JAKARTA, KOMPAS - Rumusan terkait regulasi baru untuk mengatur praktik taksi daring tengah melalui proses pembahasan. Sejumlah tantangan terkait pelaku usaha individu dan sanksi ditengarai masih menjadi ganjalan.
Demikian diutarakan salah seorang anggota Tim Tujuh, Fahmi Maharaja, Jumat (26/10/2018). Tim Tujuh merupakan perwakilan pengemudi daring di Indonesia yang bernegosiasi dengan sejumlah pihak, di antaranya dengan pemerintah dan perusahaan aplikasi penyedia jasa transportasi.
Hal ini menyusul keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk mencabut sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Putusan pembatalan sebagian pasal-pasal dalam PM Nomor 108/2017 itu menyusul anggapan MA ihwal ketidaksesuaian aturan itu dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Putusan tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 15 P/HUM/2018.
Fahmi mengatakan, saat ini yang relatif masih menjadi persoalan adalah belum diakomodirnya pelaku usaha individu. “Ini bertentangan dengan semangat putusan MA Nomor 15/2018,” katanya.
Ia menambahkan, rumusan regulasi baru yang tengah dibahas itu saat ini memasuki tahap akhir. Ia berharap, akhir bulan ini akan dilakukan diskusi kelompok terbatas guna melakukan finalisasi atas rancangan peraturan tersebut.
Fahmi menambahkan, setelah sebelumnya Tim Tujuh mengajukan usulan untuk menerbitkan Perpres, pada hasil diskusi grup terbatas padaKamis (25/10/2018) muncul pula ide untuk mengajukan penerbitan Perppu. Hal ini menyusul sejumlah aturan terkait yang telah diterbitkan, tetapi terus diganti. Beberapa aturan tersebut adalah PM Nomor 32 Tahun 2016, lantas diubah menjadi PM Nomor 26 Tahun 2017, untuk kemudian berubah lagi menjadi PM No 108/2017.
Direktur Angkutan dan Multimoda Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Ahmad Yani, saat dihubungi pada hari yang sama mengatakan, pihaknya memilih solusi yang cepat dan bisa diterima seluruh pihak agar persoalan tersebut bisa segera selesai. Akan tetapi, sejauh ini belum dpat dipastikan apakah itu akan berupa peraturan menteri terbaru, Perpres, ataukah Perppu.
“Apapun (jenis peraturan) yang paling pas,” sebut Ahmad.