Mengadu Program Antikorupsi
Pemberantasan korupsi jadi program yang hampir selalu ditawarkan kandidat dalam kontestasi politik, termasuk Pemilihan Presiden 2019. Kini, yang dibutuhkan adalah bukti dari komitmen untuk melaksanakan program itu.
Memberantas korupsi seperti janji lama yang selalu diperdengarkan para politisi. Padahal, yang kini dibutuhkan adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh, termasuk dari para pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilu 2019 untuk mengusut tuntas akar masalah dan membenahi sistem secara komprehensif untuk memberantas korupsi.
Selayang pandang, visi-misi pasangan calon Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terkait pemberantasan korupsi tak jauh berbeda.
Dalam dokumen visi-misi Nawacita II Jokowi-Ma’ruf yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), janji pemberantasan korupsi termaktub dalam poin misi keenam yang berbunyi, ”Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.”
Dalam upaya pemberantasan korupsi ini, Jokowi- Ma’ruf, antara lain, berjanji memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meningkatkan kapasitas Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), serta meningkatkan sinergi dan kerja sama antar-institusi penegak hukum. Mereka juga berjanji menggiatkan transaksi nontunai untuk mencegah korupsi dan pencucian uang.
Sektor yang mendapat perhatian pasangan ini adalah peradilan, yang ditunjukkan melalui janji melanjutkan pemberantasan mafia peradilan dan penindakan terhadap korupsi di lingkungan peradilan. Pemberantasan korupsi di daerah juga jadi perhatian pasangan ini dengan cara mendorong transparansi pengelolaan anggaran.
Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandiaga berjanji mewujudkan penegakan hukum yang adil, tidak tebang pilih, dan transparan. Mereka juga berjanji memberantas korupsi dengan menciptakan pemerintahan yang bersih lewat memperkuat KPK, kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman.
Hal itu., antara lain, dilakukan dengan mencegah korupsi di berbagai lini serta sektor melalui penerapan manajemen yang terbuka dan akuntabel. Pasangan ini juga berjanji mengembangkan sistem smart government untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta mencegah praktik manipulasi dan korupsi di birokrasi pemerintahan.
”Kedua capres-cawapres sama-sama terlihat memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tetapi, sekarang, yang penting adalah bagaimana terjemahan programnya, harus membumi, harus konkret,” kata pakar hukum pidana Asep Iwan Iryawan dalam acara bincang-bincang Satu Meja yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (24/10/2018).
Hadir juga dalam acara yang dipandu Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo itu, peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hermawan Sulistyo; anggota Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf, Jerry Sambuaga; Wakil Ketua Tim Kampanye Jokowi-Ma’ruf Arsul Sani; Juru Kampanye Nasional Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said; dan Ketua DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.
Iwan mengatakan, pembenahan sistem secara menyeluruh jadi kunci penting memberantas korupsi. Ada beberapa parameter yang bisa dilihat,
mulai dari pembenahan sumber daya manusia, struktur atau sistem, hingga budaya antikorupsi.
Namun, satu janji terpenting yang harus dibuktikan para kandidat adalah janji untuk tidak melemahkan KPK. Selain itu, komitmen untuk menempatkan penegak hukum yang profesional dan tidak memiliki afiliasi serta kepentingan politik.
Hal itu dibutuhkan karena korupsi terus jadi masalah yang serius. Akibatnya, selain pencegahan, penindakan korupsi juga mesti terus dilakukan. ”Janji bisa saja setinggi langit, tetapi pesan kami, baik Pak Prabowo maupun Jokowi, jangan mengganggu KPK,” katanya.
Membenahi sistem
Menyikapi hal itu, pihak Prabowo-Sandiaga dan Jokowi-Ma’ruf sama-sama sepakat untuk membenahi sistem agar tidak memunculkan celah untuk praktik korupsi. Jerry mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 yang diteken Presiden Jokowi pada 18 September lalu, mengenai pemberian kompensasi bagi pelapor kasus korupsi, adalah contoh ikhtiar baik menuju hal itu.
Ke depan, regulasi yang bisa mendorong perbaikan sistem dan budaya antikorupsi seperti itu akan diperbanyak. ”Kompensasi Rp 200 juta bagi setiap pelapor kasus korupsi itu bentuk ikhtiar politik yang konkret. Kita tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga mendorong masyarakat untuk terlibat aktif,” kata Jerry.
Pasangan Jokowi-Ma’ruf juga menawarkan penguatan KPK dari segi politik anggaran. Hal tersebut, menurut Arsul, sudah diterapkan sejak saat ini.
Menurut anggota Komisi III DPR itu, anggaran KPK pada i masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla meningkat Rp 274 miliar dibandingkan dengan masa pemerintahan sebelumnya.
Sementara Ferdinand mengatakan, Prabowo-Sandiaga menawarkan pembenahan sistem secara menyeluruh melalui mewujudkan manajemen pengelolaan pemerintahan yang lebih transparan untuk menutup celah korupsi. Seiring dengan itu, Prabowo-Sandiaga
juga menawarkan kenaikan gaji bagi para penegak hukum untuk mendorong penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang lebih optimal.
Sementara itu, Sudirman menekankan pentingnya keteladanan. Pendekatan pembenahan sistem harus diiringi dengan pembenahan sumber daya manusia serta ditumbuhkannya budaya antikorupsi. Hal tersebut harus dimulai dari para elite, baik Presiden maupun wakil rakyat yang duduk di DPR dan daerah.
”Saya percaya budaya ini berkaitan dengan keteladanan elite. Kalau itu bisa dimulai dari DPR, itu akan sangat baik, hulu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi itu kita perbaiki bersama,” katanya.
Janji dan program sudah ditawarkan. Ke depan, masih ada enam bulan masa kampanye yang tersisa. Akhirnya masyarakat yang menilai dan mengadu program setiap calon. Jangan sampai hanya berakhir murah di mulut, tetapi mahal di timbangan.