Mengembangkan Desa Wisata Berbasis Adat dan Budaya
Oleh
Dahlia Irawati
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah mendorong munculnya desa wisata berbasis adat dan budaya. Konsep desa wisata berbasis adat dan budaya dirancang sejak tahun 2017 dan terus dirumuskan hingga saat ini. Tahun 2019, pengembangan desa wisata diharapkan sudah berbasis adat dan budaya masyarakat setempat.
Lokakarya yang digelar 25-28 Oktober 2018 di Yogyakarta secara khusus membahas pengembangan desa wisata berbasis adat dan kebudayaan. Lokakarya difasilitasi Direktorat Pelayanan Sosial Dasar pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Dalam lokakarya itu, diundang pelaku desa wisata dan dinas pemberdayaan masyarakat desa dari provinsi di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali.
Perwakilan dari tiga desa di Jawa Timur juga diundang untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Dua perwakilan adalah pelaku desa wisata, yaitu Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, serta Dwi Handoko, Kepala Desa Serang, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar. Adapun seorang perwakilan lagi adalah Iman Suwongso, pegiat desa dari Desa Pandanlandung, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Selain itu, perwakilan desa lain juga turut menjadi narasumber, yaitu Bayu Setyo Nugroho, Kepala Desa Dermaji, Kabupaten Banyumas, serta I Wayan Gumiasa, Kepala Desa Wanagiri, Kabupaten Buleleng. Mereka adalah pelaksana desa wisata di daerah masing-masing.
Dalam lokakarya tersebut, diharapkan terjadi informasi dua arah, baik dari perumus kebijakan, yaitu kementerian, maupun dari desa sebagai pelaksana di lapangan. Hasilnya, akan tercipta titik temu antara konsep yang ditawarkan kementerian serta kebutuhan dan pengalaman dari desa.
”Secara khusus, lokakarya ini untuk mendapat masukan rumusan Pedoman Umum Pengembangan Desa Wisata Berbasis Adat dan Budaya. Hal ini ditujukan untuk pemberdayaan masyarakat desa adat yang telah dirancang sejak tahun 2017. Target program kerja pemberdayaan masyarakat desa adat dapat dilaksanakan tahun 2019,” tutur Bito Wikantosa, Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kementerian Desa PDTT.
Bito menambahkan, dengan status desa adat, artinya desa itu memiliki kewenangan khusus sesuai kebiasaan dan hukum adat yang berlangsung di desa tersebut.
”Bisa jadi, ada desa adat yang tidak perlu lagi melaksanakan pemilihan kepala desa seperti umumnya sekarang, tetapi dilaksanakan sesuai norma adat dan kearifan lokal mereka,” lanjut Bito.
Peserta lokakarya menyambut antusias kegiatan yang menjadi salah satu upaya implementasi Undang-Undang Desa berkaitan dengan adat dan kebudayaan tersebut.
”Penguatan adat dan budaya sangat dibutuhkan dalam membangun desa. Pemberdayaan masyarakat desa adat dan kebudayaannya merupakan semangat pembangunan sosial, politik, kesejahteraan, dan ekonomi. Peran adat dan kebudayaan untuk pengembangan pariwisata desa akan memberi ciri destinasi yang mengedepankan peradaban desa,” ujar Udi Hartoko, Kepala Desa Pujon Kidul, Kabupaten Malang.
Penguatan adat dan budaya sangat dibutuhkan dalam membangun desa. Pemberdayaan masyarakat desa adat dan kebudayaannya merupakan semangat pembangunan sosial, politik, kesejahteraan, dan ekonomi.
Dalam kesempatan itu, Kepala Desa Serang, Kabupaten Blitar, Dwi Handoko menceritakan pengalamannya membangun wisata berbasis budaya di desanya. Ia mengatakan tidak segan menyerap inspirasi kebudayaan yang tumbuh sejak lama.
Salah satu ikon yang diciptakan adalah sendratari barong penyu. Ia menggabungkan tradisi barongan dengan hewan penyu yang dikonservasi di desa tersebut.
”Kami menciptakan tari barong penyu tidak sekadar menciptakan gerakannya, tetapi juga coba memaknai filosofi yang terkandung dalam hewan penyu. Tarian barong penyu selama ini mendukung destinasi wisata Pantai Serang. Tetapi, lebih dari itu, menggali nilai-nilai yang berkembang di Desa Serang adalah dasar kami menghidupkan kesenian itu,” tutur Handoko.
Adapun Kepala Desa Dermaji, Kabupaten Banyumas, Bayu Setyo Nugroho meyakini bahwa setiap desa memiliki potensi budaya yang dapat dikembangkan. ”Kuncinya, bagaimana kita dapat merencanakan dengan baik dan tepat. Dimulai dari identifikasi sampai menghasilkan kegiatan yang melibatkan banyak masyarakat desa,” ucapnya.