JAKARTA, KOMPAS Rumah Sakit Kanker Dharmais terus mengembangkan imunoterapi sebagai pilihan terapi kanker termutakhir. Dengan pengembangan ini dan dilengkapi fasilitas yang canggih, Dharmais diharapkan setara dengan pusat kanker nasional negara maju.
Pengobatan kanker saat ini tak hanya dilakukan dengan cara konvensional seperti operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Beberapa tahun terakhir berkembang pesat imunoterapi.
Imunoterapi bekerja melalui mekanisme merangsang atau memperkuat kekebalan tubuh dengan protein tertentu agar dapat melawan sel kanker. Salah satu imunoterapi yang sudah diterapkan adalah untuk kanker paru, yaitu pembrolizumab.
”Penelitian untuk mencari terapi dengan efikasi paling tinggi dan efek samping paling rendah terus dilakukan,” kata Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais Prof Abdul Kadir pada pembukaan Pertemuan Ke-7 Asian Cancer Center Alliance sekaligus Konferensi Regional Asia Pacific Organization for Cancer Prevention (APOCP) Ke-11 di Jakarta, Kamis (25/10/2018).
Selain pengembangan imunoterapi, RS Kanker Dharmais juga berupaya memperkuat dengan fasilitas paling canggih. Dalam 1-2 tahun ke depan pusat kanker nasional ini akan memiliki alat radioterapi dengan sinar proton (proton beam) yang memiliki efikasi tinggi, tetapi dengan efek samping minimal.
Kepercayaan meningkat
Dengan begitu, RS Dharmais bisa memberikan pelayanan yang semakin berkualitas sehingga masyarakat semakin percaya dan tidak berobat ke luar negeri dan menghabiskan devisa Rp 28 triliun setahun ketika terdiagnosis kanker.
”Segera berobat ke fasilitas kesehatan ketika didiagnosis kanker agar bisa cepat diobati, bukannya pergi ke pengobatan nonmedis,” kata Kadir.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan Mohamad Subuh mengatakan, Indonesia sejak awal berkomitmen terus melakukan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dengan mengutamakan deteksi dini, pencegahan, serta respons.
Untuk itu, puskesmas diharapkan bisa menjaring kasus-kasus kanker sejak dini melalui penapisan dan deteksi dini. Penapisan dan deteksi dini yang berjalan baik akan menghasilkan data register kanker yang lebih baik.
Dari sisi pembiayaan, biaya pengobatan kanker yang terdeteksi lebih awal tidak sebesar kanker stadium lanjut. Selain itu, di hilir, sebanyak 14 rumah sakit telah dijadikan sebagai pusat rujukan kanker di Indonesia.