Makroekonomi Dinilai Sehat dan Kuat
Sejumlah indikator menunjukkan perbaikan di empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Ekonomi tumbuh di tengah ketidakpastian global. Namun, sejumlah pekerjaan rumah belum tuntas.
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah menilai ekonomi Indonesia secara makro sehat dengan fundamen yang kuat di tengah ketidakpastian global. Sejumlah indikator dinilai mencerminkan kondisi tersebut. Selama kurun 2015-2017, ekonomi tumbuh perlahan.
"Hingga semester I-2018, pertumbuhan ekonomi kita 5,17 persen dalam situasi perekonomian dunia yang sedang terjadi gangguan dan gejolak," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, pada Forum Merdeka Barat 9 edisi 4 Tahun Kerja Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) di auditorium gedung III Kementerian Sekretariat Negara, di Jakarta, Selasa (23/10/2018).
Narasumber lain yang hadir adalah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko; Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti; Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita; serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Selain itu juga Menteri Pariwisata Arief Yahya; Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara; Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati; dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Menurut Darmin, tingkat kemiskinan berada pada posisi terbaik dalam beberapa puluh tahun terakhir, yakni 9,8 persen. "Rasio gini juga membaik 7-8 tahun terakhir, yaitu 0,389. Demikian pula tingkat pengangguran, konsisten turun, yakni 5,13 persen," ujarnya.
Inflasi juga dinilai stabil, bergerak di kisaran 3,5 persen. Darmin menambahkan, pemerintahan Jokowi-JK seimbang mengerjakan sisi pasokan maupun permintaan. Strategi yang seimbang mendorong transformasi struktural. "Transformasi ekonomi adalah kunci kemajuan bidang ekonomi," ujarnya.
Sri Mulyani Indrawati menyatakan, neraca anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ada pada kondisi aman, kredibel, dan sehat. Sejak tahun 2014, defisit anggaran terus turun meski perekonomian mendapat tekanan antara lain karena penurunan harga komoditas.
Di bidang perindustrian, menurut Airlangga Hartarto, pada periode 2014-2017 populasi industri besar dan sedang bertambah dari 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha. Pada kurun waktu sama industri kecil juga bertambah dari 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha.
Investasi industri manufaktur pun diklaim meningkat. Berdasar data Kementerian Perindustrian, investasi di industri manufaktur mencapai Rp 195,74 triliun tahun tahun 2014, lalu naik jadi Rp 274,09 triliun di tahun 2017.
Sumber daya manusia
Setelah empat tahun memprioritaskan pembangunan infrastruktur, pemerintah menggeser fokus pembangunan ke sektor sumber daya manusia. Namun, pembangunan infrastruktur akan dilanjutkan dalam rangka meningkatkan konektivitas antar-daerah.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono mengatakan, pada tahun 2019 pemerintah fokus pada pembangunan sumber daya manusia. "Walaupun sudah masuk fokus kedua, tetapi (fokus pembangunan infrastruktur) tetap terus dilakukan," ujarnya.
Sejak tahun 2015 pemerintah memutuskan mengalihkan subsidi untuk belanja produktif, yakni sektor infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Khusus sektor infrastruktur, pembangunan difokuskan pada lima aspek, yakni transportasi, perairan, energi, komunikasi, dan perumahan.
Sampai saat ini terbangun 3.432 kilometer jalan nasional dan 941 kilometer jalan tol. Ruas jalan tol akan bertambah jadi 1.414,9 kilometer karena dalam waktu dekat pemerintah akan menyelesaikan beberapa ruas tol baru. Pemerintah bahkan menargetkan jalan tol yang siap beroperasi mencapai 1.852 kilometer. Pemerintah juga membangun 39,8 kilometer jembatan baru.
Menurut Basuki, pembangunan jalan dan jembatan tak hanya ditujukan untuk meningkatkan konektivitas, tetapi juga menggerakkan perekonomian dan melahirkan pusat-pusat ekonomi baru. Pembangunan infrastruktur juga diyakini meningkatkan daya saing dan kemudahan berusaha.
Direktur Penelitian Core Indonesia, Mohammad Faisal berpendapat, pembangunan infrastruktur fisik yang menjadi fokus pemerintah dalam 4 tahun ini dirasakan masyarakat. Tidak hanya di Pulau Jawa, pembangunan juga dilakukan di Papua maupun wilayah perbatasan, terutama infrastruktur pendukung konektivitas seperti jalan, pelabuhan, dan bandara.
Namun demikian, menurut Faisal, pembangunan fisik mesti diikuti dengan program lanjutan. Tujuannya agar infrastruktur yang dibangun bermanfaat secara lebih luas di masyarakat. "Ini yang masih kurang," kata Faisal.
Tersambungnya ruas-ruas tol baru, misalnya, dapat dibarengi dengan rencana pengembangan kawasan industri baru. Hal ini yang dinilai belum tampak. Selain itu, infrastruktur seperti jalan tol yang semestinya dapat memperlancar angkutan logistik malah dihindari angkutan logistik. Alasannya, tarif yang dikenakan tinggi sementara angkutan logistik masih memiliki lewat jalan umum.
Pemerataan ekonomi melalui program tol laut juga positif. Namun, pemerintah mesti memikirkan komoditas di kawasan Indonesia timur yang bisa dibawa ke kawasan Indonesia barat agar rantai pasokan dan permintaan seimbang.
Menurut Faisal, dengan fokus pembangunan sumber daya manusia di tahun 2019, pemerintah tetap harus membangun infrastruktur. Sebab, masih perlu banyak infrastruktur untuk meningkatkan daya saing.
Pemerintah harus mendorong swasta masuk ke proyek pemerintah melalui mekanisme kerja sama pemerintah dengan badan usaha. Oleh karenanya, perlu mitigasi risiko dan jaminan dari pemerintah agar swasta mau berinvestasi. "Kalau hanya dari APBN tentu tidak akan pernah cukup," ujarnya.