JAKARTA, KOMPAS — Indonesia belum maksimal memanfaatkan peluang ekonomi dari Kamboja. Pengusaha Indonesia didorong lebih agresif di negara yang pertumbuhan ekonominya masuk 10 besar global itu.
Duta Besar Indonesia untuk Kamboja, Sudirman Haseng, mengatakan, salah satu peluang yang belum dimanfaatkan Indonesia adalah pelancong asal Kamboja. Setiap tahun, rata-rata 2,5 juta warga Kamboja pelesir ke luar negeri. ”Ke Indonesia hanya tercatat 6.000 orang, paling banyak ke Thailand, Malaysia, dan Singapura. Kamboja termasuk negara yang porsinya tinggi apabila membandingkan total penduduk yang 16 juta jiwa dengan penduduk yang wisata ke luar negeri,” ujarnya, Kamis (25/10/2018) di Jakarta.
Tingginya pelancong ke luar negeri antara lain karena pertumbuhan ekonomi Kamboja mencapai 7 persen. Kamboja masuk 10 besar negara yang perekonomiannya konsisten tumbuh tinggi dalam 1 dekade terakhir. Pertumbuhan tinggi itu menciptakan kelas menengah baru yang suka wisata.
Pelancong Kamboja jarang ke Indonesia karena dua hal, yaitu tidak tahu potensi wisata Indonesia dan tidak ada penerbangan langsung. Untuk ke Indonesia, penumpang dari Kamboja harus transit di Thailand, Malaysia, atau Singapura yang sejak lama terhubung dengan penerbangan langsung. ”Sudah 3 bulan ini ada penerbangan carter, Phnom Penh-Denpasar, selalu penuh. Kalau dibuat lebih sering dan ke daerah lain, ada peluang penuh juga,” ujarnya.
Hal itu antara lain terlihat kala KBRI Phnom Penh membawa rombongan wisatawan Kamboja ke Jakarta dan Bandung. Para pelancong itu mengaku tidak tahu informasi dua kota itu. ”Mereka menilai Bandung dan Jakarta paket lengkap. Saya pernah membawa rombongan dari Afrika dan mengira mereka paling gila belanja di Bandung. Ternyata rombongan dari Kamboja lebih gila lagi,” katanya.
Sudirman mengatakan, Indonesia bisa menarik lebih banyak pelancong Kamboja jika tersedia penerbangan langsung. ”Tidak hanya pelancong Kamboja, pengusaha Indonesia yang mau ke Kamboja bisa lebih mudah,” katanya.
Hubungan ekonomi Indonesia-Kamboja dinilai belum maksimal. Hal itu tecermin dari nilai perdagangan 2017 yang mencapai 542 juta dollar AS. Indonesia mengirim produk rokok dan tembakau olahan, batubara, kertas, kendaraan bermotor, produk farmasi, makanan olahan, pakaian jadi, produk karet, CPO, bahan bangunan, dan alat pertanian. Sementara dari Kamboja, Indonesia mengimpor produk busana.
”Dibandingkan negara lain di ASEAN, Indonesia termasuk tertinggal soal memanfaatkan peluang dengan Kamboja,” katanya.