Menanti Masa Depan PKL Jatibaru Tanah Abang
Kedatangan penumpang kereta selalu paling dinanti. Tak dihiraukan lagi lelehan peluh dan sengatan terik matahari. Pedagang kaki lima siap adu cepat mengambil hati calon pembeli.
”Boleh, Kak! Boleh, Kak! Cuma tiga puluh lima ribu aja, Kak!” Mezi (20) dengan gencar mendekati seseorang yang datang ke lapaknya. Ia sesekali menawarkan alternatif model pakaian untuk calon pembeli. Akhirnya, dua pakaian terjual. Mezi berhasil mengantongi Rp 70.000 dalam waktu kurang dari lima menit.
Mezi telah beberapa bulan berjualan di trotoar Jalan Jatibaru, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat. Sebelumnya, ia berjualan di suatu kios di Pasar Tanah Abang. Ia mengaku lebih senang berjualan di trotoar dibandingkan di dalam kios.
”Jualan di trotoar lebih enak. Kami lebih bebas. Kalo di dalam kios, kan, diatur-atur, jadi enggak bebas,” ujar Mezi.
Di kawasan Tanah Abang, kebebasan tidak hanya dianut pedagang kaki lima (PKL). Pembeli, pejalan kaki, hingga sopir kendaraan umum pun menganut paham yang sama. Semua memiliki tujuan dan kepentingan masing-masing. Minggir ra minggir tabrak. Ketertiban umum jadi sering diabaikan.
Kesempatan
Kawasan Tanah Abang memiliki dua titik sentral, yaitu Stasiun Tanah Abang dan Pasar Tanah Abang. Keduanya dipadati ribuan orang setiap hari, baik komuter maupun orang-orang yang datang ke Pasar Tanah Abang untuk belanja secara grosir. Tanah Abang juga padat oleh kendaraan umum yang mengetem di pinggir jalan. Akibatnya, kesemrawutan tidak dapat dihindari.
Her Pramtama dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan mengatakan, pergerakan atau mobilitas masyarakat akan membangkitkan nilai ekonomi. ”Misalnya, orang yang baru turun dari KRL menunggu ojeknya datang. Sambil menunggu, dia bisa beli makanan, minuman, atau lainnya yang ada di sekitarnya. Itu namanya impulse buyer. Para PKL melihat ini sebagai kesempatan,” tuturnya.
Teori itu diterapkan sejumlah PKL. Egy Maulana (22) misalnya. Ia adalah PKL di trotoar Jalan Jatibaru. Menurut dia, keramaian pembeli amat bergantung pada arus pergerakan penumpang KRL.
Hingga Juli 2018, tercatat ada 650 PKL yang berjualan di Jalan Jatibaru. Data ini dihimpun dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), dan Perdagangan DKI Jakarta. Dari angka itu, 372 PKL berjualan di tenda, 165 PKL di trotoar di depan Pasar Tanah Abang Blok G, dan 113 PKL di Jalan Jatibaru Bengkel. Pendataan itu dilakukan dengan pengawasan Ombudsman.
Kios baru
Ratusan PKL di Jalan Jatibaru akan dipindahkan ke skybridge atau jembatan penyeberangan multiguna (JPM). JPM itu dibangun di atas Jalan Jatibaru sejak Agustus 2018. Jembatan ini direncanakan selesai pada akhir Oktober 2018. JPM ini menyediakan 446 kios bagi PKL yang terdata.
”Ada 446 PKL yang bisa ditampung di atas skybridge dari 650 PKL. Sisanya akan diberi tempat di Pasar Tanah Abang Blok F di lantai 6,” kata Kepala Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta Adi Ariantara.
Kios bagi PKL diberikan dengan sistem undian. Adi menyebutkan, undian itu sudah dilakukan pada 11-13 Oktober 2018. Ia menambahkan, PKL yang memiliki KTP DKI Jakarta akan diprioritaskan untuk menempati kios di atas JPM. Dari 650 PKL tersebut, ada 39 orang yang tidak memiliki KTP DKI Jakarta.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Arief Nasrudin menuturkan, pihaknya siap menampung ratusan PKL yang tidak tertampung di JPM. Hingga kini, ia masih menunggu surat berisi daftar PKL yang akan ditampung dari Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta. Ia menegaskan, hanya PKL yang terdaftar yang akan ditampung oleh pihaknya.
”Setelah dapat surat dari Dinas Koperasi, UMKM, dan Perdagangan DKI Jakarta, kami akan persiapkan tempat untuk PKL. Persiapannya tidak sulit karena kami hanya perlu memasang partisi. Bila nanti jumlah PKL tidak cukup di lantai 6 (Pasar Tanah Abang Blok F), kami akan alihkan sisanya ke atas, ke lantai 7,” ujar Arief.
Desain baru
Her Pramtama mengatakan, kawasan Tanah Abang memiliki potensi yang besar, yaitu potensi ekonomis dan konektivitas. Potensi-potensi itu kemudian dirancang agar terintegrasi satu sama lain. Oleh karena itu, penataan Pasar Tanah Abang tidak hanya dilakukan terhadap PKL. Namun, penataan aksesibilitas dan transportasi juga harus dilakukan.
”Pengembangan lahan tidak akan terjadi tanpa sistem transportasi, sedangkan sistem transportasi tidak mungkin disediakan jika tidak melayani kepentingan ekonomi,” lanjut Her.
Pada rencana desain JPM, penumpang KRL dari Stasiun Tanah Abang akan dapat langsung terhubung ke JPM. Hingga kini, akses penyambung JPM dengan Stasiun Tanah Abang masih dikerjakan. Akses itu berada di sisi timur stasiun.
JPM Jatibaru memiliki panjang 386,4 meter dan lebar 12,6 meter. Sebanyak 446 kios untuk PKL akan dibangun di atas JPM. Dengan rencana desain ini, penumpang KRL dapat melakukan dua aktivitas utama, yaitu berbelanja di Pasar Tanah Abang dan melanjutkan perjalanan dengan moda transportasi lain.
Menurut Her, penting untuk memahami perilaku penumpang KRL yang kebanyakan adalah pembeli di Pasar Tanah Abang. Dengan memahami hal itu, kegiatan jual beli dapat dipindahkan ke level atas, yakni di atas JPM. Sementara mobilitas masyarakat dapat dialihkan ke level bawah, yakni di Jalan Jatibaru. Dengan ini, penumpukan kerumunan orang dapat dihindari.
Selama ini, penumpukan massa di Stasiun Tanah Abang dan Pasar Tanah Abang dinilai berperan dalam menimbulkan kemacetan lalu lintas. Her berharap, desain JPM dapat mengatur alur pergerakan masyarakat sehingga kemacetan dapat teratasi. Penumpang KRL yang berencana melanjutkan perjalanan dari stasiun dapat beralih ke bus transjakarta atau angkutan kota.
”Angkot OK OTrip sekarang diganti dengan Jak Lingko. Pemda akan membayar sopir berdasarkan jarak yang mereka tempuh. Jadi, mereka tidak akan ngetem. Kami proyeksikan angkot dan bus akan berjalan terus setelah penumpang naik. Dengan ini, transportasi umum tidak akan membuat macet,” ucap Her.
Penataan aksesibilitas dan transportasi di Tanah Abang tidak hanya bertujuan untuk mengurai kemacetan. Penataan ini juga bertujuan untuk menjadikan Tanah Abang sebagai kawasan wisata belanja.
Butuh waktu
Pembangunan JPM dan penataan Tanah Abang membutuhkan waktu dan kerja sama dengan semua pihak. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga pelaku aktivitas di Tanah Abang.
Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi menyebutkan, pemindahan PKL dari Jalan Jatibaru ke JPM merupakan cara untuk menertibkan Jalan Jatibaru. Ini karena kemacetan kerap terjadi di jalan itu. Menurut dia, pemerintah akan terus berupaya meminimalkan kepadatan di Jalan Jatibaru.
”Kami usahakan yang di bawah, yaitu Jalan Jatibaru, bersih dan steril sehingga kendaraan bisa lewat. Kami usahakan tidak ada lagi PKL yang tumpah ke jalan. Memang tidak mungkin bisa steril benar, tapi yang penting kami minimalkan potensinya,” kata Irwandi.
Ia menyatakan, perlu dilakukan tindak pencegahan untuk menjaga ketertiban di Jalan Jatibaru apabila JPM mulai beroperasi. Pencegahan dilakukan dengan menempatkan sejumlah petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP) di sekitar Jalan Jatibaru. Satpol PP tidak hanya bertugas menjaga ketertiban PKL, tetapi juga menjaga ketertiban kendaraan umum. Hal ini dilakukan agar kemacetan dapat diminimalkan.
”Setelah satu bulan, nanti akan dievaluasi hasil penjagaannya,” lanjut Irwandi.
Penataan kawasan Tanah Abang memang tidak bisa instan. Proses trial and error di masa depan tidak mungkin dapat dihindari. Pada saat inilah semua pihak harus bahu-membahu membangun dan menatanya. Semoga penantian mimpi masa depan Tanah Abang tidak berakhir jadi mimpi indah di siang bolong. (SEKAR GANDHAWANGI)