JAKARTA, KOMPAS – Sampai akhir September 2018, realisasi penyerapan belanja modal baru mencapai Rp 89,9 triliun atau 44 persen dari pagu Rp 203,9 triliun dalam APBN 2018. Sementara penyaluran dana bantuan sosial dan subsidi melonjak tinggi.
Belanja modal menjadi sorotan karena penyerapan paling rendah dibandingkan belanja lain, seperti belanja pegawai Rp 263,9 triliun, belanja barang Rp 194,1 triliun, pembayaran bunga utang Rp 197,8 triliun, belanja hibah Rp 0,1 triliun, dan belanja lain-lain Rp 6,9 triliun.
Direktur Penyusunan APBN Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Kunta Wibawa Dasa Nugraha kepada Kompas, Minggu (28/10/2018) mengatakan, realisasi belanja modal per September tahun 2018 dan 2017 hampir sama, yaitu Rp 89,9 triliun dan Rp 90,6 triliun.
"Karakteristik belanja modal memang seperti itu, triwulan I baru pencairan uang muka, selanjutnya sesuai perkembangan pembangunan sehingga akan banyak dicairkan triwulan IV," ujarnya.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto berpendapat, penyerapan belanja modal yang relatif rendah menjadi persoalan berulang setiap tahun. Pemerintah harus mengatur penyerapan agar tidak bertumpu di akhir tahun. Rendahnya penyerapan anggaran mengindikasikan masalah kepastian lahan dan kesehatan arus kas.
Kesehatan arus kas menimbulkan efek ganda terhadap realisasi belanja modal dan iklim investasi di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang tertahan di kisaran 5 persen. Pemerintah pusat harus memonitor kelancaran penyaluran anggaran ini di semua lini, bukan sekadar dari pemerintah pusat ke daerah atau ke kementerian dan lembaga.
“Kecepatan pencairan dana di setiap tahapannya akan menentukan kontinuitas dan kepercayaan investor untuk berinvestasi di proyek-proyek berikutnya,” kata Eko.
Menurut Eko, realisasi belanja modal tahun ini juga dipengaruhi situasi perekonomian nasional dan global. Pemerintah sedang berupaya mengendalikan impor komponen infrastruktur untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan dan menjaga stabilitas rupiah.
Bantuan sosial
Sementara itu, realisasi penyaluran dana bantuan sosial mencapai Rp 62,8 triliun (77,2 persen pagu) dan belanja subsidi Rp 123,4 triliun (79 persen) APBN 2018. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penyaluran dana bantuan sosial tumbuh 46,9 persen, sementara subsidi tumbuh 33,6 persen.
Dalam paparannya pekan lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah menata komposisi belanja sejak tahun 2015. Belanja subsidi yang cenderung dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas dikurangi secara bertahap. Di sisi lain, anggaran perlindungan sosial yang produktif mengurangi kemiskinan akan ditingkatkan.
Pemerintah menurunkan subsidi energi yang pada tahun 2014 mencapai Rp 341,8 triliun menjadi Rp 119,1 triliun tahun 2015. Selanjutnya, subsidi energi dijaga kisaran Rp 100 triliun pada tahun 2018 dan diarahkan agar lebih tepat menyasar golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam proyeksi APBN 2018, subsidi energi sebesar Rp 163,42 triliun.
“Anggaran perlindungan sosial terus meningkat dengan penguatan program, antara lain Program Keluarga Harapan, Program Indonesia Pintar, subsidi pangan, dan subsidi bunga kredit program,” kata Sri Mulyani.