BOGOR, KOMPAS — Pemilik usaha ilegal pembakaran aki bekas mengeluarkan uang Rp 200.000 untuk membeli aki bekas. Aki bekas yang dibeli berasal dari luar Bogor, Jawa Barat.
Demikian hasil penyelidikan polisi atas kasus pengolahan aki bekas ini. Hingga Kamis (25/10/2018), polisi mengamankan empat pemilik usaha itu, yakni M alias A (54), U (54), MT (48), dan J (51).
Lokasi usaha mereka di Kampung Janada Inpres, Desa Jagabaya, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Modus operandinya, para pelaku membeli aki bekas kepada pengepul, lalu aki bekas itu dibakar untuk mendapat komponen tertentu, antara lain timah.
”Mereka beli aki bekas itu per truk untuk dapat beberapa kilogram timah. Timahnya dijual Rp 20.000 per kilogram. Aki bekas dibeli dari luar Bogor,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Benny Cahyadi.
Ia mengatakan, empat orang dengan usahanya itu diduga mencemari lingkungan hidup. ”Kasus ini terungkap karena ada informasi awal dari masyarakat, lalu kami melakukan pengecekan,” katanya.
Barang bukti yang disita polisi berupa satu timbangan duduk, satu karung arang, satu karung bahan aki, satu karung bahan timah, satu lempeng timah, satu buah tempat bekas aki, satu karung bekas bahan aki, dua buah aki bekas, dan satu karung batu karaha.
Penyelidikan kasus dugaan pencemaran lingkungan hidup ini, lanjut Benny, dilakukan pertengahan Oktober 2018. Pihaknya datang ke lokasi bersama aparat Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor.
Menurut Benny, tidak mudah mengungkap kasus dugaan pencemaran lingkungan hidup karena memerlukan analisis laboratorium dan keterangan ahli yang semuanya bukan keahlian dan wewenang polisi. Meski demikian, kasus ini sudah ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Pada Rabu lalu, polisi sudah mengambil contoh tanah dan sejumlah bahan lain dari tiga titik lokasi. Pengambilan sampel itu bekerja sama dengan Syslab Independent dan Dinas Lingkungan Hidup.
Empat pemilik usaha itu disangka melanggar Pasal 98 dan atau Pasal 99 dan/atau Pasal 102 dan/atau Pasal 103 dan/atau Pasal 104 dan/atau Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup. ”Ancaman hukuman terhadap pelanggar undang-undang ini adalah pidana penjara minimal 3 tahun, maksimal 10 tahun,” katanya.