Tertangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan pejabat Bekasi, menjadi pintu masuk pembenahan perizinan. Sistem yang transparan penting untuk mencegah korupsi.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
Tertangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan pejabat Bekasi, menjadi pintu masuk pembenahan perizinan. Sistem yang transparan penting untuk mencegah korupsi.
BEKASI, KOMPAS Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat pemerintahan lainnya menguak sejumlah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Salah satu yang mendesak adalah sistem pelayanan terpadu satu pintu yang kini tidak berjalan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, temuan dugaan korupsi ini merupakan sinyal untuk mereformasi sistem perizinan dalam pemerintahan daerah. Sebab, sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) terbukti gagal diterapkan.
“Dalam konsep tersebut, semestinya sudah tidak ada peran kepala daerah dalam menyetujui perizinan. Kepala daerah wajib melimpahkan seluruh wewenang pada sistem yang dikelola Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP),” kata Robert saat dihubungi dari Bekasi, Selasa (23/10/2018).
Menurut dia, jika sistem pelayanan terpadu satu pintu berjalan, risiko korupsi bisa diminimalkan. Warga yang mengurus perizinan tidak perlu bertemu langsung dengan pejabat di dinas-dinas terkait. Celah pungutan liar pun bisa diperkecil.
Selain itu, risiko terburuk jika korupsi terjadi hanya akan melibatkan DPMPTSP. "Korupsi para pejabat Kabupaten Bekasi ini merupakan momentum untuk memercayakan seluruh proses perizinan pada sistem dengan memanfaatkan teknologi informasi," ujar Robert.
Ia menambahkan, Kabupaten Bekasi merupakan daerah yang sangat rawan korupsi di bidang perizinan. Kabupaten ini memiliki berbagai kawasan industri. Proyek pembangunan besar pun tumbuh di sana, termasuk kota mandiri Meikarta. Pembangunan Meikarta menyangkut rencana tata ruang wilayah kabupaten, provinsi, dan nasional.
Oleh karena itu, pengawasannya tidak bisa diserahkan hanya kepada pemerintah kabupaten. Pemerintah pusat juga harus ikut mengawasi. Kementerian Dalam Negeri perlu membuat strategi fokus untuk menentukan langkah preventif di daerah-daerah rawan korupsi.
“Tanpa pengawasan dari pemerintah pusat, pelanggaran serupa hanya tinggal menunggu waktu untuk terjadi kembali,” kata Robert.
Sebelum kasus suap besar yang melibatkan Bupati dan empat pejabat kabupaten, satu aparatur sipil negara (ASN) DPMPTSP Kabupaten Bekasi pun pernah ditangkap tangan Polda Metro Jaya atas kasus suap perizinan pada 2017.
Pembinaan
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, pihaknya membentuk tim pembinaan pascaoperasi tangkap tangan di Kabupaten Bekasi. Tim ini mendampingi pemerintah yang bermasalah sejak kasus korupsi ini hingga pemerintah daerah dinilai mampu melaksanakan kembali tugas-tugasnya sesuai aturan secara mandiri.
Selain di tiga dinas yang terlibat korupsi, pembinaan juga difokuskan pada sekretaris daerah. Pembinaan diperlukan agar sekretaris daerah dapat menata personel yang akan ditempatkan pada posisi kepala dinas yang masih kosong secara tepat. “Pejabat yang berhadapan langsung dengan pelayanan publik harus benar-benar berintegritas,” kata Soni, sapaan Sumarsono.
Ia mengakui, sistem PTSP di Kabupaten Bekasi belum berjalan. Bahkan, juga di lingkup nasional. Hanya beberapa kota besar yang menerapkannya secara utuh, salah satunya Jakarta.
Menurut Soni, penerapan PTSP sangat tergantung pada ketersediaan sarana dan prasarana, salah satunya jaringan internet yang mumpuni. Di samping itu, kompetensi sumber daya manusia juga menjadi faktor penting.
“Untuk di Kabupaten Bekasi, saya meminta pemerintah untuk segera membuat mal pelayanan publik,” ujar Soni.
Di mal pelayanan publik, Pemkab Bekasi bisa menerapkan pelayanan terpadu di satu pintu dengan menempatkan perwakilan petugas dari semua dinas.
Setiap perwakilan bertanggung jawab mengurus kebutuhan warga terkait dinasnya. Tahapan proses perizinan dapat dilihat semua orang karena dilakukan dengan aplikasi daring. Dengan demikian, langkah pencegahan dapat dilakukan sekaligus.
Ditjen Otda juga memetakan kerawanan korupsi berdasarkan kasus korupsi di berbagai daerah. Bidang yang rawan dikorupsi adalah perizinan, mutasi jabatan, proses APBD, pajak dan retribusi daerah, serta pengadaan barang dan jasa. Dana hibah, bantuan sosial, dan perjalanan dinas juga rawan dikorupsi.
Soni melanjutkan, setiap bidang yang rawan korupsi membutuhkan pencegahan yang berbeda. Contohnya, menerapkan sistem berbasis teknologi informasi e-planning dan e-budgeting untuk perencanaan anggaran. Kemudian sistem kontrol kelayakan proposal untuk pengajuan dana hibah dan bantuan sosial.
Kualitas pemimpin
Robert mengatakan, persoalan di Kabupaten Bekasi juga menunjukkan bahwa kepala daerah bukanlah korban melainkan eksekutor kasus korupsi. Pemimpin yang korup juga cenderung memerintah tanpa memprioritaskan kemaslahatan masyarakat.
Oleh karena itu, pendidikan politik bagi warga perlu ditingkatkan agar warga mampu memilih pemimpin yang berkualitas. Pemilih membuat pertimbangan rasional, tidak hanya berdasarkan primordialisme atau emosional. “Di era otonomi daerah, sebuah daerah tidak akan bisa maju jika pemimpinnya tidak bagus,” ujar Robert.
Nati, warga Kampung Korod, Desa Ridogalih, Kecamatan Cibarusah, mengatakan, pilihannya selama ini didasarkan pengetahuan bahwa calon kepala daerah adalah sesama warga Bekasi. Ia tidak pernah tahu program kerja, bahkan melihat wajahnya secara langsung pun tidak pernah.
Onah, warga Kampung Korod, mengatakan, bupati dan jajarannya juga tidak pernah mengunjungi kampungnya. Padahal, mereka berharap, kehadiran kepala daerah bisa membantu penyelesaian masalah di daerahnya. “Jalan di kampung saya rusak semua dan tidak ada angkot,” ujar Onah.