Bersama Menghadapi Duka, Keluarga Saling Menguatkan
Oleh
Satrio Pangarso Wisanggeni/Pradipta Pandu Mustika
·3 menit baca
Kerabat dan orang-orang terdekat menjadi pelipur lara bagi mereka yang kehilangan keluarga dalam penerbangan Lion Air JT160 Jakarta–Pangkal Pinang, Senin (29/10/2018). Bersama-sama mereka saling menguatkan satu sama lain.
Di Crisis Center Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, suasana saling menyemangati sungguh terasa. Saat, staf maskapai Lion Air mengumumkan perkembangan terakhir dari proses evakuasi korban, Tris (41) tak dapat lagi menahan air mata; kakak iparnya, Neneng, terus memeluknya.
“… Ada enam kantong jenazah yang dibawa dari Karawang menuju Jakarta…”
Belum usai pengumuman tersebut dibacakan, Tris pun menangis tersedu-sedu. Wanita berkerudung hijau tersebut duduk di barisan kursi paling depan. Ia menangisi nasib suaminya yang belum jelas. Suami Tris, Rumadi Ramadhan adalah salah satu penumpang pesawat itu.
Hingga malam ini, Rumadi dan 188 penumpang pesawat Boeing 737 Max 8 tersebut belum ditemukan. Pesawat itu jatuh ke laut, lepas pantai Karawang, Jawa Barat, hanya 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, pada pukul 06.33 WIB.
Tris terus menangis di dalam pelukan Neneng. Kedua wanita tersebut saling berbisik dan menguatkan hingga perlahan tangis mereka berhenti. Jatuhnya pesawat Lion Air tersebut memberikan duka yang mendalam bagi Tris, Neneng dan keluarga besarnya.
Pihak Lion Air mengumumkan bahwa keluarga penumpang mendapat akomodasi untuk tinggal di hotel selama masa evakuasi korban. Namun, Tris bergeming; ia tidak ingin meninggalkan Crisis Center. Nasib Rumadi memenuhi pikirannya.
“Saya nggak mau ke hotel, disuruh istirahat tapi juga nggak bisa tidur di sana. Pikiran penuh,” kata Tris. “Mendingan di sini, langsung dapat update,” tambah warga Cilebut, Bogor tersebut.
Padahal, Tris telah berada di Crisis Center sejak tengah hari, tanpa menyentuh kotak nasi yang seharusnya menjadi makan siangnya. Neneng dengan perlahan terus menyarankan Tris untuk beristirahat di hotel. “Istirahat saja, daripada sakit. Nanti juga diberi update,” kata Neneng menenangkan adik iparnya tersebut.
Akhirnya, selepas waktu Isya’, Tris pun menuruti saran Neneng, dan ikut meninggalkan Bandara Halim Perdanakusuma dengan bus Lion Air menuju hotel.
Sama halnya dengan Neneng dan Tris, duka yang mendalam juga dirasakan oleh Bepi (53) yang kehilangan dua kerabat dekatnya dalam kecelakaan tersebut, yakni keponakannya Wahyu Aldila (32) dan anak Wahyu, Sardan (4). Wahyu dan Sardan hendak pulang ke Pangkal Pinang setelah berlbur ke Jakarta untuk menonton langsung laga sepakbola antara Indonesia melawan Jepang di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Sebagai keluarga terdekat, Bepi yang mendengar kabar kecelakaan pesawat Lion Air langsung mendatangi Bandara Halim untuk memastikan Wahyu berada dalam pesawat tersebut. Sejak siang hingga sore hari, Bepi masih setia menungggu kabar terbaru sambil menunggu orang tua Wahyu yang berasal dari Lampung dan istri Wahyu dari Pangkal Pinang.
“Saya akan tetap berada di sini sambil menunggu orang tua Wahyu dan istrinya yang sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Saya punya tanggung jawab untuk memberikan kabar terbaru sampai mereka datang,” ujarnya.
Ketidakjelasan nasib para korban menguras tenaga dan emosi kerabat mereka yang menunggu keterangan dari otoritas. Peran keluarga yang turut mendampingi menjadi tak ternilai bagi mereka yang kehilangan.