Ganjil Genap Pindahkan Kemacetan ke Jalan Alternatif
Oleh
Agnes Rita Sulistyawaty
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Evaluasi penerapan kebijakan ganjil genap di Jabodetabek menunjukkan kecepatan ruas arteri penetapan kebijakan mengalami peningkatan. Tetapi, keadaan ini berbanding terbalik di jalan alternatif yang semakin padat. Fakta ini menunjukkan, target memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum belum efektif. Ganjil-genap pun tidak bisa diberlakukan dalam jangka waktu yang lama.
Dari data evaluasi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), sebelum penerapan kebijakan ganjil genap, kecepatan rata-rata ruas jalan arteri Jakarta yaitu 25,12 km per jam. Angka kecepatan ini berubah jauh saat awal penerapan ganjil genap, 1 Agustus hingga 2 September 2018, kecepatan menjadi 36,83 km per jam. Pasca Asian Para Games, 15-19 Oktober 2018, kecepatan rata-rata 35,99 km per jam.
Keadaan ini berbanding terbalik di jalan ruas jalan alternatif. Sebelum diberlakukan ganjil genap, kecepatan rata-rata kendaraan yaitu 24,12 km per jam. Kecepatan ini menurun hingga menjadi 23,03 km per jam kala awal ganjil genap diterapkan. Kondisi itu tidak berbeda jauh pasca Asian Para Games 2018 yang kecepatannya hanya 23,09 km per jam.
Jalan yang menjadi alternatif saat pemberlakuan ganjil genap yaitu di ruas Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Letjen Suprapto, Salemba Raya, Matraman, Kalibata, Pasar Minggu, Soepomo, dan Saharjo. Terjadi pula di Jalan Casablanca, KH Mas Mansyur, Warung Jati Barat, Pejaten Raya, RE Martadinata, Gn Sahari, Mayjend Sutoyo, dan Dewi Sartika.
Pada Kamis (25/10/2018), Jalan Kalibata macet pada saat ganjil genap sore hari yaitu pukul 16.00 - 20.00. Jalan alternatif lain yakni Jalan Sultan Agung, Jakarta Selatan, yang tak terkena ganjil genap, juga ikut macet sejauh 1,5 km di jam sibuk. Bahkan, jalur khusus bus transjakarta ikut digunakan pengendara mobil dan motor pribadi.
“Jangan sampai kebijakan ganjil genap ini hanya memindahkan kemacetan dari tengah kota ke pinggiran,” kata pengamat transportasi Elly Adriani Sinaga di acara diskusi “Efektivitas Penerapan Kebijakan Ganjil Genap di Wilayah Jabodetabek”, Jakarta Pusat, Kamis.
Kemacetan di ruas jalan alternatif terjadi karena sebagian besar warga tetap menggunakan mobil pribadi dibandingkan beralih ke angkutan umum massal. Dari survei yang diadakan Badan Litbang Perhubungan, 53 persen warga Jabodetabek yang menggunakan mobil tidak beralih ke angkutan umum. Pasalnya, 37 persen memilih menggunakan jalur alternatif dan 16 persen memiliki mobil lebih dari satu mobil dengan pelat nomor ganjil dan genap.
Tak sebesar yang tetap menggunakan mobil pribadi, terdapat 24 persen warga yang beralih ke angkutan umum seperti yang diharapkan. Sayangnya, dari jumlah ini yang menjadi favorit adalah taksi dan ojek daring sebesar 39 persen. Sedangkan angkutan massal seperti bus transjakarta hanya 19 persen dan kereta rel listrik 18 persen. Sisanya memilih angkutan umum lain.
Tidak jangka panjang
Berdasarkan hasil pantauan, pakar transportasi Djoko Setijowarno juga menilai, ganjil genap memberikan dampak positif, tapi tidak untuk jangka waktu yang lama. Dibutuhkan kebijakan lain yang mengikuti. Salah satunya, memudahkan warga untuk menggunakan angkutan umum.
“Semua perumahan harus memiliki akses angkutan umum. Selain itu, jangan biarkan warga banyak berganti-ganti angkutan saat menuju tempat umum, seperti perkantoran dan pusat belanja,” kata Djoko.
ERP Disiapkan
Kepala BPTJ Bambang Prihartono menekankan ganjil genap hanya mampu bertahan maksimal hingga dua tahun ke depan. Kebijakan jangka pendek ini akan dilanjutkan dengan kebijakan Electronic Pricing Road (ERP) atau jalan berbayar.
ERP akan diterapkan di tiga lokasi, yaitu Jalan Letjen MT Haryono Kuningan, Sudirman-MH Thamrin, dan jalan-jalan nasional. Diharapkan dengan pemberlakuan kebijakan ini, masyarakat lebih memilih menggunakan angkutan umum massal ketimbang kendaraan pribadi, sehingga kemacetan pun dapat berkurang.
Seiring dengan penetapan ERP, perbaikan sarana dan prasarana angkutan umum massal juga harus berjalan beriringan. Kenyamanan dan keamanan masyarakat umum dari kelas bawah hingga atas harus diperhatikan. (Sita Nurazmi Makhrufah)