Potensi Wisata Purwakarta Berkembang Pesat
Kecil-kecil cabe rawit. Tidak salah jika gelar ini disematkan kepada Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Purwakarta berada di lokasi strategis, yakni di antara Ibu Kota Jakarta, Kota Bogor, dan Kota Bandung. Kabupaten ini tercatat memiliki produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar Rp 40,12 triliun pada 2016 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta, 2017). Selama beberapa tahun terakhir, geliat perekonomian Purwakarta semakin terlihat, terutama di sektor pariwisata.
Dari segi luas, kabupaten ini adalah yang terkecil di Jawa Barat dengan luas 825,74 kilometer persegi (BPS Jawa Barat, 2016). Namun, Purwakarta merupakan rumah dari Bendungan Ir H Djuanda atau yang lebih dikenal dengan nama Waduk Jatiluhur, bendungan terbesar di Asia Tenggara.
Waduk Jatiluhur dibangun dalam kurun waktu 1957-1967 dengan nilai proyek 230 juta dollar AS. Panjang bangunan mencapai 1.200 meter dan luas genangan mencapai 8.300 hektar dengan kapasitas kurang lebih tiga miliar kubik.
Presiden Soekarno yang meletakkan batu pertama, tanda proyek itu dimulai, pada 1957. Pada awal pembangunan, pengerjaan dilakukan kontraktor Perancis. Namun, peristiwa Gerakan 30 September pada 1965 membuat mereka keluar dari Indonesia. Sisa pengerjaan tersebut akhirnya dilanjutkan oleh anak bangsa.
Waduk itu bertujuan sebagai fasilitas pengairan, pengendalian banjir, dan sumber air baku. Saat ini, total aliran yang masuk ke waduk sebesar 13 miliar kubik per tahun. Sekitar 6 miliar kubik per tahun berasal dari Sungai Citarum dan sisa aliran berasal dari sungai lainnya.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputro di Purwakarta, Jawa Barat, Senin (22/10/2018), mengatakan, PJT II sebagai pengelola Waduk Jatiluhur memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keberlangsungan waduk tersebut. Waduk Jatiluhur telah ditetapkan sebagai objek vital nasional.
“Kalau lalai dan terjadi masalah maka dampaknya akan secara nasional,” kata Djoko, saat menerima kunjungan anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) Group XXI.
PJT II melakukan simulasi kegagalan struktur waduk tersebut. Dari situ ditemukan, rusaknya waduk dapat memicu terjangan air semacam tsunami di wilayah Jawa Barat hingga Jakarta.
Selain itu, sistem irigasi yang menopang sekitar 30 persen produksi beras nasional akan ikut rusak karena waduk mengairi kurang lebih 300.000 hektar lahan. Kerusakan waduk juga akan memutus pasokan air baku sebanyak 80 persen untuk Jakarta serta kabupaten dan kota lainnya.
Waduk Jatiluhur juga memiliki pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Kapasitas PLTA mencapai 187,5 MW. Sebanyak 80 persen listrik dipasok untuk sistem interkoneksi Jawa-Bali dan sisanya untuk industri di Purwakarta.
Kendati demikian, masalah dana masih mengganjal perawatan Waduk Jatiluhur karena ketiadaan bantuan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berbagai strategi pengembangan diterapkan untuk menutupi kebutuhan dana.
Misalnya, melalui pengelolaan energi listrik, peningkatan fungsi bendungan sebagai tempat pariwisata, pembangunan hotel di sekitar waduk, dan peluncuran produk air minum dalam kemasan (AMDK). Waduk juga direncanakan akan memiliki instalasi pengolahan air (water treatment plant/WTP) sendiri agar nilai jual air menjadi lebih tinggi.
Ada beberapa hal vital yang perlu segera diatasi untuk mencapai pengelolaan waduk yang optimal, mengingat sebanyak 5 miliar kubik per tahun aliran air yang masuk belum dimanfaatkan.
Sekitar 31.000 petak keramba jaring apung (KJA) masih terpasang di dalam waduk. Petani yang memasang KJA dapat menaburi 211,5 ton pakan ikan per hari ke dalam waduk. Para penjaga KJA, berjumlah 2.578 orang, juga diyakini membuang limbah kotoran manusia mencapai 1,3 ton per hari.
Alhasil, kualitas air terus menurun dengan bertambahnya kandungan bahan kimia berbahaya. Tidak hanya itu, lapisan beton waduk dan material logam di PLTA juga terkikis.
Berdasarkan pengamatan pukul 12.00, tampak sejumlah KJA dan rumah apung beratap seng dalam waduk. KJA dan rumah apung tersebut berada di seberang PLTA Ir H Juanda. Rumah apung terlihat sepi, seolah tidak berpenghuni.
Di salah satu rumah apung, seorang penjaga sedang duduk. Ia tidak menghiraukan ketika tiga kapal motor berisi petugas PJT II dan anggota IKAL PPSA Group XXI melintas di area tersebut.
Menurut Djoko, pemerintah telah membentuk satuan tugas (satgas) untuk menertibkan KJA. Penolakan keras dari pemilik telah beberapa kali terjadi. Beberapa waktu yang lalu, satgas bahkan dilempar ketika petugas berada di sekitar KJA.
Padahal, budidaya ikan di waduk melanggar hukum, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika saat menerima kunjungan yang sama menambahkan, tim satgas masih terus melakukan pendataan para petani KJA yang adalah warga lokal. Para petani akan diberdayakan dan diberi modal untuk memiliki mata pencaharian baru.
PJT II sebelumnya menyatakan, warga lokal yang menjadi petani KJA akan diberdayakan dengan program kegiatan perikanan berkelanjutan (culture based fisheries).
Air mancur
Pemerintah daerah dan PJT II rencananya akan membuat wisata air mancur di waduk tersebut. Waduk tersebut diproyeksikan menjadi tempat wisata yang ideal untuk menampung wisatawan dengan jumlah yang lebih besar. “Seharusnya Waduk Jatiluhur dapat menjadi tujuan wisata nasional,” kata Anne.
Waduk Jatiluhur memiliki pemandangan memikat karena luas permukaan air yang dimiliki. Ketika cuaca cerah, terlihat jelas bukit-bukit yang mengelilingi waduk sehingga menambah keindahan panorama.
Ketinggian air saat ini masih rendah, sekitar 80 meter, akibat musim kemarau. Tampak sejumlah perahu berlabuh di atas lokasi surutnya permukaan air waduk di beberapa titik waduk. Ketika musim hujan, diperkirakan ketinggian air akan kembali mencapai di atas 100 meter sehingga tempat berlabuhnya perahu akan kembali ditutupi oleh air.
Purwakarta telah memiliki atraksi air mancur di Taman Air Mancur Sri Baduga, Situ Buleud. Tetapi, tempat itu hanya dapat menampung sekitar 15.000 orang. Sedangkan kini lebih dari 100.000 wisatawan datang mengunjungi Purwakarta setiap minggu.
Air yang keruh, lanjutnya, berpotensi besar merusak mesin air mancur yang akan dipasang. Oleh karena itu, penertiban KJA menjadi penting.
Adapun anggota IKAL PPSA Group XXI yang melakukan kunjungan adalah Ketua IKAL PPSA Group XXI Komisaris Jenderal (Purn) Arif Wachyunadi, Mayor Jenderal TNI Ilyas Alamsyah, Lilly Wasitova dari perwakilan Yayasan Indonesia-Jerman, Caturida Meiwanto Doktoralina dari Asosiasi Dosen dan Guru Banten, serta AM Putut Prabantoro yang adalah Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).
Arif menyampaikan, penguasaan dan pengelolaan air harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. “Itu sesuai dengan amanah undang-undang,” tuturnya.
Dulu, Purwakarta masih belum memiliki branding dan tujuan pembangunan yang terarah. Kini, telah banyak tujuan wisata berbasis budaya dan alam yang ditonjolkan, seperti Museum Bale Panyawangan Diorama, Bendungan Cirata, Taman Citra Resmi, dan sejumlah desa wisata menarik lainnya.
Pengelolaan Waduk Jatiluhur yang optimal akan melengkapi langkah Purwakarta sebagai tujuan tempat wisata unggulan. Masyarakat kini tinggal menunggu kapan impian itu diwujudkan.