Penyebaran berita bohong dan konten negatif di tengah masyarakat harus dihentikan. Peran perempuan sangat penting untuk mencegah dan melawan gerakan kelompok yang memanipulasi informasi dan menyebar kebohongan itu.
JAKARTA, KOMPAS — Gerakan literasi digital untuk kalangan perempuan saat ini sangat penting. Pemahaman tentang ranah digital akan membekali perempuan di Tanah Air agar proaktif mengisi ruang-ruang media penyebaran informasi dengan berbagai konten positif yang mendorong perdamaian, termasuk mengedukasi dan memberdayakan perempuan dalam berbagai bidang.
"Saat ini media intoleran menguasai jagad maya. Bahkan ada portal intoleran membuat media baru khusus untuk perempuan, yang jumlah pengunjungnya mencapai satu juta setiap bulan. Konten-kontenya sangat menyudutkan perempuan," ujar Muyassaroh Hafidzah, Pengurus Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta, pada acara sesi seminar di The International Young Muslim Women Forum “Finding Creative Ways for a Better World” yang digelar Fatayat NU di Jakarta, Jumat (26/10/2018).
Muyassaroh yang juga mengelola laman fatayatdiy.com mengungkapkan hasil pengamatan timnya beberapa waktu yang mengambil sampel terhadap lima laman media Indonesia yang informasinya dinilai intoleran, yang pengunjungnya terbanyak dan tertinggi peringkatnya.
"Pada bulan Maret 2018, pengunjungnya mencapai 6,5 juta. Tapi pada September 2018 pengunjungnya mencapai 9,1 juta. Media-media itu pengelolanya ada di Yogyakarta," ujarnya.
Jika dibandingkan dengan laman dari media-media lain, seperti yang dikelola NU, jumlah pengunjungnya dan peringkatnya sangat jauh. Bahkan, beberapa laman tidak bisa terdekti oleh mesin penelusuran situs, karena saking minimnya pengunjung.
"Karena itu perlu ada media alternatif untuk mencerdaskan perempuan. Perempuan harus membangun jaringan dalam gerakan media yang moderat dan toleran untuk menyuarakan Islam rahmatan lil \'alamin, mempromosikan kearifan lokal, menyuarakan perdamaian," katanya.
Selain Muyassaroh, sesi materi tentang pentingnya literasi digital untuk sebagai media dakwah untuk perdamaian, juga menghadirkan pembicara Wardatul Uyun (pengguna Youtube) yang memanfaatkan media sosial untuk membagikan informasi yang terkait makanan dan cara memakai hijab. Ada juga pembicara dari India dan Turki.
Perlu sinergi
Wakil Pemimpin Redaksi Ninuk M Pambudy juga menyatakan di era teknologi digital saat ini membuat semua orang bisa membuat berita, dan mengakses media sosial untuk penyebaran informasi. "Disitu terjadi noice versus news atau kebisingan versus berita-berita yang dikelola media mainstream. Kita seringkali bertanya ini berita benar atau bohong, sebagian sudah termakan oleh berita bohong," ujarnya.
Karena itu, menurut Ninuk, perlu ada sinergi antara media mainstream yang dikelola sebagai perusahaan bisnis dengan media baru non mainstream, termasuk media komunitas.
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini menegaskan sesi literasi digital diangkat dalam forum pertemuan perempuan muslim muda karena menyikapi situasi akhir-akhir ini.
"Ada kelompok yang memanipulasi informasi dan menjahit benih-benih kebohongan di masyarakat. Bahkan kita sedang terdiagnosa pandemi irasionalitas. Meyakini kebenaran berdasarkan keyakinan bukan berdasarkan fakta, telah melanda lapisan masyarakat," ujar Anggia.
Selain soal literasi media, sesi terakhir seminar di The International Young Muslim Women Forum “Finding Creative Ways for a Better World” yang digelar Fatayat NU di Jakarta, juga diisi dengan tema-tema pemberdayaan ekonomi terhadap perempuan.