JAKARTA, KOMPAS – Komitmen dunia untuk penyelamatan laut mulai mengalir dan disampaikan dalam Konferensi Kelautan atau Our Ocean Conference 2018 di Bali. Komitmen untuk berbagai isu kelautan ini diperlukan untuk menyelamatkan kondisi laut dunia dari ancaman yang mendesak dilakukan.
Komitmen bagi laut yang bersih, sehat, dan aman datang dari Uni Eropa yang membuat 23 komitmen baru di Our Ocean Conference (OOC). Komitmen dan dukungan pendanaan senilai 300 juta euro itu meliputi program penanganan sampah plastik, dorongan bagi ekonomi biru yang berkelanjutan, dan peningkatan kegiatan riset serta pengawasan kelautan. Pada OOC 2017 di Malta, komitmen EU senilai lebih dari 550 juta dollar AS.
Perwakilan Tinggi/Wakil Presiden Komisi Eropa Federica Mogherini mengatakan, kondisi lautan telah mendesak dan membutuhkan aksi global yang tegas. “Melalui 23 komitmen baru, Uni Eropa terus melanjutkan upaya manajemen lautan yang berkelanjutan untuk memastikan keamanan dan kebersihan,” kata dia dalam sesi dialog di Our Ocean Conference (OOC), Senin (29/10/2018), di Nusa Dua, Bali.
Mogherini mengatakan, tidak satu pun negara dapat berhasil melakukan upaya tersebut sendiri. “Perjuangan ini membutuhkan keteguhan, konsistensi dan kerjasama antar dan di luar Uni Eropa, dan dalam semangat inilah hari ini kami memperbarui komitmen dalam melindungi laut kita,” kata dia.
Dalam keterangan resmi, Uni Eropa menjelaskan komitmen pendanaan tersebut termasuk penyediaan 100 juta Euro bagi penelitian dan pengembangan terkait penanganan polusi sampah plastik, dan alokasi dana sebesar 82 juta Eruo untuk riset laut dan kelautan (termasuk kajian ekosistem, pemetaan dasar laut, dan pengembangan sistem akuakultur).
Selain dari Uni Eropa, sejumlah merek (brand) terkemuka dunia juga berkomitmen menyediakan dana investasi sebesar 90 juta dollar AS untuk mencari solusi penanganan sampah kemasannya. Perusahaan-perusahaan itu adalah PepsiCO, Procter & Gamble, Dow, Danone, Unilever, dan The Coca-cola Company. Perencanaan proyeknya sedang diformalkan hingga 2019.
Dana itu dikelola Circulate Capital, perusahaan yang didedikasikan untuk inkubasi dan pembiayaan perusahaan dan infrastruktur yang mencegah plastik laut. “Kami berupaya mengatalisasi perubahan sistem dengan menghapus modal sebagai penghalang untuk pembangunan infrastruktur limbah dan daur ulang yang kritis, dan pengumuman pendanaan hari ini adalah langkah besar untuk mencapai tujuan ini,” kata Rob Kaplan, Pendiri dan CEO Circulate Capital, dalam diskusi side event yang diselenggarakan Ocean Conservancy.
Kerja sama global
Indonesia mendorong agar komitmen ini tak hanya diucapkan, tetapi juga dilakukan dalam aksi-aksi nyata secara global. Perairan laut yang saling berpengaruh lintas administrasi wilayah mengharuskan kerja sama antarnegara demi kepentingan masa depan bersama.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry mengatakan, kerja sama global pernah mencegah perang nuklir. Kini, ancaman global adalah perlindungan kelautan dan Bumi. Isu itu harus dipandang dan diperlakukan sama pentingnya dengan isu nuklir.
“Kita butuh perjanjian non-proliferasi untuk polusi kelautan. Kita butuh kesepakatan global di mana semua orang sepakat cara pemberlakuannya di laut,” tuturnya dalam sesi dialog di OOC.
Politisi yang menjadi penggiat lingkungan itu juga menekankan pentingnya pengendalian perubahan iklim. Sebab, perubahan iklim dan perlindungan laut saling terkait. “Perlindungan laut tidak bisa dilakukan tanpa mengatasi perubahan iklim dan perubahan iklim tidak bisa diatasi tanpa melindungi laut,” kata salah satu tokoh penting di balik Kesepakatan Paris soal perubahan iklim tersebut.
Perubahan iklim membuat kondisi dasar kelautan berubah. Hal itu mengancam kehidupan. “Pertanyaannya bukan kita mampu atau tidak mengatasi ini. Pertanyaannya adalah apa ada kemauan politik?” ujarnya.
Ia juga memuji upaya Indonesia melindungi laut. Pemerintah Indonesia secara serius memberantas pencurian ikan dan penangkapan ikan secara ilegal. Langkah itu penting untuk melindungi laut.
Tagih komitmen
Saat membuka kegiatan ini, Presiden Joko Widodo mengatakan satu negara tak dapat menangani tantangan laut yang dihadapi dunia. Upaya ini tak hanya bisa mengandalkan pemerintah. Melalui Konferensi Kelautan, kerja sama para pengampu kepentingan dari berbagai negara diperlukan dalam bekerjasama dan berkolaborasi. “Jangan terlambat berbuat untuk laut kita,” kata dia.
Presiden pun menyebut bahwa laut adalah masa depan Indonesia dan masa depan dunia. "Laut harus menjadi samudera perdamaian. Rawat dan cintailah lautmu, samuderamu. Laut adalah masa depanmu. Our ocean our ocean our future, our ocean our legacy,” tutup Joko Widodo membaca penggalan puisi.
Sementara Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, konferensi kali ini tidak hanya mengejar komitmen seperti empat konferensi sebelum ini. Indonesia ingin konferensi kali ini menghasilkan mekanisme untuk memeriksa komitmen-komitmen itu. Mekanisme itu penting untuk memastikan komitmen sudah dijalankan.
“Kalau dijanjikan konservasi sekian, harus dilihat sudah dijalankan atau tidak,” ujarnya.
Dari empat konferensi sebelum ini, sudah lebih 600 komitmen disampaikan. Sampai sekarang, belum diketahui sejauh mana komitmen itu sudah diwujudkan atau dijalankan.
Retno mengatakan, konferensi ini juga menjadi penerjamahan dari diplomasi kelautan dan visi poros maritim Indonesia. Di sela konferensi ini, Indonesia bertemu perwakilan sejumlah negara untuk membahas sejumlah masalah kelautan.
Indonesia berjanji membantu Palau (sebuah negara kepulauan di Samudera pasifik) menyelenggarakan OOC 2020. Indonesia juga akan membantu Palau pada sejumlah isu lain.
(KRIS RAZIANTO MADA / COKORDA YUDISTIRA / HAMZIRWAN)