Musim hujan di sebagian wilayah Indonesia mundur 10-40 hari. Hal itu dipengaruhi anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik.
JAKARTA, KOMPAS—Anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah pada minggu ini lebih panas 0,75 derajat celsius dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Itu menandai telah terjadi El Nino meski kategori lemah. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap penurunan intensitas dan mundurnya musim hujan di sebagian wilayah Indonesia selama 10 hingga 40 hari.
Kekuatan El Nino akan meningkat menjadi kategori sedang pada Desember nanti dan itu akan berlangsung hingga Maret 2019. Daerah terdampak El Nino di Indonesia meliputi Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sementara wilayah Indonesia barat, seperti Sumatera, tak banyak terpengaruh.
Dinamika iklim dan cuaca itu disampaikan Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Herizal di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
”El Nino kali ini memang tidak separah tahun 2015. Selain itu, dampak El Nino sedikit berkurang karena pada saat bersamaan di Indonesia telah masuk musim hujan. Namun, di beberapa daerah terjadi penurunan intensitas hujan maupun mundur musim hujannya,” ujarnya.
El Nino kali ini memang tidak separah tahun 2015. Selain itu, dampak El Nino sedikit berkurang karena pada saat bersamaan di Indonesia telah masuk musim hujan.
Menurut Pusat Prakiraan Iklim Badan Atmosfer dan Kelautan Nasional Amerika Serikat (NOAA), El Nino merupakan fenomena peningkatan suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah terkait sistem interaksi iklim laut dan atmosfer skala besar.
Daerah yang akan mengalami kemunduran musim hujan terlama, yakni hingga 40 hari, meliputi antara lain Bali bagian timur, Lombok bagian timur, Pulau Sumba, dan Sumatera Selatan. Itu juga terjadi di Jawa Barat pesisir selatan bagian barat, pantai utara Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah bagian selatan.
”Dari 150 zona musim (ZOM) di Pulau Jawa, diperkirakan 95 zona wilayah baru akan masuk musim hujan pada pertengahan hingga akhir November. Padahal, normalnya bulan Oktober sudah masuk hujan,” kata Herizal.
Secara nasional, hingga dasarian terakhir pada bulan Oktober 2018, dari 342 zona musim, baru 8,2 persen wilayah sudah memasuki musim hujan. Daerah-daerah tersebut meliputi sebagian Sumatera (22 ZOM), sebagian Kalimantan (4 ZOM), dan sebagian Papua (2 ZOM).
Akhir Oktober ini, sebagian wilayah diperkirakan menyusul memasuki musim hujan. Itu meliputi Kepulauan Halmahera, sebagian Kalimantan bagian tengah dan selatan, sebagian Sumatera Selatan dan Lampung, sebagian kecil Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta sebagian kecil area timur Jawa Timur. ”Dengan demikian, sebagian besar wilayah atau 91,8 persen mengalami musim kemarau,” katanya.
Herizal menambahkan, biasanya keberulangan El Nino terjadi dalam 3-7 tahun. Namun, belakangan hal itu semakin sering terjadi dengan siklus 2-5 tahun. ”Perubahan pola perulangan El Nino ini menjadi salah satu indikasi terjadinya perubahan iklim,” ungkapnya.
Karakter hujan
Kepala Subbidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, berbeda dari Jawa hingga Nusa Tenggara Timur yang kurang hujan, daerah pesisir barat Sumatera pada November ini diprediksi akan mendapatkan curah hujan melebihi kondisi rata-rata dibandingkan dengan klimatologis tahun 1981-2010.
Sementara pada Desember nanti daerah yang akan mengalami hujan di atas rata-rata di antaranya pesisir barat Sumatera, sebagian besar Sulawesi, sebagian daerah Pantai Utara Jawa Barat dan Jawa Timur, Madura, serta sebagian Papua Barat. Sebagian besar Kalimantan bagian barat akan mendapat curah hujan lebih kecil dari rata-ratanya, dan area lain diprediksi normal sesuai rata-rata klimatologinya.
Mulai Januari 2019, lanjut Siswanto, secara umum hampir sebagian besar wilayah akan mengalami curah hujan normal sesuai dengan rata-rata klimatologinya, kecuali bagian tengah dan timur Indonesia.