JAKARTA, KOMPAS – Perempuan memiliki peran yang besar untuk mendorong perubahan, melawan radikalisme dan berbagai bentuk kekerasan di negaranya maupun di dunia, terutama kekerasan berbasis jender. Untuk itu, kapasitas dan kepemimpinan perempuan harus ditingkatkan melalui tindakan afirmatif di semua bidang yang mencakup politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi, teknologi, serta dalam komunitas agama.
Selain itu, pemberdayaan ekonomi untuk perempuan merupakan jalan untuk mencapai kesetaraan jender, mengurangi kemiskinan, dan menghentikan kekerasan berbasis jender.
Demikian deklarasi para peserta The International Young Muslim Women Forum (IYMWF) 2018 bertema “Finding Creative Ways for a Better World” yang dibacakan pada penutupan acara, Sabtu (27/10/2018) malam di Jakarta. Deklarasi dibacakan perwakilan peserta, Ozge Kurbetoglu (Turki) dan Rahma Arifa (Indonesia), disaksikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise dan Staf Ahli Menteri Luar Negeri Dewi Safitri Wahab. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Fatayat Nahdlatul Ulama.
Perempuan Muslim muda dunia yang diwakili 200 peserta dari 17 negara (Indonesia, Filipina, Malaysia, Amerika Serikat, Australia, Turki, Jerman, Bangladesh, India, Kashmir, Pakistan, Hong Kong, Korea Selatan, Taiwan, Afghanistan, Maroko, dan Somalia) menyatakan bahwa Islam adalah rahmatan lil\'alamin (berkah untuk semua alam semesta) yang mendukung kesetaraan jender, hak asasi manusia, dan keadilan bagi semua orang.
Namun, mereka prihatin ketidaksetaraan, eksploitasi, dan kekerasan berbasis jender yang terus menimpa para perempuan termasuk perempuan Muslim di dunia. Pemerintah dan pemimpin agama di tingkat nasional dan internasional diminta serius menangani hal tersebut.
Mereka pun mengecam munculnya radikalisme dan ekstremisme kekerasan di Indonesia dan tingkat global, yang menargetkan generasi muda Muslim (laki-laki dan perempuan) untuk melakukan tindakan intoleransi dan kekerasan. Perekrutan perempuan dan anak-anak untuk aksi terorisme harus dicegah dengan cara dan sumber daya apapun.
“Kami merekomendasikan tradisi Islam Nusantara di Indonesia yang dapat dieksplorasi sebagai narasi alternatif untuk melawan radikalisme dan gerakan ekstremisme kekerasan,” kata Ozge Kurbetoglu ketika membacakan deklarasi.
Aktif di media sosial
Menghadapi berita-berita palsu dan bohong yang menggunakan sentimen agama untuk mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi, peserta IWMYF menyerukan kepada para perempuan muda Muslim agar aktif di media sosial, menyebarkan nilai-nilai toleransi Islam (tasamuh), moderasi (tawassuth), dan kesetaraan (musawah) untuk melawan ujaran kebencian dan propaganda dari kelompok-kelompok tertentu.
Selain kampanye menentang perkawinan anak dan meminta pemerintah memastikan kualitas layanan kesehatan bagi perempuan, mereka juga menyuarakan aspirasi perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas untuk memiliki akses yang sama dalam kebijakan dan program pendidikan.
Yohana Yembise memberikan apresiasi terhadap Fatayat NU yang menggelar IYMWF. Dia mengajak semua perempuan Muslim muda di seluruh negara untuk bangkit dan bekerja sama membuat perubahan untuk mewujudkan kesetaraan jender. Di Indonesia perempuan berada di tengah lingkungan kehidupan yang masih kuat budaya patriarki.
"Perempuan bisa membuat perubahan dan menjadi pelopor perdamaian," ujar Yohana.
Yohana mendorong perempuan-perempuan Muslim muda untuk ikut berpartisipasi aktif mewujudkan planet 50:50 yakni posisi perempuan dan laki-laki setara. Ia mencontohkan, kondisi perempuan di Vietnam yang sudah lebih maju bahkan memegang posisi di berbagai bidang hingga 46 persen, sementara di Indonesia perempuan yang duduk di legislatif baru 17 persen.
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini dan Ketua Panitia IYMWF Hijroatul Maghfiroh berharap setelah bertukar ide dan gagasan tentang berbagai isu, ketika kembali ke daerah dan negara masing-masing para peserta menjadi agen perubahan, membangun dunia yang lebih ramah dan lebih baik, serta berpartisipasi aktif dalam memajukan hak-hak perempuan.
Menurut Hijroatul Maghfiroh, selain seminar dan diskusi kelompok, pada akhir IYMWF peserta mengunjungi sejumlah tempat di Jakarta seperti kantor PBNU dan Taman Mini Indonesia Indah.