"Frogman", Padukan Pertunjukan Langsung dan Teknologi
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertunjukan Frogman yang ditampilkan 24-28 Oktober 2018 di Studio TOM Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta mencoba memadukan pertunjukan langsung dan teknologi. Karya dari kelompok teater Curious Directive dari Norwich, Inggris, ini mendapat sambutan positif dari penonton.
Untuk menyaksikan Frogman, penonton harus menggunakan peralatan realitas virtual (VR) dan penyuara telinga. Para penonton duduk di kursi yang bisa berputar 360 derajat dengan posisi mengelilingi panggung panjang dan sempit tempat monolog ditampilkan. Pertunjukan sekitar satu jam lebih ini maksimal bisa disaksikan 50 orang dalam sekali penampilan.
Frogman bercerita tentang pembukaan kembali kasus hilangnya Ashleigh Richardson, gadis 13 tahun, pada 1995 oleh pengadilan Queensland, Australia. Pengadilan menemukan bukti baru bahwa ada dugaan pembunuhan terhadap Ashleigh. Meera Clarke (34), teman masa kecil Ashleigh yang dua tahun lebih muda, adalah saksi kunci dalam peristiwa nahas itu.
Saat pertunjukan, penonton secara berkala akan beralih antara pertunjukan langsung dan film kilas balik melalui peralatan VR. Pertunjukan langsung menyajikan monolog Georgina Strawson yang memerankan Meera dewasa. Dia diinterogasi di suatu ruangan oleh seorang polisi perempuan, yang hanya bisa didengar suaranya. Meera dicecar sejumlah pertanyaan tentang hilangnya Ashleigh.
Sementara itu, untuk mengetahui kronologi kejadian, penonton diarahkan agar menyaksikan film kilas balik tahun 1995. Mulai dari aktivitas Meera di kamarnya bersama temannya Lily dan Shaun, kisah pertemanan Meera dengan Ashleigh, hingga operasi penyelamatan Ashleigh di terumbu karang oleh pasukan polisi katak.
Pada dimensi VR, penonton seolah ikut berada di dalam tayangan. Penonton bisa memandang ke segala arah, mengamati setiap sudut kamar Meera. Di sana ada akuarium karang, meja belajar, dan tempat tidur bertingkat dua.
Dalam adegan pencarian Ashleigh di dasar laut, penonton juga disuguhkan dengan indahnya terumbu karang Raja Ampat, Indonesia, salah satu tempat pengambilan gambar—latar cerita berada di Great Barrier Reff, ekosistem terumbu karang di Queensland. Tayangan ini diperkuat dengan suara-suara di dalam air, misalnya suara nafas saat menyelam, seolah-olah penonton juga ikut terjun ke dasar laut.
Perpindahan dimensi berlangsung beberapa kali. Pertunjukan dibuka dan ditutup dengan adegan langsung di atas panggung.
Perpaduan pertunjukan langsung dan teknologi dalam karya ini menghadirkan pengalaman menarik bagi penonton. Ricko Yulinaidi, salah seorang penonton, mengaku, merasakan pengalaman yang berbeda dibandingkan beberapa pertunjukan yang disaksikannya di Indonesia.
”Ini bisa jadi pembelajaran menarik bagi Indonesia. Pertunjukan tidak hanya di panggung, tetapi juga bisa dipadukan dengan penggunaan teknologi sesuai perkembangan zaman,” ujar alumnus program studi teater Institut Kesenian Jakarta ini, Kamis (27/10/2018) malam.
Sementara itu, penonton lainnya Aryo Nagoro merasa puas dengan pertunjukan ini. Frogman dikemas dengan baik. Menurut pria yang juga aktor teater ini, pertunjukan langsung dan tayangan melalui VR saling mendukung.
”Ide penyajiannya bagus. Adegan langsung dan tayangan di VR menyatu, dijahit dengan rapi dan baik,” ujarnya.
Sutradara Frogman Jack Lowe mengatakan, dalam Frogman, dirinya ingin mengeksplorasi sisi emosional Meera. Memori tentang kematian, trauma, dan kesedihan di masa kecil sulit untuk digali kembali. Hal ini coba dikombinasikan dengan keindahan alam bawah laut.
Melalui perpaduan pertunjukan langsung dan tayangan di VR, Curious Directive menawarkan pengalaman berbeda dalam menyaksikan teater. Tidak hanya menyaksikan langsung, penonton juga bisa ikut merasakan emosi tokoh dengan tayangan tiga dimensi dan suara yang disuguhkan. (YOLA SASTRA)