RI-Saudi Bela Palestina
Menlu RI dan Arab Saudi sama-sama menyadari bahwa perdamaian di Timur Tengah akan sulit terwujud selama Palestina belum mendapatkan kemerdekaan.
JAKARTA, KOMPAS -- Indonesia dan Arab Saudi meneguhkan komitmen terhadap kemerdekaan penuh Palestina. Perdamaian Timur Tengah sulit tercipta tanpa kemerdekaan Palestina.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dan Menlu Arab Saudi Adel Ahmed al-Jubeir mengungkapkan hal itu, Selasa (23/10/2018), di Jakarta. ”Tantangan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah kian besar. Perdamaian tak akan tercipta tanpa perdamaian dan kemerdekaan Palestina,” ujar Retno.
Indonesia dan Saudi, menurut Retno, akan terus bekerja sama untuk mencapai tujuan itu. Ia kembali menegaskan kemerdekaan Palestina harus didasarkan pada solusi dua negara. ”Kami percaya penyelesaian konflik secara damai dan kami bekerja erat pada isu-isu yang menjadi perhatian bersama, seperti Palestina serta penyelesaian konflik di dunia Islam,” ungkap al-Jubeir.
Perdamaian tak akan tercipta tanpa perdamaian dan kemerdekaan Palestina.
Kerja sama Jakarta-Riyadh amat penting bagi perdamaian. Sebagai sesama negara Muslim, Indonesia-Arab Saudi akan terus bekerja sama untuk menyiarkan toleransi dan penyelesaian konflik secara damai.
Perhatian Indonesia dan Arab Saudi pada Palestina konsisten dipelihara dan diwujudkan lewat berbagai cara. Dalam berbagai forum internasional, kedua negara secara konsisten menaikkan isu Palestina. Di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa bulan lalu, Indonesia-Arab Saudi juga membahas masalah Palestina.
Dalam kunjungan Menlu Palestina Riyad al-Malki pekan lalu, Indonesia juga menegaskan komitmennya pada Palestina. Indonesia menyediakan dukungan senilai total 7 juta dollar AS untuk Palestina.
Dengan dana itu, Indonesia menyediakan beasiswa pelatihan dan pendidikan bagi warga Palestina. Indonesia antara lain akan melatih warga Palestina menjadi pilot. Mahasiswa Palestina juga bisa belajar di Indonesia. Selama masa tugasnya sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB mulai 1 Januari 2019, Indonesia juga berjanji akan membuat isu Palestina semakin mendapat perhatian.
Terorisme
Selain soal Palestina, Retno-al-Jubeirmembahas kerja sama untuk memberantas terorisme dan radikalisme. ”Perlu untuk meningkatkan kerja sama pemberantasan radikalisme dan terorisme. Mengingat semakin besarnya bahaya radikalisme serta terorisme,” tutur Retno.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Presidency of State Security Arab Saudi akan menindaklanjuti kerja sama di sektor itu. BNPT tengah menyiapkan naskah nota kesepahamannya.
Lewat kerja sama itu, Jakarta-Riyadh bertukar informasi dan pengalaman dalam pemberantasan dan penanggulangan terorisme serta radikalisme. Kedua negara akan bekerja sama pula untuk pelatihan dan peningkatan kapasitas pihak-pihak yang terlibat penanggulangan terorisme dan radikalisme.
Retno juga mengungkapan, pertemuannya dengan al-Jubeir untuk membahas kerja sama ekonomi. Retno antara lain menyinggung janji perusahaan minyak Arab Saudi, Aramco, untuk berinvestasi pada proyek revitalisasi kilang Cilacap, yang nilai proyeknya sekitar 6 miliar dollar.
Aramco pernah berjanji terlibat pada proyek yang investasinya ditaksir 6 miliar dollar AS itu. Aramco meminta sejumlah hal agar kerja sama itu terjadi. Perusahaan minyak itu antara lain meminta Pertamina-Aramco membentuk perusahaan baru yang akan menguasai aset kilang Cilacap. Pertamina juga diminta menyediakan lahan untuk perluasan kilang. Tidak lupa, ada pula permintaan bebas pajak pada periode tertentu.
Sebagian besar permintaan itu sudah dipenuhi pemerintah dan Pertamina. Walakin, tidak ada kejelasan kabar dari Aramco. Padahal, awalnya direncanakan proyek itu sudah dimulai sejak akhir 2015.
Retno juga menyinggung soal perlindungan WNI dan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi. ”Isu perlindungan WNI kembali saya sampaikan dalam pertemuan. Isu ini saya sampaikan karena besarnya jumlah WNI yang tinggal dan bekerja di Arab Saudi, lebih dari 600.000 orang yang terdaftar,” paparnya.
Indonesia antara lain meminta tindak lanjut pertanggungjawaban terhadap korban yang tertimpa derek di Mekkah pada 2015. Selain itu, ada pula permintaan terkait pekerja di Saudi Bin Ladin Group. Banyak WNI diberhentikan tanpa kejelasan pesangon dari perusahaan konstruksi itu.
Selain itu, Retno kembali menekankan tentang pentingnya kerja sama kekonsuleran dalam penanganan WNI di Arab Saudi. "Saya juga menyampaikan mengenai pentingnya dapat dilakukan kerja sama untuk notifikasi kekonsuleran, kerja sama notifikasi kekonsuleran sangat lumrah dilakukan karena sesuai dengan Konvensi Wina, dengan notifikasi kekonsuleran ini, KBRI, KJRI, akan dapat lebih optimal dalam memberikan perlindungan kepada WNI di Arab Saudi," tuturnya.
Disinggung pula soal sektor kesehatan. Saat ini, banyak perawat Indonesia bekerja di Arab Saudi. Indonesia berharap kerja sama itu terus ditingkatkan dan menguntungkan semua pihak.