasan perlu dilakukan untuk memastikan tidak ada anak dari Kota Palu, Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan wilayah lain yang terdampak di Sulteng yang dibawa ke daerah wilayah lain,” kata Edi.
Bantuan dari Unicef
Dukungan terhadap pemulihan korban bencana gempa, likuefaksi serta tsunami di Sulteng, terus mengalir dari luar negeri. Untuk mempercepat proses rehabilitasi anak-anak korban bencana gempa, likuefaksi serta tsunami di Sulawesi Tengah, sebanyak 10.500 paket untuk anak-anak yang terdampak bencana di Sulteng. Bantuan diserahkan Kepala Perwakilan Unicef untuk Indonesia Debora Comini, kepada Pemerintah Indonesia yang diterima Mensos Agus Gumiwang Kartasasmita di Kantor Kemensos.
“Paket yang diberikan Unicef berupa peralatan sekolah, dan mainan anak-anak. Intinya semua kebutuhan dasar anak-anak yang terkena dampak bencana di Sulteng,” ujar Agus.
Menurut Agus, Unicef akan mengantar sendiri paket-paket tersebut ke Sulteng, dan distribusi bantuan tersebut akan bekerjasama dengan tim Kemensos melalui relawan dan pendamping.
“Unicef sudah lama banyak melakukan aktivitas dan berikan bantuan kepada anak-anak di seluruh Indonesia, bukan hanya anak-anak yang terdampak bencana tapi secara umum anak-anak yang rentan kesejahteraan sosial,” ujarnya.
Selama ini, lanjut Agus, dalam proses rehabilitasi sosial korban bencana baik di Sulteng maupun NTB, Pemerintah tidak bekerja sendiri. Dukungan dan kerja sama dengan berbagai mitra kerja terus digalang pemerintah untuk mempercepat dan memaksimalkan upaya rehabilitasi sosial anak. Salah satunya yang telah terjalin dengan Unicef.
Bahkan, bersama Unicef, Kemensos melakukan pendataan anak terpisah, melakukan penelusuran dan mengupayakan reunifikasi anak yang terpisah dari keluarganya, memberikan layanan dukungan psikososial, dan trauma healing.
"Unicef berkomitmen untuk terus mendukung Kementerian Sosial dalam penggunaan teknologi terbaru untuk memperkuat kualitas dan efektivitas layanan perlindungan anak baik dalam situasi darurat dan untuk perawatan dan dukungan rutin," kata Comini.
Edi Suharto menambahkan, 10.500 paket dari Unicef untuk anak-anak kelompok usia 0-2 tahun, 3-4 tahun, 5-6 tahun, 6-13 tahun, 14-15 tahun, dan 16-17 tahun. Selain itu, ada juga bantuan lain seperti laptop dan telepon gengam untuk upaya registasi, penelusuran, serta reunifikasi anak, serta peralatan dukungan psikososial.
“Kementerian Sosial akan mendistribusikan bantuan individual terhadap anak yang rentan dari berbagai kelompok usia, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak yang diasuh di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang tersebar di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Mutong,” katanya.
Adapun sasaran bantuannya bukan hanya anak-anak di tenda pengungsian, tetapi juga anak yang dalam pengasuhan alternatif di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) sejak sebelum pengungsian.