Partai politik bekerja keras untuk meraup suara pemilih dan kursi DPR dalam Pemilu 2019 agar bisa mengusung capres-cawapres sendiri pada 2024.
JAKARTA, KOMPAS - Putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden membuat kontestasi di antara partai politik pada Pemilu 2019 makin ketat. Pasalnya, perolehan suara partai akan sekaligus menentukan daya tawar partai di Pemilu Presiden 2024.
Dengan ditolaknya uji materi ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi (Kompas, 26/10/2018), maka syarat pencalonan presiden dan wakil presiden di Pemilu Presiden 2024 tetap harus diajukan oleh partai atau gabungan partai dengan perolehan kursi DPR minimal 20 persen atau 25 persen suara sah nasional anggota DPR pada Pemilu Legislatif 2019.
Pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (26/10), mengatakan, putusan MK akan membuat partai politik berusaha sekuat tenaga meraih suara sebanyak-banyaknya pada Pemilu 2019 agar memiliki daya tawar kuat dalam pencalonan presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024.
”Partai dengan perolehan suara tinggi 2019 akan menjadi king maker 2024, sedangkan partai menengah dan kecil hanya jadi pengikut partai besar,” katanya.
PDI-P dan Gerindra diprediksi akan meraih suara tinggi pada 2019 karena mereka mendapat efek ekor jas dari capres-cawapres. Partai lain yang tak mendapat efek ekor jas harus berjuang keras agar perolehan suara bisa mengimbangi suara PDI-P dan Gerindra.
Merujuk survei Kompas, elektabilitas PDI-P mencapai 29,9 persen, sedangkan Gerindra 16 persen (Kompas, 23/10/2018). Partai lain yang memperoleh efek ekor jas adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan elektabilitasnya 6,3 persen.
Penentuan capres-cawapres yang bakal lebih didominasi partai-partai besar juga dikritik Airlangga. ”Aturan itu akan membatasi kesempatan figur-figur yang punya kapasitas tetapi tak selalu muncul dari kesepakatan partai-partai politik,” katanya.
Tidak mudah
Wakil Sekjen Partai Demokrat Renanda Bachtar pun melihat dikukuhkannya ambang batas presiden oleh putusan MK akan membuat kontestasi Pemilu Legislatif 2019 semakin ketat. Ini termasuk Demokrat.
Demokrat memahami tidak akan mudah meraih tiket itu, terutama karena efek ekor jas diprediksi tidak akan diperoleh dari pengusungan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno sebagai capres dan cawapres dalam Pemilu 2019. Namun, dengan kerja keras dan strategi yang tepat, Demokrat yakin bisa meraih suara sekitar 15 persen dari total pemilih pada 2019. ”Dalam situasi itu, Demokrat First, Demokrat akan bekerja keras dan fokus memenangi pemilu legislatif dulu,” katanya.
Sementara Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, Golkar menargetkan meraih suara minimal 25 persen saat Pileg 2019 agar bisa mengusung pasangan calon sendiri saat Pilpres 2024 untuk mendatangkan efek elektoral ekor jas bagi partai.
”Di sini partai-partai akan mencari figur muda yang segar untuk berkontestasi di Pilpres 2024. Maka, persiapan mencari kader terbaik memang harus dilakukan jauh-jauh hari. Demikian juga komunikasi politik dengan beberapa kekuatan politik,” katanya.